Harimu

21 1 0
                                    

  “Sepagi ini?” Tanyaku dengan nada membentak pada Kak Alian, senioku yang mengirimkan pesan untukku. Kulirik jam yang terpajang rapi di sudut kamarku, dan jarum kecil itu masih menunjuk pada angka 4, sedangkan jarum besarnya masih menunjuk pada angka 20. Ah, konyol apa mungkin aku belajar pelajaran terbenciku dihari liburku, dan pada sepagi ini? Dengan nada ngedumel aku bergegas ke kamar mandi, dan melaksanakan kewajibanku lalu keluar rumah dengan membawa buku bersampul merah yang merupakan buku pelajaran terbenciku, Ekonomi.
“Mau kemana San?” Tanya Kak Siska, kakak kedua ku yang hobby nya ikut pengajian.
“Mau ke taman kak, janjian sama Kak Ian” jawabku dengan memakai sepatu.
“Loh, pagi amat dek?” sahut Kak Roy, kakak pertamaku yang kebetulan berlibur kerumah Mama bersama Kak Rere, istrinya, dan kedua putri kembarnya, Vely dan Vela yang masih bayi.
“Nggak sarapan dulu San?” tanya Kak Rere dengan membawakan beberapa kue.
“Nggak dulu deh Kak, nggak tau tuh Kak Ian tiba-tiba nelfon terus ngajak ke taman buat belajar ekonomi.”
“Alasan pasti nih bocah, mau jalan-jalan kan sama Alian? Lagian kan masih gelap, ya kalik belajar gelap-gelao gini” sahut Kak Iren, kakak ketigaku yang sekelas sama Kak Alian. Alasanku nggak mau belajar Ekonomi ke dia adalah.... pasti ujung-ujungnya ribut. Jadi, nyari ahli ekonominya aja langsung, Kak Alian.
“Assalamu’alaikum” pamitku sambil berlari tanpa menghiraukan Kak Iren.
“Wa’allaikumsallam” Jawab mereka serempak.
Dengan sedikit berlari aku menuju taman yang tak jauh dari rumahku, ah malas rasanya berlari-lari disaat tidur nyenyak masih menjadi impian.
“Lama banget San?” Tanya Kak Ian dengan santai.
“Ih, lagian siapa suruh pagi-pagi” jawabku dengan kesal.
“Lebih cepat lebih baik, udah sini PR nya”
“Ini nih apaan sih mikro, makro, ah nggak nyambung banget deh”
“Gini nih, mikro itu pengertian dalam skala kecil, sedangkan makro itu pengertian dalam skala besar. Masak gitu aja nggak ngerti sih”jawab Kak Ian dengan sedikit kesal, karena menurutnya ketidaktauanku tentang ekonomi begitu mendasar, walaupun Kak Ian adalah anak IPA, tapi ia adalah peserta OSN dari SMA Angkasa dibidang Ekonomi, so wow. Satu jam lebih aku dan Kak Ian belajar ekonomi, dengan lampu belajar yang sudah kak Ian persiapkan untukku.
“Ah udah dong belajarnya Kak” gerutuku dengan bosan
“Terus?”
“Kita lari-lari aja yuk Kak, lari pagi gitu, biar sehat” jawabku dengan semangat, dengan malas Kak Ian meng’iya’kan ajakanku, dia tau kalau cita-citaku adalah menjadi seorang Polwan, maka dari itu, Kak Ian yang notabennya seorang pemalas pun menuruti ajakanku untuk berolahraga,
“Masih pengen ke Akpol?”
“Masih dong kak, buat apa latihan kalau akhirnya nggak kepengen ke Akpol?” jawabku dengan mantap.
“Udah siap apa aja sih San?” tanyanya dengan sedikit serius.
“Belum apa-apa sih, halah santai aja, masih kelas 10 juga” jawabku dengan santai.
“Kak Ian sendiri mau kemana habis ini? Kan kurang berapa bulan lagi udah lulus,” tanyaku kepada Kak Ian yang membuatnya berpikir.
“Kalau  aku belum kepikiran nih” jawabannya membuatku kaget.
“Ya udah, ke Akmil aja kak” saranku dengan mantap, karena walaupun Kak Ian adalah seorang pemalas, tapi  sebenarnya fisiknya kuat, dan menurutku dia mencukupi kriteria menjadi TNI.
“Ah, nggak ah.  Latihan fisik setiap hari” jawabnya dengan santai. Ahrg! Namanya juga TNI, masak ya iya dikasih ekonomi terus.
“Iya iya lah latihan fisik, yang jelas disana nggak ada pelajaran ekonomi” jawabku dengan disambut tawa olehnya.
“Eh kak, itu Aldo nggak sih?” tanyaku kepada Kak Ian sambil menunjuk kearah lelaki yang sedang duduk bersama perempuan.
“Mana? Aldo siapa sih?” tanya Kak ian menggodaku.
“Ahh” tanpa menghiraukan Kak Ian aku segera berlari kearah lelaki yang kuduga adalah Aldo.
“oh gini ya, lari pagi sama Kak Resa, mangkanya kalau ditelfon jam segini itu Hp nya mati, dan alasannya? Alasannya pasti tidur. Bohong banget sih elu” yups, ternyata pemuda itu benar-benar Aldo, pacarku yang katanya setia, yang selalu ngasih puisi-puisi kuno, lagu-lagu alay, dan bodohnya malah bikin semua cewek disekolahku iri sama aku, dan ternyata kelakuannya? Ahh!.
“Loh San? Kok disini?” tanyanya dengan heran.
“Aku tadi cuman ketemu aja kok San, terus aku ngobrol aja sama Aldo” jawab Kak Resa, teman sekelas Aldo yang memang sangat kagum dengan atlet karate itu.
“Alah kak, nggak usah bohong deh, udah ketauan kok kalau emang Kak Resa suka sama Aldo” jawabku membentak kakak kelasku sekaligus kakak ekskulku itu.
“Loh, kok main nuduh sih San? Jaga sopan kamu ya!, aku ini kakak kelasmu” Kak Resa beranjak dari duduknya.
“Maaf kak, urusan sekolah ya sekolah, tapi urusan ini? Urusan ini sama sekali nggak mandang apakah kakak adalah seniorku atau bahkan walaupun kakak adalah juniorku, ini SAMA” jawabku dengan tegas, dengan cepat Aldo menarik tanganku.
“Terus sekarang mau kamu apa?” tanya Aldo.
“Mau ku? udah jelas dong. Aku mau putus” jawabku dengan lantang tanpa berpikir panjang.
“Oke, kalau itu mau kamu. Tapi, sebelum kamu pergi, aku sih cuman mau bilang aja, kalau aku sama Resa emang pacaran dibelakang kamu, kurang lebih udah 2 bulan” jawab Aldo, eh maksudnya Kak Aldo yang membuatku ingin mencakarnya. Ah! Tapi jiwa perempuanku kembali, dan seperti pada umumnya, aku menangis dan berlari pulang.

“Loh, kenapa San?” tanya Kak Siska melihatku menangis.
Tanpa menjawab sepatah kata apapun, aku memeluk Kak Siska.
“Ian ngapain elu San?” tanya Kak Iren dengan galak, walaupun Kak Iren adalah kakak yang paling paling menyebalkan, tapi dia adalah My cover Girl. Dia selalu melindungiku kalau emang aku bener, tapi kalau emang aku salah, so pasti dia juga berbalik melawanku, sifatnya yang sedikit judes, membuat tak banyak lelaki yang berani mendekatinya, kecuali Kak Zaki.  Mantan ketua Osis itu benar-benar berani mendekati macan cantik seperti Kak Iren.
“Bukan Kak Ian, Kak” jawabku dengan masih memeluk kak Siska.
“Terus, Ian nya mana?” tanya Kak Iren yang membuatku berpikir tentang keberadaan Kak Ian. Apa mungkin dia meninggalkanku tadi seketika aku berdebat dengan Aldo dan Kak Resa? Ah, padahal jika saja tadi kak Ian membantuku, pasti dua orang itu akan diam.
“Kak Ian?   Ahh nggak tau”
“Loh loh, kenapa nih, pagi-pagi udah rame” tanya Mama yang kaget melihat ketiga putrinya itu ramai diteras rumah.
“Nggak tau nih Ma, Sandra pulang-pulang nangis”
“Kenapa sayang?” tanya Mama yang membuatku berganti memeluk Mama.
“Sandra putus sama Aldo Ma, Aldo selingkuh sama Kak Resa” jawabku dengan sesegukan yang malah membuat ketiga wanita itu tertawa. Ah! Ada ya keluarga yang seneng karena anggota keluarganya putus???
“Alhamdulillah” jawab mereka serempak.
“Loh? Kok Alhamdulillah?” tanyaku heran dengan melepas pelukan Mama.
“Kan Mama udah pernah ngingetin kamu, jangan pacaran Sandra” kata Mama yang membuatku mengingat-ingat. Dan, benar! Mama pernah melarangku berpacaran terutama dengan lelaki seperti Aldo.
“Kan gue udah pernah bilang, udah pernah ngomong kan kalau si Aldo itu playboy. Dia bisa aja pacarin 3 cewek dalam satu waktu” jawab Kak Iren sambil berlalu masuk rumah.
“Loh Kak, kapan bilangnya?” teriakku mengejar Kak Iren.
“Kok tau sih Kak?” tanyaku pada Kak Iren saat kami sudah lelah berlari.
“Iya tau dong, dia udah terkenal gitu, temen-temenku kelas 12 aja banyak yang ketipu sama lagu dan puisinya itu”
“ihh.. bener-bener deh” gerutuku kesal smabil melempar boneka beruang dari Aldo.
“Eh Kak, kalau Kak Ian? Kira-kira dia tadi kemana ya?” tanyaku dengan sedikit serius.
“Iya ya, Ian itu  orangnya tanggungjawab, jadi nggak mungkin kalau dia  ninggalin kamu tanpa alasan” jawaban Kak Iren yang kurasa benar.
“Bentar-bentar”
“Apa sih kak, bikin kaget aja”
“Aldo tadi sama Resa?” tanya Kak Iren yang kubalas dengan anggukan.
“Resa anak XI Mipa 8 itu kan?” tanya Kak Iren lagi dengan coba meyakinkan.
“Iya Kak, anggota paduan suara yang suaranya cetar membahana, anggota Osis angkatan 67, kakak kelasku, Kakak ekskulku” jawabku dengan merinci.
“Berarti dia mantannya Ian” jawaban kak Iren yang membuatku menjerit kaget.
“Eh biasa aja dong”
“Loh Kak? Kak Ian pernah pacaran?” tanyaku dengan menebak nebak, karena kupikir, Kak Ian hanya sibuk belajar
“Ya pernah lah, tapi setauku sih, sama Resa ini yang paling lama. terus, kalau nggak salah itu mereka putusnya karena Resa nya selingkuh” jawab kak iren.
“Ah. Eman. Kak Resa nggak tau bersyukur, Kak Ian kan so perfect. Apalagi sih yang kurang? Udah pinter, anak band, ketua ekskul band pula” gerutuku dengan kesal.
“Eh, suka ya?” tebakan Kak Iren yang membuatku diam. Suka? Suka? Sama kak Ian? Mentorku sendiri? Ah! Nggak mungkin.
“Ya nggak lah kak, dia itu udah kayak kakakku tauk” jawabku dengan kesal.
“From brother to get love. Right?” tanya Kak Iren yang sukses menghasilkan timbukan bantal dariku. Dan aku segera menjauh dari macan yang sebentar lagi mengamuk.
“Sandra!!!” teriak Kak Iren dari kamarnya. Hahahha😝😝

AjarikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang