Kamu yang menyakiti hatiku dan parahnya kamu juga tak menyadarinya.
-Aletta-
💔
Ega memijit pelipisnya, pusing. Baru saja dia datang di rapat OSIS harus dihadiahi keteledoran salah satu anggotanya. Belum hilang rasa lelahnya sehabis latihan basket tadi, dia malah semakin tambah lelah karena tugasnya sebagai ketua OSIS sangat dituntut untuk setiap acara di sekolahnya
"Terus kenapa proposol ini belum juga ditanda tangani pembina? Siapa yang bertugas buat minta tanda tangan pembina?" Sebagai ketua dia harus tegas, dia tidak boleh leha-leha saja.
Siska yang menjabat sekretaris OSIS mengangkat tangan kanannya, "Nindi yang bertugas, tapi dua hari ini dia nggak masuk karena sakit."
Ega menghela napasnya, "Terus diantara kalian nggak ada yang mau minta tanda tangan gitu?"
Tidak ada yang menjawab karena sekarang Ega sedang marah pada mereka.
Inilah Ega si kapten basket mempesona sekaligus Ketua OSIS berkharisma. Ega selalu bisa menempatkan dirinya dengan tepat. Mungkin bagi para penonton basket di sekolahnya, Ega adalah cowok ramah, penuh senyum dan friendly. Tapi sekarang beda, sebagai Ketua OSIS, dia harus bisa bersikap tegas dan displin, karena mengemban jabatan ketua OSIS harus siap bertanggung jawab atas semua kegiatan yang diadakan sekolah.
"Terus yang lainnya ini ke mana?" Ega bertanya karena hanya sedikit yang menghadiri rapat kali ini.
Dan yang berani menjawab hanya Siska, itupun karena senggolan dari teman di sampingnya, "Mereka lagi di kantin."
Untuk sekian kalinya Ega menghembuskan napas kasarnya.
"Biar gue yang minta tanda tangannya, kalian semua kumpulin yang lainnya buat rapat." Perintah Ega tegas. Selanjutnya Ega keluar dengan membawa proposal yang telah mereka susun untuk meminta tanda tangan pembina OSIS.
Langkah kaki Ega menuju ruang BK, di mana Pak Bambang yang sebagai guru BK sekaligus Pembina OSIS pasti berada di sana.
Dan benar saja, Pak Bambang sedang ada di dalam, terlihat jelas di jendela yang Ega lewati. Ega bergegas menuju pintu masuk, tapi langkahnya melambat saat seorang gadis yang ia kenali sedang berdiri di depan pintu.
Gadis itu Aletta, sahabatnya Aldan.
"Lo kenapa di depan sini, Ta?" Aletta yang sedang melihat keadaan di dalam ruang BK pun tersentak mundur.
"Eh, kak Ega." Aletta tersenyum menyapa Ega.
"Itu kak, lagi nungguin Aldan."
"Dia berulah lagi?" dianggukin oleh Aletta.
"Kak Ega mau ke dalem?" Ega berdehem mengiyakan.
"Sabarin aja ya sikap Aldan, dia emang anak keras kepala." Aletta mengangguk sambil tersenyum. Benar kata Ega, Aldan cowok keras kepala.
"Kalau gitu gue masuk duluan ya."
"Iya kak."
Setelah itu Ega masuk ke dalam ruang BK untuk menemui Pak Bambang yang sedang berkutat dengan laptop di depannya. Pandangannya teralih ke samping meja pak Bambang, di mana di sana ada Aldan duduk di kursi depan meja Bu Natul.
Ega permisi ke Pak Bambang.
"Oh Ega, duduk Ga. Ada apa kamu cari saya?" Ega duduk setelah Pak Bambang mempersilahkannya duduk.
"Begini Pak, saya mau meminta," Ucapan Ega terhenti saat mendengar suara omelan dan kemarahan bu Natul ke Aldan. Baik Ega dan Pak Bambang juga melihat Bu Natul memerahi Aldan.
"Kamu itu ya, jadi anak bandel banget. Itu anak orang kenapa kamu pukuli, hah?"
"Dia udah nyakiti hati perempuan Bu, sebagai seorang lelaki saya nggak bisa lihat perempuan di sakiti cowok kayak Rio apalagi itu Aletta, sahabat saya," balas Aldan berani.
Bu Natul berdecak kesal, "Saya capek ngurusin kamu, Dan?"
"Kalau capek istirahat Bu," Aldan masih berani menjawab Bu Natul.
"Kamu itu harus contoh Ega, dia itu banyak membawa prestasi, nggak kayak kamu yang banyak berkelahi." Seketika karena ucapan Bu Natul yang membandingkannya dengan Ega, ekspresi Aldan berubah menjadi serius.
"Ibu boleh marah-marah ke saya, apapun itu. Tapi inget Bu, saya tidak suka kalau Ibu bandingin saya sama nih bocah." Aura Aldan menatap penuh benci ke arah Ega.
Ega yang melihatnya hanya bisa menghembuskan napas lelah, lelah dengan hubungannya bersama Aldan tak kunjung membaik. Ega mengalihkan tatapannya ke Pak Bambang lagi, urusannya ke sini untuk meminta tanda tangan, bukan mencari perkara lagi dengan Aldan.
"Saya mau minta tanda tangan bapak," Ega menyerahkan proposal itu dan Pak Bambang membaca sekilas lalu menandatanganinya.
"Terima kasih Pak," ucap Ega lalu berdiri meninggalkan ruang BK.
Masih terdengar jelas saat Bu Natul mengatakan hukuman Aldan. Bu Natul menghukumnya dengan scors tiga hari.
Saat keluar pun, ternyata Aletta masih senantiasa menunggu Aldan.
"Udah selesai kak urusannya?" tanya Aletta.
"Udah." Sambil menunjukkan senyuman khasnya.
"Oiya, kayaknya sahabat lo bakal dapet hukuman berat kali ini."
"Serius kak?" khawatir Aletta.
Ega tertawa kecil, "Lo sahabat paling perhatian sama dia. Thanks karena lo udah nemenin dia selama ini." Aletta mengangguk kecil.
"Kalau gitu gue balik dulu."
"Oke kak."
Setelah Ega pergi dari sana, Aldan keluar dari ruang BK.
"Lo tadi bicara sama Ega?" ada nada tidak suka saat Aldan tadi melihat Ega dan Aletta mengobrol.
"Cuma ngobrol biasa." Tenang Aletta menjawabnya, ini bukan masalah besar.
"Lo lupa apa yang pernah gue bilang ke lo?" serius, wajah Aldan kali ini agak beda. Harus Aletta ingat, saat pembicaraan atau hal menyangkut Ega pasti sangat sensitif di telinga Aldan.
"Tadi cuma ngobrol doang Al." Sikap Aldan kali ini seperti sedang cemburu saat tahu ceweknya mengobrol dengan lelaki lain.
"Ta, gue nggak larang lo buat deket sama siapapun, kecuali orang yang pernah nyakitin elo dan Ega," ujar Aldan lalu pergi meninggalkan Aletta.
"Dasar cowok nggak sadar diri lo Al, lo juga pernah nyakitin gue. Berulang kali malahan." Teriaknya hanya bisa di dalam hati.
💔
Tbc.
Jangang lupa vote dan commennya...
Arigatoooo..
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfair Love
Teen Fiction"Lo pilih dia apa gue?" lirih Aldan mengulang pertanyaan itu lagi. Myesha ada dalam sebuah pilihan rumit. Pertanyaan Aldan bagaikan ujung tombak yang siap menancam di dadanya. Ini terlalu sulit dijawab. "Jawab Mey," Aldan berteriak kencang ke arahny...