Part 3 : silent love

16 0 0
                                    

Hujan membasahi tanah merah itu, disana seorang cowok sedang bersimpuh memandangi nisan itu. Gundukan itu masih memerah, baru saja membenamkan tubuh seseorang, waktu akhirnya membawa pergi sesosok raga. Baru kali ini aku melihatnya terpuruk seperti itu. Sejak mengenalnya, tak sedikitpun rasa duka yang pernah mampir dari wajah itu, tapi kini airmatanya menganak sungai. Begitu berhargakah sosok yang terdiam dibawah sana untuknya. Aku masih menatapnya, lintasan waktu kembali berputar membawaku ke tempat itu, awal pertemuan kami…

®®®

 “Fin… lo mau kemana?” teriak Dian siang itu

“Nggak pulang ama kita?” Nina menimpali. Aku hanya menggeleng, hari ini aku harus cepat pulang, tak ada waktu mengikuti mereka berdua mengubrak-abrik mall

“Sori Di, Nin.. gue lagi ada perlu” teriakku. Dan sedetik kemudian aku berlalu, meninggalkan keduanya yang hanya mengangkat bahu. Mamiku bisa marah kalo aku telat pulang lagi, uang jajanku bisa-bisa di diskon, ah mana bisa aku hidup…

Mentari masih asyik memanggang bumi, peluh melumuri dahiku. Jalan ini tak pernah berubah, toh selama dua tahun ini hanya jalan ini yang terus kulalui, menghitung tiap detailnya setiap hari sampai aku bosan sendiri. Inikah masa SMU yang kata orang menyenangkan, toh bagiku tak ada bedanya, hambar… hilang warna atau bahkan tepatnya di bilang hitam. Apasih yang berkesan di sekolah itu, kecuali persahabatan dari Meyra dan Nina, just that, no more!!! Desisku. Terus terang otakku sudah jenuh dengan semua ini.

Bruk!!! Benda keras itu membuat tubuhku terpental,, jatuh terduduk di tanah. “Kalo jalan pake mata dong!!!” makianku meloncat

“Orang jalan pake kaki, nggak pake mata!!!” suara itu lebih keras dari makianku. Kini sesosok tubuh tegap dihadapanku, menatapku dengan seringai dingin yang menusuk. Aku meringis.

“So..sori..!” desisku perlahan. Nah loh, kok aku yang minta maaf. Bukannya cowok itu yang menubrukku sampai gusruk kayak gini. Akhirnya kuangkat tubuhku dari tanah itu

“Maka lain kali kalo jalan pake kaki, jangan pake mata!!!” bentaknya kini. Aku melotot garang. Sedetik kemudian dia membalasnya, ditatap begitu tentusaja memaksaku menyerah, aku bergidik melihat cowok itu. Oh ya siapa sehhh yang nggak kenal cowok dengan tubuh atletis ini yang dilengkapi dengna sepasang mata rajawali yang siap menantang siapapun juga tanpa ampun ditopang oleh kata-kata kasar yang entah dipelajarinya dari perguruan mana, inilah preman nomor satu sekolahku, bahkan semua guru sudah angkat tangan pada tingkahnya

“Apa liat-liat!!!” bentakan kembali menamparku, tanpa sadar aku sejak tadi menatapnya.

“Enggak!!!” aku melangkah pergi. Sial skali hari ini, sudah mentarai tak bersahabat memanggangku hidup-hidup malah di tambah lagi keseraman barusan, pukulan telak..

®®®

 “ Bayangin dak Fin, all counter bikin big sale ampe 70 %, Oh God… uang gue ampe abis buat ngeborong semua!!!” seru Dian antusias

“Lo pasti nyesel Fin, nggak ikut kita!” Meyra ikut menimpali, aku cuma tersenyum menatap kedua ratu mall itu menceritakan perburuannya kemarin

“Trus barang-barang yang kalian beli bermanfaat nggak” balasku, mereka berdua saling menatap kemudian mengangkat bahu

“Yah… iya sih, yang jelas shopping tuh ilangin stresss!” Meyra mengangguk membenarkan ucapan Dian

“Eh apaan tuh, rame-rame!” kutarik keduanya mendekati kerumunan itu

“Aduh…Fin!! Ngak usah ikut-ikutan deh!” Dian protes, tapi tak kuhiraukan juga

“Oh GOD!!!” desis Meyra tak kalah terkejutnya dari aku. Di dalam dinding manusia itu, Anto dipukul habis-habisan oleh… Dimas. Thats good

My story : Please, Turn Back The Time!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang