Namu 20 : Saling Mencari

4.1K 637 176
                                    

"Wah, ini seperti kamar pangeran!"

Kamarnya dilapisi karpet berbulu tebal yang lembut di kaki. Seolah, kaki-kaki yang melintasinya tidak diizinkan untuk merasakan betapa dinginnya keramik di satu waktu.

Ada LED TV dengan inchi super besar di pinggir ruangan. Lengkap dengan seperangkat peralatan games dan home theater terbaru. Ada sofa empuk tepat di samping jendela dan dua rak besar buku-buku best seller. Walk in closet ada di pojok ruangan. Terbagi menjadi tiga area dengan banyak koleksi sepatu, pakaian, dan aksesoris yang terbaik.

"Aku jadi ingin tidur di sini."

Jang Hyuk terkekeh melihat Baekhyun merengut. "Kau kan juga punya kamar yang tak kalah bagusnya. Ini kamar Sehun, Baekie."

"Iya, iya, aku hanya bercanda!" Baekhyun tertawa. Dia segera memeluk Jang Hyuk dan mencium pipi pria itu dengan brutal. "Appa-ku memang yang terbaik! Sehun pasti menyukai kamar ini!"

"Kau sudah memijat tubuh dan minum suplemenmu, Nak?" tanya Jang Hyuk begitu pelukan dari Baekhyun terurai.

"Eum!" Baekhyun mengangguk. Tangannya segera bergerak meraba bahu. "Rasanya tulangku remuk tidur di lantai selama beberapa hari di rumah Sehun. Astaga, kasur lantai mereka yang aku pakai tipis sekali. Aku tidak bisa membayangkan Sehun dan Chanyeol tidur dengan cara seperti itu selama ini."

Jang Hyuk tersenyum kecut mendengarnya. Dia pun sama, tidak pernah membayangkan betapa menderitanya Sehun selama ini. Sementara dirinya, meski hatinya yang lara, kehidupannya selalu baik-baik saja.

"Kita akan membawanya pulang kan, Appa?"

Jang Hyuk mengangguk pelan. Entah kenapa, kepercayaan dirinya agak-agak surut belakangan ini. Sehun seolah jauh tak teraba. Anak itu sudah nyaman dengan dunianya sendiri. Bahkan tidak memperlihatkan rasa bahagia yang sebagaimana mestinya ketika bertemu dengan keluarga.

"Ya, Baekkie. Kita akan membuat Sehun tidur di kamar ini."

***

Keduanya terdiam begitu lama.

Tak biasanya. Sepertinya, amarah saat itu lebih menguasai. Terbukti, sudah hampir lima belas menit, jatah besuk juga berkurang banyak hanya dengan berdiam diri.

Si Hoo hanya bisa menatap dengan iba tanpa bisa melakukan apa-apa.

Sedari tadi, Chanyeol duduk dengan kepala tertelungkup di depan sekat kaca. "Chan, sudah sedihnya?"

"Belum."

Si Hoo terkekeh. Suara Chanyeol terdengar begitu ketus dan galak. Juga lucu di saat yang bersamaan. Rambut anak itu berantakan. Mencuat ke mana-mana dengan baju kusut yang tak terkira. Kalau kemarin-kemarin rasanya Chanyeol terlihat begitu tampan, maka hari ini anak itu terlihat begitu berandalan.

"Patah hati, ya?"

"Iya!"

Si Hoo tertawa kali ini. Ternyata anaknya sudah tumbuh dewasa dan bisa jatuh cinta.

"Aku tidak patah hati karena wanita, Appa!"

Chanyeol menegakkan tubuh, duduk menatap Si Hoo dengan wajahnya yang porak poranda. Sementara itu, matanya sempat melirik kepada petugas yang berjaga di belakang posisi ayahnya. Terpisah oleh sekat lagi memang. Tapi Chanyeol bisa melihat bahwa petugas itu ikut terkekeh saat Si Hoo tertawa tadi.

"Heh? Bukan karena wanita? Demi Tuhan Chan, apa yang kau pikirkan, kau ... orientasimu ... ya Tuhan ada apa denganmu, Nak? Chanyeol, demi Tuhan, kenapa kau bisa begini, kena ...."

NAMU ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang