Episode 1 Merah Marun

95 1 0
                                    


‘Tulang belulang yang ditemukan di TKP, membuat Polisi memaksa menambahkan satu catatan baru mengenai motif pembunuhan yang dilakukan si pembunuh’

“Kata tulang belulang yang kau gunakan tidak menarik pembaca masuk kedalam cerita pembunuhan yang mengerikan, itu lebih seperti Kanibalisme..!” ujar seorang gadis dihadapanku, rambut nya yang diikat kuncir kuda tak mampu menutupi panjang yang sebenarnya.

Aku yang di kritik dengan kata-kata kurang tajam seperti itu tak tergubris sedikit pun. Jari-jari lentikku yang sudah terbiasa mengetik ribuan kata perhari, masih lincah merangkai kata demi kata hingga menjadi sebuah kalimat yang padu. Siang ini, aku sengaja tidak langsung pulang dan lebih memilih mampir di kantin bersama Rachel.

“Lalu jenis pembunuhan seperti apa yang harus kugambarkan?,” aku mulai gusar dengan imajinasiku sendiri. Hari ini sepertinya otakku tidak berjalan mulus seperti biasanya.

Mata gadis itu seperti menerawang sesuatu, melihat kearah ku dengan lembut, lalu berubah tajam dengan seringai yang mengerikan. Paras cantik dengan wajah putih hampir kepucat, seringai itu lebih seperti senyum Kuntilanak dimataku. Merasa membuatku tak nyaman Rachel memalingkan pandangannya kearah lain. Sejenak ia menarik nafas cukup dalam, lalu kembali menatapku. Ia membenarkan rambutnya agar poninya tak menutupi mata.

“Pembaca sangat tertarik pada logika karakter,” bibirnya tersenyum, membuatku merasa kesal. Ia akan tersenyum ketika merasa puas telah mengungguliku dalam suatu hal.

“Hentikan senyuman itu!!”
“Berhentilah merasa menang dalam hal ini Chel, tak butuh waktu lama buatku untuk bisa mengunggulimu dalam dunia tulis-menulis,” ujarku mantap. Senyumnya tadi langsung hilang dan dibalas dengan wajah kecut dan kesal.

Gadis itu berdiri, dan pergi meninggalkan ku. Mungkin ia merasa kesal dengan ucapanku. Apa aku berlebihan? Tidak, itu jelas salahnya karena merasa dapat menyaingiku, Mr. Perfect. Rachel Adriana Lestari, gadis yang menaruh jiwanya pada selembar kertas dan raganya serangkaian kata demi menciptakan kalimat yang mampu menarik pembaca hingga ke level Hipnotis. Beberapa Novel karyanya telah terbit dan membooming, salah satu ceritanya yang berjudul “Pinggir Hati” mampu membuat hampir seluruh pembaca di kampus ini menangis tersedu-sedu. Berbeda dengan karya pertamanya “Saat Pertamaku”, cerita yang mengisahkan kehidupan seorang gadis yang awalnya memiliki kelainan orientasi seksual, dimana ia lebih memilih berhubungan dengan sesama jenisnya –Lesbi. Dan masih banyak lagi karyanya yang sangat bagus, telah di terbitkan. Berbeda denganku yang masih seorang pemula.

Gadis itu pun kembali. Cara berjalannya yang mengundang nafsu hewani terdalam setiap pria, tak pernah berubah sejak ia duduk dibangku SMA. Dadanya yang membusung kedepan, dan berjalan bak seorang model diatas catchwalk.

“Sepertinya aku perlu menulis sebuah novel lagi untuk menundukan sifatmu yang sombong itu Nathan Prasdityo yang PER-FECT!!” ujarnya, sambil membawa segelas cup Cappucino Cincau favorit nya.

Tatapannya yang tajam, begitu dingin dan.. Menggoda.

“Dengan kondisimu yang baru tahap awal dalam dunia menulis, takkan mampu menyamaiku, apalagi menandingiku,” ia berkata dengan nada yang cukup merendahkanku. Shit.
“Tapi, aku sadar bukan seorang Nathan namanya jika tidak mampu beradaptasi dengan cepat,” Sambung nya.

Jarinya yang lentik memutar-mutar sedotan sambil menatap tajam kearahku. Really a Bitchy eyes.

“Untuk itulah aku akan membuat satu karya lagi, agar dapat menundukkanmu Nathan!.”

Aku yang mulai jengah dengan ucapannya memilih berdiri dan pergi meninggalkannya yang tersenyum sombong merasa telah menang. Andai saja ia bukan adik dari sahabatku, mungkin aku sudah membungkam mulut nya dengan papan iklan dijalanan.

Kisah Gadis Ber KacamataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang