Chapter 5 - God's World

2.2K 282 14
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Seorang gadis berkulit biru gelap yang luar biasa besar tertawa geli ketika dia melengkungkan tubuh di atas saudaranya yang berbaring terlentang di pinggir Sungai Nil.

Seorang gadis berkulit biru gelap yang luar biasa besar tertawa geli ketika dia melengkungkan tubuh di atas saudaranya yang berbaring terlentang di pinggir Sungai Nil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Shu! Tefnut! Bantu aku!" seru Nut memanggil kedua orang tuanya.

Dewa Angin menghela napas dan menyebabkan pepohonan di dekatnya menari pelan. Nut dan Geb sangat senang bermain sebagai langit dan bumi. Mereka juga meminta kedua orang tuanya turun serta.

Tenfut, terkekeh. Wanita berkepala singa itu berjalan mendekat lalu menyanggah perut putrinya. Dia menunduk menatap putranya yang menyeringai lebar lalu berkata, "Apa kau yakin membiarkan manusia-manusia itu menaikimu?"

"Mereka sangat ringan. Aku sama sekali tidak merasakan apa pun," ucap Geb mencoba menghalau kekhawatiran ibunya.

Shu akhirnya ikut bergabung. Pria itu berdiri berseberangan dengan istrinya lalu ikut memapah bagian perut Dewi Langit Malam.

Atum dan Lusaset yang berdiri tidak jauh dari mereka hanya tersenyum lalu menggelengkan kepala. Tubuh kedua cucu mereka semakin besar. Bahkan kini tinggi mereka tiga kali lipat dibandingkan dirinya.

Wajah Nut dan Geb hampir bertemu. Kedua cucu Lusaset menahan tawa ketika para manusia mini perlahan-lahan menaiki tubuh Dewa Bumi. Makhluk-makhluk ciptaan Atum dan Bastet mulai berjalan untuk menjelajah daratan baru yang tidak mereka ketahui.

Keinginan menggoda untuk tiba-tiba dirasakan oleh Dewi Hujan. Wanita itu perlahan melepaskan pegangan untuk menegadahkan telapak tangan kanan ke atas dan tetes air hujan mulai turun membasahi bumi. Para manusia segera berlarian mencoba mencari tempat perlindungan. Namun, mereka tidak menemukan apa pun dan akhirnya pasrah menunggu hujan usai dengan wajah cemberut.

"Mungkin kita harus meminta Atum membuat beberapa jenis tumbuhan di atas tubuhmu," ucap Dewi Langit Malam mengamati para manusia mini yang kuyup karena ulah nakal ibunya.

Geb tidak dapat menahan tawa. Pemuda itu terkekeh sehingga menyebabkan gempa. Makhluk-makhluk yang berada di atas tubuhnya terlompat terkejut dan kembali bertingkah histeris.

"Ups," ucap Dewa Bumi merasa bersalah. Dia menelengkan kepala ke arah Dewa Pencipta dan berkata, "Atum, dapatkan kau menciptakan berbagai jenis tumbuhan dan hewan mungil untuk mereka?"

Atum berjalan mendekat. Pria itu mengamati para manusia yang berada di atas tubuh Geb dengan saksama sebelum melihat sekeliling. Memisahkan tempat tinggal para dewa dengan manusia memang merupakan tindakan bijak, tetapi membuat Dewa Bumi terlentang selamanya merupakan keputusan yang egois.

"Geb, kau tidak akan bisa berdiri lagi," ujar Atum memberikan peringatan. "Para manusia akan terus tinggal selamanya di atas tubuhmu karena mereka merasa nyaman."

Seringai lebar terbentuk pada bibir pemuda itu. Dia menatap lurus ke arah saudarinya dan berkata, "Aku tidak keberatan selama Nut selalu berada di atasku."

Mata Dewi Langit Malam melembut seketika. Mereka bertatapan lama sebelum gadis itu berkata, "Aku tidak keberatan."

Shu mengeluarkan suara protes. "Nut, aku tidak mau menyanggah perutmu terus menerus. Cukup setengah hari. Setelahnya biarkan kami melakukan kegiatan lain."

Tefnut terkekeh melihat wajah masam pasangannya.  Mereka juga ingin memiliki waktu berdua tanpa gangguan. Sama seperti Atum dan Lusaset.

Namun, Geb sama sekali tidak menyadari kejengkelan ayah mereka. Dewa Bumi sedang menahan napas dan terpukau mengamati ekspresi saudarinya. Rambut hitam Nut yang cukup panjang  menjadi tirai dan menutupi kedua pipinya.

"Aku tidak masalah meski hanya setengah hari untuk setiap harinya." Geb tiba-tiba berbisik. "Selama Nut bersedia sedekat ini."

Dewi Langit Malam tiba-tiba menunduk untuk mencuri ciuman singkat dari bibir saudaranya yang terkejut. Gadis itu mengangkat wajah dan menyeringai. "Geb harus berjanji untuk tidak bergerak. Kita tidak ingin membuat para manusia itu jatuh, kan?"

Jantung Dewa Bumi berdegup cepat. Dia menelan ludah dan menjawab. "Atum, aku tidak keberatan. Buatlah dataran yang sama persis untuk para manusia ini di atas tubuhku. Aku berjanji tidak akan bergerak ataupun berdiri."

Mata Geb bertumbukan dengan saudarinya. Saat Atum melakukan keinginannya. Berbagai jenis tumbuhan dan hewan mini mulai muncul di atas tubuh Dewa Bumi.

"Indah sekali," ucap Nut terpukau melihat dataran baru para manusia yang berada di bawahnya. Dewi Langit Malam menyukai ciptaan kakek mereka.

Shu mengamati makhluk hidup baru dengan tertarik. Pria itu perlahan meniupkan semilir angin untuk membuat pepohonan yang berada di atas tubuh putranya menari mengikuti keinginannya.

Mata Tefnut berbinar ceria. Dewi Hujan dan Kelembapan ikut bermain dengan membuat hujan ringan saat Atum masih sibuk menciptakan berbagai jenis sosok yang sebelumnya tidak ada.

Hanya Lusaset yang menyadari, ketika para dewa sibuk menggoda manusia-manusia mini yang berada di atas tubuh Dewa Bumi, Geb dan Nut sedang menunjukkan rasa kasih mereka.

Dewi Langit Malam kembali menunduk untuk mencium bibir saudaranya dengan sangat lama. Gadis itu mengangkat kepala setelah merasa puas dan berkata dengan ekspresi jenaka. "Aku akan  berada di atas Geb selama setengah hari setiap harinya. Geb tidak boleh menolak setiap ciuman yang akan kuberikan."

"Aku tidak akan pernah menolaknya." Dewa Bumi mengucapkan sumpah. Dia sangat menyukai tindakan yang baru saja saudarinya lakukan. "Nut, juga harus berjanji untuk selalu menciumku."

"Aku berjanji," jawab Nut. Gadis itu tertawa kecil dan kembali menunduk untuk melaksanakan sumpahnya.

Lusaset menghela napas lega. Matanya berbinar bahagia melihat keakraban yang ditunjukkan oleh kedua  cucunya. Wanita itu meramalkan bahwa sebentar lagi akan tercipta dewa dan dewi baru yang akan berkuasa untuk kehidupan manusia.

Pasangan Atum itu berjalan mendekati Dewa Pencipta. Matanya melebar ketika melihat ribuan jenis makhluk baru muncul di atas tubuh Dewa Bumi. "Atum! Berapa banyak jenis hewan dan tumbuhan yang kau ciptakan?!"

Atum mengerjapkan mata. Dia terlalu asyik bermain dan lupa menghitung juga menamai ciptaannya. Dewa Pencipta menoleh ke arah pasangannya dan tersenyum jengah. "Biarkan manusia yang menghitungnya."

Lusaset menggeleng kecil dan bertolak pinggang. "Cukup. Aku membutuhkanmu untuk hal lain."

"Lusaset?" Wajah Dewa Pencipta menunjukkan ekspresi kebingungan. Ini pertama kalinya Lusaset meminta sesuatu darinya.

Senyum kecil terbentuk pada bibir pasangan Atum. Wanita itu melihat sekeliling dan menjawab, "Manusia telah memiliki bumi baru. Sudah waktunya kau merapikan dunia ini menjadi tempat yang nyaman untuk keturunan kita."

Napas Atum tertahan. Dewa Pencipta mengikuti arah pandangan Lusaset dan ikut berkata, "Tempat khusus para dewa dan dewi."

Wanita itu mengangguk. Selama ini mereka selalu khawatir gerakan mereka akan melukai para manusia mini milik Atum. Namun, kini berbeda. Para dewa dan dewi dapat bergerak lebih bebas.

Atum tersenyum lebar. Dewa Pencipta mengulurkan tangan kanan ke arah pasangannya dan berkata, "Mari ikut aku, kita akan mendekorasi dunia para dewa bersama-sama."

Tawa bahagia keluar dari bibir Lusaset. Mereka berjalan bersama sambil berdiskusi hal-hal yang akan diciptakan dan meninggalkan keturunan mereka yang masih sibuk bermain.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

17 Mei 2018

Benitobonita

Sumber gambar : http://pinterest.com/pin/383439355755609467/?source_app=android

Dewa-Dewi Mesir [ Buku 1 The Egypt Mythology Series ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang