IV

8 6 0
                                    

“Peleton 3, segera alihkan semua Yokai di arah jam 9 !” Pusat terus memberi komando.

Mengalihkan Yokai bukanlah hal yang mudah. Banyak sekali prajurit yang gugur. Kami harus mengalihkan perhatian para Yokai yang berada pada radius zona calon dinding, dimana radius ini akan didirikan dinding baru untuk ditinggali dan dibangun.

Yokai hanya bisa melihat secara termograf, menurut suhu. Mereka hanya bisa melihat benda bersuhu tinggi. Di saat siang hari, panas matahari menutup perbedaan suhu sekitar yang akan membuat para Yokai agak buta. Kami hanya harus memecahkan bagian inti yang terletak di bawah jantung Yokai untuk membunuhnya jika terdesak dan membersihkan sisa tubuh mereka untuk mencegah adanya kekhawatiran terhadap sisa virus yang ada.

Di malam hari, dengan perbedaan suhu yang kontras para Yokai pastinya bisa mengejar kami para manusia bahkan setebal apapun armor kami. Pengalihan Yokai. Malam hari. Dimana kami para prajurit dikorbankan untuk dikejar para Yokai demi efisiensi waktu.

Ketika para Yokai sudah jauh, maka dinding nonfisik berupa semburan nitrogen dingin akan diaktifkan. Semburan setinggi 60 meter akan menghalangi perbedaan suhu didalam zona calon dinding. Para prajurit hanya diberi waktu sekitar 15 menit untuk masuk ke zona itu karena keterbatasan nitrogen. Siap tidak siap jika waktu habis, dinding beton yang dibangun dalam tanah akan dimunculkan secara mekanis. Dinding fisik, dari beton, setinggi 60 meter juga, dengan tebal 4 meter.

“Peleton 1, habis, Peleton 2 hanya pulang 20%, Peleton 3 hanya Peter yang kembali.” Lapor pusat data kepada komite pusat.

“Baik, silahkan istirahat.”

Semua orang sudah tahu tentang diriku dan masa laluku. Termasuk aku sebagai rubah percobaan ibuku. Saat malam tiba aku bisa menumbuhkan telinga dan ekor rubah sebagai pengaruh dari mutagenku. Inilah yang dimanfaatkan badan militer selain kecepatan, penglihatan, pendengaran, dan kekebalanku dari Virus Adeno Simplex.

Aku segera beristirahat. Aku tidak punya banyak teman. Bukan karena mereka takut pada mutasiku. Aku masih memiliki fisik dan perilaku manusiawi. Tapi aku sadar bahwa aku punya dua sisi yang berlainan. Aku memiliki perilaku dingin saat bersosialisasi biasa.

Aku cenderung introvert di usia peralihan ini. Pertumbuhanku juga melambat, kecuali kecerdasan dan kekuatan otot. Namun di medan pertempuran, aku dikenal sebagai pembunuh tak beraturan yang cepat. Aku menyerang Yokai dari segala arah, bahkan dengan tersenyum. Rekanku tidak pernah bermasalah soal ini, bahkan mereka selalu bisa mengikuti irama pertempuranku. Yang menjadi masalah utama adalah aku melakukannya dengan tersenyum. Aku memang menikmati semua ini. Membunuh para pembunuh. Dan banyak rekanku yang grogi akan sifatku ini, sehingga mereka tidak mau menjadi bagian dari peletonku, tapi mereka selalu memanfaatkan kekebalan dan kemampuanku demi keselamatan diri mereka sendiri.

Hingga semua berubah, total, saat aku menemukan seseorang yang merubah sifatku. Pendiam, berwajah dingin, bahkan dikenal tidak peduli dengan para prajurit wanita yang melirik, mulai dari yang paling kuat sampai yang paling cantik. Hanya dia yang mengalihkanku, dan mengubah duniaku.

AishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang