Episode 3 Merah Marun Akhir

35 2 0
                                    

Saat itu jam sudah menunjukan pukul 17:03 WIB. Namun, aku masih saja terjebak didalam kampus, tepatnya didalam sebuah ruangan penyimpanan. Beberapa barang disana kugunakan untuk rencana menghentikan Amelia Stevyani, dan sekarang aku dikejutkan dengan suara pintu yang terbuka.

“Krieekkk”

“Senpai..,” Suara Amel yang mulai masuk kedalam ruangan. Aku hanya mengintip kecil dari balik loker yang terbuka untuk memastikan posisinya sudah pas atau belum.

“Keluarlah Senpai aku tau kau ada disini..!”

‘Keluar? Untuk apa? Hanya agar kau bisa menusukku?’, batinkku.

Jantungku berdebar semakin kencang berharap rencana ini berjalan dengan lancar. Amel berjalan mendekati lokasi yang sudah kusiapkan, kulirik jam tangan yang kupakai 21 detik sebelum acara utama. Ia pun berjalan ketengah ruangan, mendekati sebuah meja. Hingga...

“One.. Two.. Three.. Four..!! I WANT YOU.. I NEED YOU.. I LOVE YOU..” suara dering alarm dari JKT48 yang kusetting pun akhirnya berbunyi.

Amelia pun melangkah menghampiri meja tersebut. “Disitu kau rupanya.”
Saat perhatiannya mulai lengah, aku mendorong loker yang tepat berada dibelakangnya dan menimpa tepat hingga seluruh tubuh gadis itu masuk kedalam loker. Karena posisi Amelia berdiri saat ini berada tepat di belajang meja dan berada tepat membelakangi loker yang ku jadikan perangkap.

“DEBUMMM!!”

Loker itu jatuh menimpa Amelia, membuatnya terkurung untuk sementara didalam loker.

“Aku pikir sudah saatnya kau berhenti, Amel..!,” ujarku.

Tapi, tanpa diduga Amel menusukkan belatinya keloker dan merobeknya. Menciptakan sebuah lubang cukup besar untuk dirinya keluar.
“Astaga, apa aku sedang berada di film horror?,” kataku terkejut.

“KAK!! KO GELAPP?,” teriak Amel kebingungan.

Aku pun sedikit dibuat terhibur akan ulahnya, sebuah ember yang menutupi kepalanya membuatnya tidak lagi menakutkan seperti beberapa detik yang lalu. Seandainya ia sedikit bersikap lebih manis, mungkin akan terlihat sangat imut. Tangannya yang mencoba meraih sesuatu didekatnya, semakin menambah kesan lucu dalam dirinya. Astaga Amel.

“KAK!! APA YANG KAU LAKUKAN?,” teriakannya semakin histeris.

“Kau memakai ember dikepalamu!,” ujarku, hampir saja aku dibuat tertawa olehnya.

Tiba-tiba..

“Kruuukkk,” Aku mendengar suara yang persis seperti suara perut seseorang yang kelaparan.

“Kau lapar?,” tanyaku memastikan padanya. Wajahnya terkejut, pipinya merah merona seperti menahan malu. Selepas ia melepaskan ember dari kepalanya. “Hu-uh,” jawabnya malu-malu.

“Jika kau berjanji tidak akan menusukku aku akan mentraktirmu makanan!”

“Kalo gak bisa?,” tanya nya.

“Cobalah untuk menahannya, bodoh!,” jawabku kesal.

“Okey, tapi jangan salahkan aku jika tanganku bergerak sendiri dan menusukmu..,” ujarnya.

“Lah?, itukan tanganmu ya kau lah yang akan ku salahkan!,” aku benar-benar dibuat kesal olehnya.

“Tapi, tanganku punya mata sendiri. Lihat!,” katanya menyodorkan tangan kanannya yang masih menggenggam belati. Dan, benar saja. Sepasang bola mata berada tepat diatas tangannya. Sepasang bola mata yang digambar oleh pulpen, dia seperti anak TK. Aku hanya menatapnya dingin.

“Benarkan, jadi jangan salahkan aku!,” ujarnya, benar-benar dia telah membuatku kesal melewati batasnya.

~o0o~


“Kenapa kau selalu ingin menusukku?, apa kau tidak berfikir itu menyakitkan?,” ujarku memulai percakapan diantara kami. Setelah kejadian diruang penyimpanan, aku memutuskan mengajaknya makan di sebuah cafe Pizza Domino.

“Itu karena salahmu!,” jawabnya dingin. Tangannya terus saja memasukkan potongan demi potongan pizza kedalam mulutnya. Benar-benar seperti anak TK.

“Loh ko?.”

“Ywa lwah, swurwuh swiapwa kwau mwenghwalwangikwu uwntwuk bwunwuh dwirwi? (Yalah, suruh siapa kau mengahalangiku untuk bunuh diri?),” jawabnya dengan mulut penuh dengan potongan pizza.

“Makan lah dengan perlahan Amel!”
“Dan juga seharusnya kau berterima kasih, karena aku telah menyelamatkan nyawamu bukannya malah kau ingin menusukku!,” protesku. Ku teguk teh jeruk hangat yang tadi kupesan hingga tersisa seperempat gelas.

“Kau tidak akan mengerti!,” ujarnya yang langsung berhenti menyomot potongan pizza. Wajahnya seketika lesu dan terlihat sedih.

“Kalau begitu jelaskan!,” jawabku ngeyel.

“Hu-ftttt!!”
“Biar aku ceritakan, dulu...” Amelia pun mulai menceritakan kisahya padaku.

Dulu Amelia tinggal bersama kedua orang tuanya disebuah rumah, dikota Cimahi. Amelia Stevyani merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, mereka berempat tinggal bersama dan hidup bahagia. Hingga suatu hari, kakaknya yang bernama Bella Stevyani pergi untuk mencoba merantau di kota Jakarta. Setahun pun berlalu, Bella tidak pernah lagi menghubungi keluarga sejak ia memilih pergi merantau. Namun, disuatu malam segerombolan orang datang kerumahnya dan mengacak-acak isi rumah keluarga Amel. Ayahnya, sempat melawan gerombolan orang itu namun, karena kalah jumlah ayahnya pun tertangkap dengan mudah. Kedua orang tuanya diikat lengan dan kakinya, lalu mereka dibunuh tepat dihadapan Amelia. Saat itu Amelia hanya bisa menangis disamping mayat kedua orang tua nya, hingga sesosok orang yang selama ini menghilang muncul dihadapannya.

“KAK BELLAA... hiks hiks hiks..” Amel langsung memeluk kakanya itu dan menangis sejadi-jadinya.
“Mamah ka, ayah juga ka mereka dibunuh... hiks hiks hiks..”

“Yang sabar ya adikku...” ujar Bella mencoba menenangkan adiknya.

“Siapa yang tega ngebunuh ayah sama mamah, kak? Hiks hiks, kenapa mereka tega?”

“Aku...”

“Kakak? Hiks hiks.. apa maksud kaka?,” tanya Amel yang kurang paham akan maksud Kakanya.

“Aku lah yang menyuruh mereka membunuh ayah dan mamah!.”

Begitulah cerita yang disampaikan Amel. Sedikit membuatku terharu, dan ikut merasakan duka yang dalam. Melihat kedua orang tua dibunuh didepan mata kita sendiri, bagiku Amel cukup kuat untuk tidak menangisinya terlalu lama. Tapi, apa hubungannya dengan dia ingin bunuh diri dan menusukku?.

“Lalu, apa alasanmu ingin menusukku!,” tanyaku. Amel tidak menjawab dan lebih sibuk mengunyah pizza. ASTAGA!, aku dibuat darah tinggi olehnya.
“Kalau begitu berhentilah menusukku, apa kau tidak berfikir itu menyakitkan? Dan bagaimana bila aku mati?.”

“Aku tidak bisa berhenti berlatih..” jawabnya calm. ‘Wait, dia bilang berlatih? Jadi maksudnya aku dianggap sebagai media latihannya gitu?’, batinku.

“Maksudmu, kau menjadikanku sebagai media berlatih?,” tanyaku terdengar ironis.

“Hu-uh,” jawabnya singkat dan memasang wajah seperti tanpa dosa. WHAT A PROBLEM WITH HER?. Benar-benar gadis terkutuk. Bisa-bisanya dia membahayakan nyawa seseorang dengan sikap yang biasa saja seperti itu. Harus dibawa ke RSJ kayanya.

“Aku tidak bisa berdiam diri jika dia masih hidup!,” jawabnya lebih serius.

“Mengapa kau ingin membunuhnya?, apakah itu mampu mengembalikan sesuatu yang telah hilang?.”

“Itu bukan urusanmu,” jawabnya.
“Tapi.. untuk hari ini aku tidak akan menusukmu.”

“Kenapa?,” tanyaku mulai merasa lega.

“Karena kau sudah mentraktirku.”

“Kalau besok?.”

“Aku akan kembali menusukmu!.”


‘Aku menyerah!’

Kisah Gadis Ber KacamataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang