CHAPTER 5

12 3 2
                                        

Sekarang disinilah aku, berjalan mencoba mencari desa terdekat. Aku bahkan tidak yakin dimana aku sekarang, apa aku ada dihutan dimana aku pertamakali bertemu Ryota? Ah, entahlah.

Dari kejauhan terdengan pekikan hewan—yang aku rasa itu adalah babi liar yang terdengar seperti akan meregang nyawa. Pasti ada manusia disekitar sini, karena setahuku dihutan ini tidak ada macan atau singa. Kalaupun Itu serigala, itu tidak mungkin karena serigala hanya aktif dimalam hari. Itu yang dikatakan nenek Smith, jadi malam ini aku harus menemukan desa jika tidak terpaksa aku harus tidur diatas pohon.

Aku mulai mengendap-endap layaknya pencuri, aku bersembunyi dibalik semak berusaha mengintai. Ku lihat sesosok tubuh tegap dengan rambut hitam tengah mengikat kaki buruannya. Tunggu postur tubuh itu kenapa mirip Ryota? Ah, aku tidak yakin itu dia. Bagaimana kalau itu orang lain? Bisa diintrogasi habis-habisan nanti. Tapi toh nenek Smith sudah mengajariku sihir penghilang ingatan, mungkin kali ini aku bisa sedikit nekat.

Aku mencoba berjalan santai kearahnya, oh astaga apa yang harus aku katakan? 'Hai' mungkin, ah tidak tidak...

"Mmm.... Ryota?"  

Laki-laki itu mendongak kearahku, astaga untung dia Ryota. Dewi Fortuna sedang berpihak padaku.

"Ste...Stella? Kau kah itu?"

"Emmm... Ya ini aku, lama tak jumpa."ujarku sedikit kikuk.

Awalnya ia hendak menyalamiku, namun melihat tangannya yang kotor dengan darah ia mengurungkan niatnya dan tersenyum.

"Tersesat lagi?"

Aku tersenyum lebar.  

"Hhe, iya."

                          ***

Sekarang disinilah aku di sebuah pasar, alasan aku bisa disini karena Ryota mengajakku untuk  menjual hasil buruannya tadi dihutan. Tentu dengan senang hati aku menerimanya, karena aku tidak mengenal orang lain didesa ini selain ryota.

Pasar ini ramai, dipenuhi hiruk pikuk manusia yang berbelanja ya walau tidak seriuh festival waktu Itu. Bau makanan tercium dimana-mana dan bentuknya kelihatan lezat, aku lapar.... Aku terlalu asik asik memandangi makanan sampai menubruk Ryota.

Aku memandang toko dihadapanku saat ini, 'toko daging' begitu yang terpampang di papan nama toko itu. Ah dan ada tulisan lainnya, 'menjual berbagai macam daging dan tentunya sangat segar'.
Ryota mengajakku masuk kedalam, didalam toko itu orang-orang menguliti dan memotong daging. Bau anyir darah menguak dimana-mana membuatku ingin sekali muntah. Ryota meletakkan hewan buruannya diatas meja, terlihat ia sedang berbicara dengan salah satu pegawai disana. Pegawai itu terlihat menilai-nilai hewan itu lalu mengacungkan jempol, menepuk-nepuk bahu ryota—kalau kata sensei itu cara manusia mengeskpresikan perasaan bangga— pegawai itu langsung mengambil kantung yang berisi uang kepada ryota. Ryota menghampiriku dengan senyum cerah secerah hari ini, otomatis aku pun ikut tersenyun dan mulai mengikutinya berjalan keluar toko.

                           ***

"Hei Stella, kau ini sebenarnya dari desa mana? Kenapa kau bisa tersesat dihutan?"ucapnya seraya memakan dango.

"Ah, itu aku berasal dari desa sebelah, dan soal aku tersesat di   hutan...karena aku sendiri tidak tau aku mau pergi kemana."

"Ini sudah dua kali kau tersesat. Apa kau punya masalah didesamu?"

Aku sedikit tersentak namun langsung aku tutupi.

"Iya...aku bertengkar dengan orang tuaku. Makanya aku melarikan diri dan malah tersesat dihutan."

"Wow, untuk ukuran seorang perempuan itu hebat, desa sebelah jauh dari sini. Dimana kau akan Tinggal?"

"Mmm...itu yang jadi masalahnya. Aku kehabisan uang ditengah jalan. Mmm...ka...kalau boleh, apa aku bisa menginap dirumahmu?"

Ryota terkejut dan langsung tersedak.

"Ap...apa?di...dirumahku? Yang benar saja Stella, aku tidak mau dikira aneh-aneh oleh warga setempat. Apa lagi orangtuaku, apa kata mereka nanti!?"

Aku menghela napas.

"Maaf, memang tidak bisa ya."

Wajahku berubah putus asa, apa yang harus aku lakukan? Tinggal dimana aku? Haruskah aku menggelandang disini?
Ryota menatapku iba.

"Ah, tapi kalau dirumah temanku mungkin bisa."

Aku menatapnya dengan pandangan berseri-seri.

"Be...benarkah itu?"ujarku senang

"Sepertinya."

Yes, akhirnya aku punya tempat  tinggal.

                          ***

Setelah berjalan sekitar 10 menit dari pasar, kami tiba di sebuah rumah yang lumayan besar. Ryota mulai mengetuk pintu kayu rumah itu, tidak lama seorang perempuan berambut hitam panjang membuka pintu itu.

"Ah, Ryota dan..."ujarnya menatapku dengan pandangan menyelidik.

"Stella." aku tersenyum.

"Ah, Stella. Ada apa kalian kemari?" 

Ryota menceritakan kronologis kami bertemu, dan aku menceritakan masalahku. Gadis itu terlihat menimbang-nimbang sebentar kemudian ia tersenyum.

"Baiklah, lagi pula aku kesepian dirumah ini. Kau mungkin bisa jadi temanku, oh atau kita mungkin bisa menjadi saudara. Kenalkan aku Mei." ujarnya seraya menyodorkan tangannya hendak menyalamiku.

Aku menyambut uluran tangannya dan tersenyum manis. Inilah langkah awal aku memulai semuanya, yang menjadi titik awal yang mengubah masa depanku.    

TBC

Hai, cerita ini telah update.

Thanks buat yg udah baca cerita ini baik yg siders maupun nonsiders. Saran dan kritik sangat author harapkan dari pembaca sekalian.

See you at the next chapter!


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

a witch and humanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang