"Ayolah Stella, apakah hanya itu kemampuanmu?"
"Ta...tapi memang ini kemampuanku nek." ujarku terengah-engah.
"Astaga,pantas saja kau ada di kelas terendah di akademi sihir."
Aku mencoba lagi dan lagi tapi tetap saja tidak pernah melampaui nenek Smith.
Bagaimana nenek tua itu bisa secepat itu padahal umurnya sudah 50 tahun?"Ne...nenek kita istirahat dulu ya?" Ujarku kelelahan
"Hmm...baiklah."
Aku langsung menjatuhkan tubuhku diatas rumput hijau sembari menatap birunya langit, aku langsung bangkit mencoba mencari keberadaan Nenek Smith. Dibawah pohon rindang Nenek Smith tengah meminum teh hijau kesukaannya. Tempat ini begitu damai dan tenang, tidak ada suara kecuali air terjun dan kicauan burung yang meneduhkan para pendengarnya. Aku menghampiri Nenek Smith yang tengah meminum tehnya.
"Nek, kapan aku bisa pergi keluar sana jika aku terus-terusan latihan disini?"
Sontak Nenek Smith langsung memukulku dengan sendok kayunya.
"Ckckck, baru berlatih setengah hari saja kau sudah menyerah dan putus asa. Bersemangatlah Stella, bahkan benih bunga butuh waktu lebih dari setengah hari untuk bisa tumbuh menjadi indah."
Aku menggaruk kepalaku tidak mengerti akan apa yg Nenek Smith katakan. Menyadari hal itu nenek hanya geleng-geleng kepala.
"Artinya tidak ada yg instan didunia ini. Yg lemah harus berusaha untuk kuat dan yang kuat harus terus berlatih agar semakin kuat."
Mulutku membentuk huruf O pertanda mengerti dengan apa yg Nenek Smith katakan. Aku langsung bangkit, mengambil sepotong roti lalu melahapnya.
"Kalau begitu aku harus bertambah kuat! Ayo nek kita latihan lagi!" ujarku penuh semangat.
Nenek Smith tersenyum, ia segera bangkit, meletakkan tehnya dan berujar
"Baiklah, ayo kita mulai dengan latihan memanah. Setidaknya kau bisa mengenai target dan meloloskan diri dari apa pun yang membahayakanmu."
Aku mengangguk semangat, segera mengambil panahan yg terbuat dari kayu jati dan segera mengikuti Nenek Smith ke tempat aku akan berlatih memanah.
"Nah,kemarikan panah itu Stella! Biar nenek tunjukan bagaimana cara memanah."
Aku menyerahkan panahan itu pada nenek Smith. Awalnya Nenek Smith membidik sasaran, dan langsung melepaskan anak panah Itu. Anak panah itu melesat dan tepat mengenai sasaran. Nenek smith langsung memberikan panahan itu.
"Cobalah."ujarnya.
Aku sangat bersemangat, aku mengambil satu anak panah membidik dan... Ah, sayang anak panah itu meleset dari target. Aku tidak berputus asa dan terus mencobanya.
Tidak terasa hari semakin sore, tanganku juga sudah lelah dan sakit. Nenek Smith menyuruhku untuk berhenti. Ia mengajakku untuk kembali, sesekali aku melihat sasaran yang aku gunakan tadi tidak satupun dari anak panah itu mengenai target. Pandanganku berubah sedih, ah andai aku sehebat kakakku dalam hal memanah. Pasti sekarang aku sudah pergi keluar sana, jauh dari semua masalah. Walau kusadari saat ini aku hanya mencoba lari dari segala masalah yg aku buat Di desa.
***
Dihari-hari berikutnya aku melakukan hal yang sama secara terus-menerus. Pada pagi sampai siang hari aku berlatih meningkatkan kecepatan dan sisanya akan berlatih panahan sampai sore tiba dan malam harinya aku melatih kemampuan sihirku.Seminggu telah berlalu seiring berlalunya hari kelincahan dan teknik memanahku semakin membaik. Dihari ini aku berhasil melampaui Nenek Smith dalam hal kelincahan, anak panahku berhasil mengenai target, dan kemampuan sihirku semakin membaik. Saatnya aku pergi, melihat dunia luar yang sangat aku dambakan. Walau kuakui tempat ini sangat indah dan mampu membuatku sedikit lupa pada masalah yang ada.
"Ah,Stella...inilah waktunya." ujar Nenek Smith sendu.
"Ya nenek, aku akan sangat merindukanmu. Jangan lupakan aku ya nek."
"Tentu Stella, tentu."
Aku menatap Nenek Smith begitu pula sebaliknya. Aku langsung memeluknya dengan erat, melepas semua kesedihan yang akan aku alami kala berpisah dengannya.
"Nenek, nenek sudah seperti orang tua ku sendiri. Bahkan nenek lebih baik dari mereka."
"Terima kasih Stella, nenek akan selalu mendukungmu disaat yg lain mencemoohmu."
Aku melepas pelukan, kembali menatap Nenek Smith. Nenek Smith tersenyum dan memberikan sesuatu padaku.
"Aku ingin kau memiliki kalung ini Stella."ujar Nenek Smith seraya memakaikan kalung itu keleherku.
"Kalung ini sangat berharga, jagalah. Walau tak semahal dan Seindah permata kalung ini sangat berarti untuk nenek."
"Dan...nenek mempercayakannya padaku?" ujarku ragu.
"Ya,nenek percaya padamu Stella."
Air mataku langsung jatuh mendengar penuturan Nenek Smith. Aku sangat terharu dengan kata-kata itu, seumur hidup belum ada yang memberikan kepercayaannya padaku. Sekali lagi aku memeluk Nenek Smith dan beranjak pergi dari sana yang akan membuat perasaan rindu tiada henti setiap aku memikirkan Nenek Smith.
Dan aku berjanji setelah berhasil mencapai tujuan, aku akan pergi menemuai Nenek Smith. Pasti!
TBC
Hai, cerita ini telah update.
Sorry ya,kalo pas bagian perpisahan stella sama nenek smith kurang dapet feelnya.
Thanks buat yg udah baca cerita ini baik yg siders maupun nonsiders. Saran dan kritik sangat author harapkan dari pembaca sekalian.
See you at the next chapter!

KAMU SEDANG MEMBACA
a witch and human
FantasyStella Vermillion adalah seseorang yg memimpikan kebebasan dan cinta sejati,tapi siapa yg tau kalau kedua hal itu malah menimbulkan kehancuran bagi sejenisnya. . . . . . . . . . . . Ini hasil kolab dengan temen yg nama akunnya @pie_pi Note:baca kalo...