9

1K 128 9
                                    

WENDY POV

Ini hari terakhir aku di Daegu, aku ingin bertemu Irene sebelum kembali ke Seoul. Irene menyetujuinya, kami akan bertemu di Starbucks biasa. Sebelum menemuinya, aku mampir ke toko parfum membeli hadiah untuk Irene. Aku rasa aku sangat gila sekarang, aku rela mengeluarkan uangku untuk Irene semenjak aku menyukainya. Tak lupa juga aku membelikan oleh-oleh untuk Yeri. Setelah membayar aku langsung menuju Starbucks, sesampainya di sana ternyata Irene belum datang jadi aku menunggunya.

"Kamu tidak memesan ?", barista menyapaku.

"Nanti saja, aku sedang menunggu seseorang", jawabku tersenyum.

"Siapa ? Irene ?", barista itu menebak dengan tepat.

"Bagaimana kamu tahu ?", aku tertawa tak percaya.

"Kamu menyukainya ?", bukannya menjawab pertanyaanku dia malah menanyakan lagi hal yang membuatku salah tingkah.

"Hahaha... kamu gila ?", aku mencoba mengalihkan.

"Tidak perlu menyembunyikannya dariku, aku tahu dari gerak-gerikmu. Tenang saja, aku sama sepertimu tapi Irene bukan tipeku", barista itu tersenyum yang membuat aku takut karena dia mengetahuinya tapi ternyata dia sama denganku.

"Hahaha... kenapa kamu tidak mengatakannya sejak awal ? Aku bahkan takut orang lain mengetahuinya. Lalu, apakah Irene juga sama seperti kita ? Dia kan sering ke sini dan kamu juga sering melihatnya", tanyaku penasaran.

"Entahlah, walaupun dia sering kemari tapi aku bukan sahabatnya dan tidak mungkin juga kan dia akan mengaku secara terang-terangan ? Tapi pertama kali dia bertemu denganmu dia sudah menunjukkan ketertarikannya denganmu. Kamu ingat tidak saat aku meminta username instagrammu ? Itu karena Irene penasaran denganmu", barista menceritakannya panjang lebar.

"Benarkah ?", aku tak percaya.

"Kalau tidak, bagaimana dia bisa mengetahui instagrammu ? Eh Irene datang, kita lanjutkan nanti", barista itu tersenyum.

Kami memutuskan untuk bertukar nomor telepon karena aku pikir aku akan butuh bantuannya.

IRENE POV

Hari ini aku janji dengan Wendy untuk bertemu di Starbucks karena besok dia akan kembali ke Seoul. Tiba-tiba aku teringat perkataan Joy kalau Wendy menyukaiku. Apakah benar ? Tapi tidak mungkin dia menyukai wanita. Tapi kenapa setiap hari dia mengirimkan makanan ? Aku bertanya-tanya sendiri dan tak menemukan jawabannya.

Aku berpakaian, memakai make-up tipis dan tak lupa menyemprotkan parfum aroma vanilla favoritku ke tubuhku. "Ah parfumku hampir habis, aku akan membelinya nanti setelah bertemu dengan Wendy", aku bicara sendiri.

Aku langsung bergegas menuju Starbucks dan kali ini aku menyetir sendiri. Hanya sekitar 20 menit aku sudah sampai di Starbucks, ku parkirkan mobilku tepat di depan Starbucks. Ku lihat dari luar Wendy sudah berada di sana sedang mengobrol dengan barista. "Dia orang yang sangat supel", gumamku. Semua dinding Starbucks berdindingkan kaca jadi aku bisa dengan leluasa melihat Wendy dari luar. Lagi-lagi dia membuatku kagum, selalu terlihat keren. Dia mengenakan t-shirt yang dilapisi dengan blazer abu-abu dan rambut yang diikat satu. Setelah puas melihatnya dari luar, aku masuk dengan santai seolah baru saja datang (padahal aku sudah berada di luar dari 5 menit yang lalu).

"Hai...", sapaku.

"Hai...", mereka berdua menyambutku dengan wajah sumringah.

"Kamu sudah lama ? Sudah pesan ?", tanyaku pada Wendy.

DON'T UNDERESTIMATE MY FEELINGSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang