By: triboymustika
***
"Selamat bertugas, Papa!"
Aku mengecup keningnya lembut. Di usia yang sudah melewati angka empat puluhan, dia tetap terlihat cantik. Perempuan yang telah menemaniku dalam susah dan senang. Wanita yang aku nikahi atas dasar cinta dan kasih sayang. Ibu dari anak-anakku dan penjaga kehormatanku sebagai seorang suami, ayah dan kepala keluarga.
Entah kenapa, ada sesak yang menyapa dada di pagi ini. Mataku terasa panas, seakan-akan kecupan yang kulakukan tadi adalah hal terakhir yang bisa kuberikan kepadanya.
Tugasku sebagai abdi negara dan pengayom masyarakat, telah membuatku peka dengan hal-hal yang kurang wajar. Perasaanku tidak enak, ada sejumput kekhawatiran yang kutangkap di matanya.
"Pulanglah dengan selamat!" bisiknya setelah memeluk tubuhku erat. "Besok sudah Ramadhan, anak-anak pasti akan senang bisa tarawih perdana dengan Papa-nya."
Aku tidak pernah bisa mengikrarkan janji pasti ke dia dan anak-anak. Tugas membuatku harus sedia berkorban waktu, tenaga, harta, darah dan nyawa. Dan mereka tahu resiko itu. Walau selama ini aman-aman saja, tapi, beberapa hari ini, negara ini sedang bergejolak. Ada yang sengaja membuat keresahan di masyarakat dalam menjemput bulan penuh rahmat. Entah apa maksud dan tujuan mereka membuat kekacauan.
Kuberikan senyuman terbaikku. Kembali kukecup keningnya dan sesaat kemudian kendaraan sudah membawaku menuju tempatku biasa bekerja.
Matahari masih seperti biasa. Bersinar dengan setia. Walau tidak terlalu garang, karena di langit sana ada segerombolan awan hitam menyerbu sang Surya. Akh, alam memang tidak bisa diprediksi. Disangka panas, nyatanya hujan. Diharapkan hujan, nyatanya panas. Manusia hanya bisa menduga-duga.
Dan apa yang terjadi selanjutnya benar-benar tidak kuduga. Ketika aku sedang mengamati sang Saka Merah Putih yang terlihat berkibar gagah di atas tiang sana, dua orang lelaki bergerak sekejap mata, mendekatiku, dan tanpa bisa kutebak, sebilah pedang panjang mereka layangkan ke tubuhku.
Aku terkejut,
Aku tidak sempat menghindar,
Aku tertegun,
Bertanya-tanya,Kenapa?
Ada apa?
Untuk apa?Kurasakan tubuhku dingin. Cairan merah mengalir dari bekas tebasan pedang. Ada luka yang tiba-tiba berdenyut di bahuku. Mereka menyeringai. Tidak pernah kulihat seringai iblis seperti itu sebelumnya. Salah satu dari mereka kembali menebas tubuhku. Aku coba menghindar. Menahan sakit akibat luka besar yang menganga. Sempoyongan, berlari dengan darah yang terus menetes, membasahi seragam kebanggaanku.
Antara sadar dan tidak. Kepalaku mendadak pusing, terdengar teriakan-teriakan yang menggetarkan hati. Sesaat kemudian suara tembakan memecah angkasa.
"Apakah mereka menembakku?" Aku bertanya dalam hati, memeriksa tubuhku sendiri. Tidak, tidak ada luka baru. Namun, kenapa terasa begitu pilu?
Di ujung kesadaranku, senyuman khawatir isteriku menyeruak,
"Papa, jangan tinggalkan kami!"
Lalu semuanya gelap.
Sunyi.
Beku.
Dingin.
Duniaku benar-benar telah dirampas paksa. Membuatku kehilangan harapan untuk bisa menikmati indahnya Ramadhan bersama keluarga tercinta.
***
Cerita ini terinspirasi dari kisah Pak Polisi yang gugur karena dibunuh manusia iblis berhati setan. Semoga arwah beliau tenang di sisi Allah dan mendapatkan rahmat dan kasih sayang dari sang Pemilik Jiwa. Aamiin.
Untuk kita semua di mana pun berada. Waspada dan selalu berhati-hati. Bencana dan petaka datang tidak terduga. Selalulah berlindung kepada Allah agar senantiasa diberi keselamatan. Aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA KITA
RandomHidup penuh dengan cerita yang terkadang tidak tersampaikan lewat tulisan. Begitu banyak hal menarik yang terjadi dalam kehidupan kita, lalu kenapa tidak berusaha mendokumentasikannya? Karena pengalaman hidup setiap orang itu pasti berbeda, makanya...