9. Bertempur

9.9K 185 9
                                    

Pak Nugraha tersenyum bahagia, tangannya mengelap sisa-sisa sperma yang menempel di tepi bibirnya. Dengan tatapan cabul dia bangkit dari tempat jongkoknya dan berjalan menuju ke sebuah lemari kayu. Dia mengambil selembar kain handuk dan peralatan mandi yang masih baru. Kemudian laki-laki yang berjalan lenggak-lenggok seperti bebek ini menyerahkan benda-benda itu kepadaku.

''Pakailah handuk, sabun dan shampoo ini buat mandi!'' kata Pak Nugraha seraya meletakan benda-benda itu di tanganku, ''kamar mandinya ada di sebelah sana!'' imbuhnya sambil menunjuk arah ke tempat kamar mandi.

Aku tak bergeming, mataku nanar memandang pria ngondek itu dengan tatapan sayu yang tak fokus. Lalu, dengan tubuh yang masih telanjang bulat, aku bergerak menghampiri kamar mandi. Di kamar ini, aku menggantungkan handuk pada sebuah kapstok serta meletakan sabun dan shampoo-nya pada papan yang telah tersedia. Kemudian perlahan aku menyalakan shower-nya, hingga semprotan airnya berjatuhan membasahi tubuh kotorku.

Tanpa sadar di tengah guyuran air shower, aku menitikan air mata, saat aku memikirkan pergolakan nasib yang menimpa diriku. Bertubi-tubi aku harus menghadapi kenyataan pahit yang mampu mengoyakan sendi-sendi kehidupanku. Aku kehilangan Ayahku dan kini kehilangan keperjakaanku. Aku tidak habis berpikir, mengapa aku harus menyemburkan madu keperjakaanku ke mulut laki-laki banci yang brengsek semacam Pak Nugraha. Aku benar-benar sangat sedih, aku seperti kehilangan taji sebagai seorang laki-laki sejati. Aku benci pada diriku sendiri. Aaaaaaackhhhhh ... rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya, agar aku bisa terbebas dari beban penderitaan ini. Namun tugasku belum selesai, aku masih harus melayani laki-laki tua bangka itu dan menjadi budak nafsunya. Dan mau tidak mau, puas tidak puas aku harus menikmati semua itu.

Setelah ritual mandi, aku kembali ke ruang tidur. Di situ aku melihat Pak Nugraha duduk bersandar pada tumpukan bantal dan hanya mengenakan kain sarung kotak-kotak. Bibir gempalnya tersungging, kala menatap keberadaanku yang kini hanya melilitkan handuk sebagai penutup wilayah badan tervitalku.

''Hahaha ... kau seksi sekali, Juno!'' guman Pak Nugraha memujiku. Kemudian dia beranjak dari ranjang tidurnya dan berjingkat ke arah meja. Laki-laki tua itu meraih sebuah gelas yang berisi ramuan sesuatu yang tak aku ketahui. Dia membawakannya kepadaku.

''Apa ini?'' tanyaku, ketika dia menyodorkan gelas itu ke tanganku.

''Jamu vitalitas, Jun ... minumlah biar kamu bertambah bugar!'' terang Pak Nugraha dengan senyuman genitnya yang menjijikan.

Sebelum meminum ramuan ini, aku menciumnya terlebih dahulu. Aromanya cukup meyeruak hidungku semacam ada campuran aroma jahe dan rempah-rempah yang lainnya.

''Minumlah, Jun ... tenang ... aku tidak akan meracunimu,'' kata Pak Nugraha mempengaruhiku, ''lagipula itu ramuan herbal dan sangat baik untuk kesehatan tubuhmu!'' lanjutnya meyakinkan aku.

Dan tanpa ragu lagi, aku pun meminum jamu ini. Mmm ... rasanya agak getir dan terasa nyegrak di tenggorokan. Pak Nugraha langsung memberikan aku secawan madu untuk menetralisir lidahku, agar tidak merasakan pahit lagi.

''Gimana, Jun ... enak, bukan?'' ujar Pak Nugraha.

Aku tak bersuara, aku hanya menghela nafas panjang.

''Hehehe ... tunggu reaksinya beberapa saat lagi. Kau pasti akan merasa senang, hehehe ...'' Pak Nugraha menepuk-nepuk bahuku dengan gerakan melambai-lambai. Lalu laki-laki berkumis tebal ini membaringkan diri di atas kasur seolah dia telah menyiapkan sesuatu sebagai bagian dari rencana busuknya.

Beberapa menit kemudian, setelah aku meminum ramuan rahasia itu, tiba-tiba saja aku merasakan hawa panas yang menyelimuti sekujur tubuhku. Jantungku jadi berdebar-debar hebat, perasaanku jadi gelisah dan ada yang bergerak-gerak lincah di area selangkanganku.

T U M B A LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang