Satu~

20 4 9
                                    

-Rheani Auristela Iswara-

Hujan lagi-lagi mengguyur kota Bandung, menambah suasana sepi yang tercipta dalam angan. Guruku absen hari ini, dan terjadilah jam kosong yang didamba-dambakan seluruh murid. Bayangkan guru killer dengan 5 jam pelajaran membuat semua murid seperti berada diujung nafas, mengerikan.

Aku memandang keluar jendela dengan earphone yang terpasang di telingaku. Aku memejamkan mata saat angin berhembus pelan menerpa wajahku. Hufftt, seharusnya kejadiannya ga kaya gini.

"Oi, ikut buka ig. Kuota gue habis mau nge wifi batrenya juga habis"Seseorang menepuk pelan bahuku
"Modal dikit kali, lo ahh nyusahin gue mulu"
"Anjir kalau lo habis kuota diluar sekolah siapa coba yang ngasih? Gue seorang"
"Iya Adeeva Friscilia nih"

Firdhan Razkaghifary... Dia obat yang membunuh, yang hadir dikala aku berusaha lupa, yang rela mengorbankan apapun, membantuku untuk moveon dari dia... Shonezria Satya Ardhani. Apa jika aku tidak terlalu mengabaikannya dan menjenguknya ketika sakit, dia tidak akan berubah karena tergoda oleh cewek antah berantah yang bernama Raquel itu? Bodoh, lagi-lagi aku disingkirkan... Harusnya aku datang harusnya aku ada, tapi kesibukan ku juga penting aku tidak bisa berbuat banyak... Maafkan aku...

"Ngelamun mulu elah yang baru putus, jadi nyesel mutusin si Firdhan?"
"Entahlah"
"Jujur deh sama gue"
"Nyesel"
"Tuh kan"
"Tapi menurut gue juga nih ya lo tuh belum sepenuhnya ngasih rasa lo ke Firdhan, perasaan lo masih ada di Satya. Ibaratnya nih ya lo tuh sakit butuh obat, lo coba obat apapun tapi gaada yang berhasil kecuali satu obat ya si Firdhan tengik itu. Berapa kali gue bilang jangan asal terima siapapun yang pengen ke lo, karena lo cuma jadiin semuanya pelampiasan"Lanjut Adeev
"Tapi perlahan sakit itu hilang, dan tiba-tiba obat mujarab yang gue dapet berubah menjadi racun"
"Lo sayang Firdhan?"
"Sayang"
"Gimana kalau Satya?"
"Special"
"Tenangin diri lo, gue ke toilet bentar gakuat daritadi. Demi lo nih gue tahan"Adeev mengembalikan handphone ku tergesa-gesa
"Gue ga nyuruh nahan juga sih"

Adeev pasti lupa meng-close instagram, atau mungkin sengaja agar kuotaku habis. Ku alihkan kembali akun instagramku sambil menunggu Adeev kembali.

*scroll
*scroll
*scroll
*tap

"Oh iya sekarang tanggal 22 langgeng ya mereka, padahal jadiannya dulu beda 2 hari sama gue"

*plakk

"Makanya anak kecil jangan mikirin pacaran dulu. Dasar so dewasa"
"Jidat gueeeee, sakit tau!"
"Lemah, cuma ditimpuk pake kamus Inggris 100 triliun juga"
"Gimana masih mau pacaran?"
"Kaga, ga minat lagi, udah pernah"
"Apaan sih lo Van, itu tadi gue duduk disini"Adeev yang baru datang menarik-narik baju anak yang dipanggil 'Van'
"Emang kursinya milik lo?"
"Irvaaannnn"
"Galak"Irvan pun pergi meninggalkan kami
"Lo diganggu?"Tanya Adeev
"Kaga"
"Syukur deh"

Kring kring kring

"Deev lo duluan aja gue mau ke perpus, biasa jadwal piket"
"Yaudah hati-hati, kalau udah langsung pulang kabarin gue"
"Iya iya, bye"

Tidak biasanya perpus seramai ini, tumben.  Piket jaga hari ini cukup melelahkan dari biasanya. Sekolahku memang membuka perpus untuk umum yang dibuka setelah jam sekolah. Karena koleksi buku disini tidak kalah lengkap dengan perpus umum ternama di Bandung. Selain itu, yang membuat perpus ini menarik yaitu desain bangunannya yang nyaman, tempat inilah yang menjadi tujuan utama ku jika merasa penat dengan semua yang terjadi.

Semua orang tidak tau jika aku mengidap depresi ringan. Mentalku lemah, banyak alasan yang tidak ingin kusampaikan karena mungkin kalian tidak akan mengerti mengapa aku sangat tertekan oleh beban yang memuncak di kepalaku. Aku takut semua orang akan menjauhiku jika mereka tau. Aku bahkan pernah melukai jariku dengan vas bunga yang pecah ketika SD, aku sulit mengontrol emosiku sendiri. Saat SMP aku marah pada seseorang atas bicaranya yang keterlaluan lalu dengan sengaja menonjok kaca di lemari ku, tapi kaca lemari tidak tebal rasanya tidak sakit buktinya tanganku hanya tergores-gores serpihan kaca.

Saat berjalan menuju pulang, aku melihat seseorang berada beberapa langkah didepanku. Ia memasukan kedua tangannya pada saku celananya. Aku mengenalnya meski dari belakang, dia itu...

"Satya..."Ujarku sangat pelan, sosok itu menoleh padaku. Meski sangat cuek dia memiliki pendengaran yang tajam.
"Rhea... Dari mana jam segini?"
"Jaga perpus"
"Oh, apa kabar sama pacar baru?"
"Udah putus"
"Kenapa?"
"Ga cocok"
"Udah dibilangin juga jangan sembarangan nerima cowok"
"Kan gatau kejadiannya bakal kaya gini"
"Kenapa lo masih mau bicara sama gue? Bukannya dulu lo bilang mau lupain sosok gue dari hati dan pikiran lo?"
"Yang sudah biarkan saja."
"Maaf Satya..."
"Gapapa"
"Terus kenapa lo bilang kaya gitu?"
"Kalau kamu dewasa, kalau kamu peka apa yang pernah aku omongin ke kamu, kalau kamu bener-bener di simak itu nyentuh banget ke hati. Itupun kalau ke cewek yang peka... Sayangnya kamu tidak"

DEG!!
DEG!!

"Oke, kamu sudah tidak ada perasaan lagi sama aku. Oke juga kamu memang pengen cari yang baru atau yang lain, tapi setidaknya bisa menghargai orang yang deket sama kamu, yang selalu sering sama kamu, selalu terbuka. Belum tentu cowok lain bisa kaya gitu ke kamu"Lanjut Satya

DEG!!
💔

"Kamu tau sendirikan aku ga peka orangnya. Aku simak kok, itu masuk banget ke hati. Apalagi saat kamu bilang jangan benci kamu kalau punya pasangan yang lain, oke aku lakuin. Kamu juga gatau perasaan aku ke kamu gimana, kamu gatau perasaan aku masih sama buat kamu, cuma kamu sendiri yang bilang dan nunjukin kalau kamu udah suka sama yang lain terus aku harus gimana, aku juga bisa cemburu kamu kaya gitu, aku juga ngerasain sakit hatinya gimana. Seakan-akan aku berharap sama orang yang udah ga ngeharapin aku!? Apalagi yang harus aku lakuin kalau kamu udah sayang sama yang lain?? Sakit hati asli. Terus ada orang yang dateng ke aku, aku juga coba biar rasa sakit hati aku hilang. Aku juga gatau gimana jadinya karena aku udah pernah nyoba dan gagal... Hati aku masih di kamu. Apa salahnya aku?!"Tanpa kusadari aku sudah tak menggunakan kata lo-gue pada Satya.

"Apa pernah aku ngomong ke kamu sayang sama dia, asal kamu tau aku masih mempertimbangkan mana yang orang pantas aku perjuangkan. Cari pasangan itu bukan segampang mencari sepetik bunga... Kamu itu dulu baru putus beberapa minggu yang lalu, sekarang sudah ada pasangan baru lagi. Yang bikin heran hati kmu itu gampang sekali di dapetin, gampang juga di sakitin nya. Buktinya sekarang kamu putus lagi kan sekarang? Kamu gatau perasaan aku ke kamu gimana, cuma aku nunggu yang tepat bukan putus dari ini dapet ini. Emang udah tentu bener pilihan nya dengan cara secepat itu? yang udah udah juga liat kamu sekarang bukan bahagia."Satya menatap mataku dengan intens. Aku sangat takut pada mata itu, mata berwarna onyx yang tajam, karena mata itulah aku sulit untuk berhenti mencintainya.

"Satya..."Aku tak ingin Satya melihatku menangis, mataku berkaca-kaca mendengarkan kalimatnya yang sangat menyesakkan. Dengan sekuat tenaga aku berkata...
"Aku, akui putus dari kamu aku ba.. banyak mencoba pacaran sss.. sama yang lain. Itulah cara pemberontakanku pada takdir, aku lampiasin pada orang tak bersalah."
"Aku gamau kamu kaya gitu lagi Rhea..."
"... Aa... aku mau naik ojeg sekarang"Saat aku akan melangkahkan kakiku...

GREP

"Palingkan wajahmu Rhea, tatap aku"
"Aku udah gamau denger"Aku tetap memalingkan wajahku dan segera menyeka air mataku yang hampir jatuh.
"Yasudah aku mau bahas tentang sahabatmu, tapi sudah sore. Besok kita ketemu di Villa kayu jam 1"
"Iya"
"Mang ojeg!! Aku duluan Satya"
"Hati-hati"

Aku terburu-buru ingin segera menghindari Satya, perasaanku sedang kacau. Kenapa Satya berkata seperti itu, hingga aku tak mendengarkan apa dan siapa yang ingin dia bahas tadi.







Sekian, mohon maaf yaa semuanya kalau ada kesalahan kata atau ada kalimat yg ga nyambung apalagi kalauada yg typo hehe. Maklum masih belajar...

Thank you~❣

...
Jangan lupa voment cerita absurd ku yaa. Mohon kerjasamanya ( ͡ _ ͡°)ノ⚲ ♫

You, Me, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang