VIII

10 6 0
                                    

“Memanjatnya?” tanya Lucy ketika kami sampai didepan dinding pembatas.

“Tentu saja.” Jawabku.

“Kau memang gila Peter.” Terdengar suara dari alat komunikasi.

“Whatever.” Jawabku tidak peduli.

Aku baru sadar jika kakiku juga bermutasi, sehingga aku bisa berlari sangat cepat, bahkan sangat ringan. Baiklah, akan kucoba berlari memanjat dinding ini, aku akan menggunakan jet throttle sebagi bantuan.

“Aku sudah menurunkan tangga darurat dengan ujung 3 meter dari ujung dinding, dari situ kau bisa turun dengan lift darurat.” Pusat yang mulai pasrah dengan keputusanku mengeluarkan rencana terbaiknya.

“Baik.” Jawabku.

57 meter, menanjak, sudut 90 derajat, sambil menggendong seorang gadis. Aku mulai bersiap. Mengkalibrasi jet throtleku yang berukuran mini. Mengambil ancang-ancang, dan mulai berlari.

30, 45, 50, 57 meter, aku sampai di ujung tangga darurat dengan mulus, saking cepatnya, aku merasakan Lucy menahan napasnya.

Aku kembali, dengan membawa seorang gadis.

~*~

Lucy dikarantina selama 2 hari. Diambil sampel darahnya. Disesuaikan dengan mutagen dalam darahku. Ibuku mewasiatkan sebuah tabung. Tabung yang sangat penting. Tabung berukuran 1 liter. Aku mengisinya dengan mutagen kami berdua dan menanamkannya di tanganku.

Aku menanamkan peledak yang akan menyebarkan mutagen ini ke udara. Seluruh kota akan mendapat vaksin sekaligus obat. Seluruh Yokai akan kembali normal, dan Oniikami akan mencair.

Aku menuju tower sentral. Saatnya mengakhiri kekacauan. Di puncak tower itu dengan seizin Komite Pusat Kota, mutagen itu mulai meledak. Tersebar ke seluruh kota. Mengorbankan tangan kiriku sebagai media peledak yang terkalibrasi. Seluruh keadaan kota sudah normal kembali.

~*~

Kota Hescha telah berjalan normal seperti semula. Aku menemui Lucy di perpustakaan yang terletak di pusat kota.

“Hai, sudah lama menunggu?” Tanyaku menghampiri Lucy.

“Ah, tidak.” Jawabnya.

“Apa yang kamu baca?” tanya Lucy sembari mendekat untuk melihat buku yang sedang kubaca.

“Catatan sejarah dan buku pemograman.” Jawabku memperlihatkan buku yang akan kubaca.

“Oh..”

“Kamu?”

“Hanya buku seputar gadis.” Jawabnya sembari tersenyum manis.

Benar, dia sangat cantik jika dalam keadaan normal.

“Nama kita tercantum disini.” Jawabku menunjuk list sejarah 5 orang paling berpengaruh dalam orde revolusi.

“Wah.... untung aku tidak dicantumkan sebagai seorang mutan.” untuk pertama kalinya aku tertawa santai. Dan itu karena Lucy.

“Peter. bukankah kau pernah bilang kepadaku bahwa kau ingin melihat kecantikanku saat keadaan normal?” Tanyanya iseng.

“Iya, lalu?” Jawabku dengan ekspresi biasa.

“Ehm..” Menggoda Lucy selalu menyenangkan. Wajahnya yang merona membuatnya terlihat lebih manis.

Dengan harum mawar, rambut dikuncir ekor kuda, mata indah berwarna coklat gelap, alis yang menawan, dan bibirnya yang sensual. Dia mengenakan setelan kemeja putih dan celana jins yang menambah pesonanya. Ini adalah pertama kalinya aku memperhatikan penampilan seseorang, seorang gadis pula.

“Cantik, jauh lebih cantik daripada saat pertama kita bertemu.” Pujiku sambil menyentuh pipinya.

“Terima kasih Peter, jika saat itu kau tidak datang, mungkin sekarang aku tidak akan berada disini.” Ujarnya saat kami keluar dari perpustakaan kota untuk makan es krim di Cafe yang bersebelahan dengan perpustakaan.

“Sama-sama Lucy.”

“Lucy..”

“Iya?” Kami berhenti berjalan, tepat di bawah pohon besar pinggir jalan yang menggugurkan bunga sakura.

“Apa jawabanmu jika aku memintamu untuk terus bersamaku, lebih dari sekedar teman?”

“Peter, jika waktu tidak berkeberatan, dia akan menunjukkan apa yang bisa dilakukannya. Untuk saat ini aku telah bersyukur karena waktu mempertemukan kita”

AishtaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang