Aku di sebuah ruang hampa, berbentuk persegi, di-tutupi plavon berjarak kira-kira tiga meter dari lantai keramik yang berwarna putih, dan selembar kasur terbentang merapat ke dinding dengan warna abu abu pekat, di hiasi topi topi piknik ala eropa pikirku.
Aku di sebuah ruang hampa yang menurutku tempat yang pas untukku menyeruakkan sel sel otakku yang penuh dengan segala hal. Tentangmu, tentangku, tentang mereka, tentang langit, tentang senja, tentang apapun itu.
Semua bergabung seperti sinestesia yang tak berhenti memaknai indra.Aku di sebuah ruang hampa, terbaring dalam selimut, berkelut, meringkuk, pikuk, terpuruk.
Kelam melumat hampir menyeluruh, menyisakan penglihatanku.
Namun tetap saja kelam membuatku buta, hanya bisa meraba apa yang terasa.Aku di sebuah ruang hampa, meronta asa. menjerit tak menggema, tak ada suara.
Aku berkelahi dengan diri, tanpa henti, tanpa tapi, tanpa kaki.
Setengah ku rasa berelegi; mencari tempat sendiri untuk bersembunyi.
Tapi belantara mengitari rasa, tumbuh tak jua mereda.
Membelenggu sampai luka.Aku masih di sebuah ruang hampa yang sama, tak berubah sampai mereka reda. Terlilit kencang tanpa celah sedikitpun. mengakar resah; menembus tanah, berdarah hingga gelisah merebah.
Sekarang terserah.
Aku hanya rempah yang pasrah untuk di jarah.Ya, aku tak punya arah; berjalan lengah terus perlahan patah!!!
_15 . Mei . 2018_