Sahur Pertama Ala Tersesat

575 60 12
                                    

📌Sahur! Sahur! Tek-o-tek!📌

—> ᴛᴇʀꜱᴇꜱᴀᴛ <—

🗓Ramadhan H1

Tidur Fauzan terganggu mendengar suara random dari luar kamarnya. "Siapa, sih? Berisik, deh." dia mengucek matanya lalu melihat jam di atas pintu kamarnya. "Masih jam 3, astagfirullah. Ganggu aja."

Fauzan hendak tidur lagi, tadinya, tapi tiba-tiba ngantuknya hilang entah kemana. Dia memutuskan untuk bangun dan keluar kamar.

Kok bau gosong, ya?

Fauzan memutuskan untuk mengikuti indra penciumannya yang kemudian mengantarkannya ke dapur. Matanya seketika terbelalak saat melihat api di atas wajan yang entah berisikan apa.

"Astagfirullah!" Fauzan berseru lalu segera menghampiri kompor dan mematikannya. Dia mengambil asal lap yang ada di dekatnya, mengguyurnya dengan air, lalu melemparnya ke atas wajan yang masih mengeluarkan api itu. "Ya Allah, kerjaan siapa ini?"

Fauzan sedang mengelap keringatnya saat ayahnya datang dari luar dapur.

"Lho? Udah bangun? Tumben."

"Bapak masak apa malem-malem begini? Gosong itu. Untung ga sampe kebakaran. Astaga.."

"Ya Allah! Serius? Aduh, Bapak lupa. Tadi lagi bikin nasi goreng, terus kecapnya abis. Jadi Bapak beli dulu."

"Lagian kenapa masak malem-malem gini, sih?" Fauzan bertanya setengah kesal lalu membanting tubuhnya ke kursi makan.

"Ini udah sahur lho, Zan."

Fauzan mengernyit, "Sahur?"

"Iya. Kamu semalem teraweh, lupa?"

"Astagfirullah, iya. Aku lupa, Pak."

"Tapi, Zan, omong-omong, itu nasi yang Bapak goreng tinggal itu doang. Kita ga punya nasi lagi."

-> ᴛᴇʀꜱᴇꜱᴀᴛ <-

"Adek, bangun."

Hamzi mengerutkan kening, masih dengan mata yang terpejam.

"Sahur, Dek. Ayo bangun."

Hamzi mengerjap. Matanya berat sekali, entah kenapa.

"Adek, lawan setannya, ayo bangun!"

Hamzi tersenyum dan menatap ibunya sambil sesekali masih mengedip. Dia mengucek mata, "Ini Adek udah bangun, Ma."

Ibu Hamzi tersenyum. "Mama tunggu di meja makan, ya. Kamu cuci muka dulu."

"Iyaa."

-> ᴛᴇʀꜱᴇꜱᴀᴛ <-

Faliq tersentak saat merasa seseorang menaiki tubuhnya.

"Abang bangun! Saurrr!!"

Tangan Faliq tergerak untuk menutup telinganya yang barusan diteriaki dengan tidak santai.

"Abang bangun! Saur! Saur! Saur!" adik Faliq dengan santai melompat-lompat di tubuh kakaknya, seperti sedang berkuda.

"Aduh, Dek. Sakit."

"Eung! Eung! Eung! Eung!"

Faliq sadar sepenuhnya seketika lalu menarik adiknya ke pelukannya dan mulai menggelitiknya, "Kamu ya, dibilangin ga bisa."

Tersesat di RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang