"Kak, aku masih sayang sama Kak Alian," gadis itu lagi-lagi mengucapkan hal yang sama untuk kesekian kalinya. Resa, gadis yang pernah ada dalam hidupku selama kurang lebih hampir satu tahun, gadis yang namanya ingin sekali kuhapus dari ingataku. Andai saja dia mengucapkan kata seperti itu, ah sudah pasti aku tau jika dia hanya bergurau, maka aku akan tertawa, aku sudah paham dengan semua permainan-permainannya, wajahnya yang polos tak akan menipuku untuk kedua kalinya.
"Eh Yan, elu nanti ada jadwal les nggak?" tanya Iren, yang kubalas dengan gelengan.
"Ke mall yuk" sambungnya.
"Ngapain?"
"Ya refreshing sedikit gitu Yan, emang lu nggak bosen belajar terus, les terus, praktek terus," sambung Zaki. Ya walaupun sebenarnya Zaki dan Iren adalah termasuk anak yang rajin, tapi mereka masih sering jalan-jalan berdua, tanpa sepengetahuan orangtua mereka, entahlah kenapa mereka tidak pernah mengakui hubungan mereka, padahal usia mereka sudah dibilang cukup mampu untuk dipercaya, mungkin juga jika orangtua mereka tau, orangtua mereka menyetujui mereka dengan catatan atau syarat-syarat tertentu, namun mereka tetap saja teguh terhadap ke'backstreet'an mereka itu.
"Iya juga sih, okelah gue ikut"
"Kenapa lagi sih San?" tanyaku pada Sandra saat pulang sekolah, aku melihat wajahnya sedikit berbeda dengan mata sembap dan pipi yang sedikit memerah.
"Tadi Sandra ketampar sam-" jawab Keke yang membuatku kaget juga penasaran, karena pengakuan keke terhenti oleh bungkaman dari Sandra.
"Ditampar?" tanya Iren yang tiba-tiba datang. Walaupun kutau bahwa Iren dan Sandra sering sekali beradu mulut, tapi kuakui bahwa Iren sangat menyayangi Sandra, begitu juga sebaliknya.
"Nggak kok Kak, tadi nggak sengaja kepukul aja" jawab Sandra yang dapat kupastikan sedang dalam keadaan yang tidak baik.
"Nggak mungkin, ini pasti karena tamparan. Ngaku San!" bentak Iren kepada Sandra dengan memegang pipi Sandra.
"Nggak kak, nggak" jawab Sandra yang kemudian berlari, aku tau jika Sandra berbohong, jika dia tidak berbohong, dia tidak akan berlari meninggalkan Iren.
"Udah aku aja" cegahku saat Iren hendak berlari mengejar Sandra. Jika Iren yang mengejar Sandra, dapat dipastikan 100% bahwa mereka akan bertengkar dijalan.
"Ditampar siapa?" tanyaku dengan pelan pada Sandra yang berjalan disampingku.
"Nggak ada," jawab Sandra dengan lirih, aku tau jika dia tidak berani menatap orang yang berbicara dengannya, itu artinya dia sedang berbohong.
"Yakin?" tanyaku memastikan dan mencoba untuk membuka mulut Sandra.
"Hm," jawabnya pelan.
"Ya udah deh, aku pulang dulu yak," Godaku pada Sandra, dan seketika ia langsung memelukku, serta menangis. Aku tau, tangisan itu adalah amarah yang terpendam, dan aku tau jika saat ini dia sangat membutuhkan kehalusan. Oleh karena itu aku melarang Iren mengejar Sandra, karena sudah pasti bahwa Iren tidak akan mampu memperhalus kata-kata dan perilakunya itu. sebenarnya, Iren sama sekali tidak salah dengan sifat tegasnya itu, tapi disaat seperti ini, mungkin sifat itu harus lebih diperhalus.
"Minum dulu San," aku menyodorkan air mineral kepada Sandra sesaat setelah ia melepaskan pelukannya dariku.
"Kenapa? Ada apa?" tanyaku padanya yang mulai terlihat sedikit membaik.
"Tadi Aldo dateng kekelasku, terus dia nembak Fria didepanku. Dan, aku nggak terima kalau Fria, teman sekelasku itu jadi korbannya dia lagi, awalnya aku nggak peduli sama Fria, tapi entah kenapa tadi aku ngebelain dia. Sampek aku bongkar rahasia keplayboy an nya itu didepan teman sekelasku, dan akhirnya aku ditampar sama dia," jawab Sandra dengan rinci. Mendengar ceritanya, aku tidak bisa menyalahkan siapapun, mungkin 80% menyalahkan Aldo tapi jika dipikir matang-matang, Aldo juga tidak salah karena dia bukan lagi urusan Sandra, tapi Sandra juga tetap ingin membela temannya. Aldo juga pasti merasa malu jika rahasia atau aib nya disebarkan didepan kelas Sandra. Tapi, Sandra juga pasti merasa dikucilkan karena Aldo menyatakan perasaannya kepada Fria, didepan Sandra. Sebenarnya, menurut pandanganku tidak ada yang harus disalahkan, mungkin Aldo harus diberi sedikit pengertian agar tidak mengulangi perbuatannya itu.
"Ooh gitu, ya udah. Sekarang kamu pulang ya. Nanti jam 5 aku jemput,"
"Hah? kemana?" tanyanya dengan heran dan wajahnya sudah mulai kembali bersinar.
"Udah deh, siap-siap aja," jawabku yang dibalas anggukan oleh Sandra. Dan dia pun menuruti perintahku untuk pulang, sedangkan aku lebih memilih kembali kesekolah untuk mengambil tas yang tadi tak sengaja tertinggal."Loh kok balik lagi?" tanya Revan, teman sekelasku yang sekarang sedang berduaan dengan Hani, pacarnya.
"Iye, gue mau balik, nggak ganggu kalian," jawabku yang dibalas tawa dari keduanya.
"Eh ati-ati Van, yang ketiga setan" godaku pada kedua temanku itu, dan kupastikan Hani sekarang sedang menjerit, karena kutau bahwa gadis itu snagat anti terhadap hal mistis. Hahahha. Salah sendiri pacaran dikelas, nggak tau apa gimana kalau lagi jomblo.
"Eh maksud kamu apa?!"
"Kamu tadi nembak siapa? udah berapa cewek yang udah kamu tembak buat hari ini?"
"Eh bisa dijaga nggak tuh mulut!"
"Nggak, lu pikir gue ini apa?! Seenaknya aja lu! Lu pikir lu gantengnya sedunia? Sejagad raya? Atau seplanet?"
"Eh, bener-bener ya lu!"
"Aaahhhhh!!" Teriak seorang wanita, ah padahal tadi kukira hanya sebuah pertikaian kecil antara dua sejoli yang sedang bercinta, tapi ternyata aku tak tahan untuk melihat keadaan dari cewek itu. dan setelah kulihat, ternyata itu adalah Resa dan Aldo yang sedang bertikai dilorong sekolah, memang keadaannya sudah sepi, dan bahkan bisa dikatakan jika hanya ada aku, Resa dan Aldo ditempat itu.
"Eh, bisa halus dikit nggak sih sama cewek?" aku menemui mereka, dan hampir saja Resa tertampar oleh Aldo, rupanya bukan ini tamparan pertamanya, karena Resa sudah jatuh kelantai, itu artinya ada tamparan sebelumnya. "Kak Ian" Resa segera bangkit dan bersembunyi dibelakangku.
"Lu juga tadi nampar Sandra kan? Lu pikir lu itu jagoan? Atau apa?!" bentakku pada Aldo yang masih terlihat marah. Aku baru tau ternyata ini sifat Aldo yang sebenarnya, kasar dan pemarah. Kupikir selama dia masih berpacaran dengan Sandra, dia sangat halus dan bisa digolongkan sangat romantis. Tapi? Ternyata ini sifat aslinya dibalik kehalusannya itu.
"Eh kak, nggak usah ikut-ikutan dong" jawabnya dengan nada tinggi.
"Ya jelas gue ikut-ikutan, lu itu pioner, lu ketua ekskul, bisa-bisanya lu bertingkah kayak bocah"
"Ah, ikut campur urusan orang aja," dengan nada kesal dan dia berjalan kearahku, aku tau bahwa dia tidak akan tinggal diam terhadap perlindunganku kepada Resa. Kulihat tangannya itu mengepal.
"Ahh!" terdengar teriakan Resa saat melihatku jatuh tersungkur kelantai karena pukulan dari Aldo. Aku segera bangkit dan aku mencoba melindungi Resa lagi yang akan ditampar oleh Aldo. Sampai akhirnya pertikaian diantara kami tak terhindarkan.
"Udah udah" teriak Resa yang tak kami hiraukan. Dan, para guru pun datang serta mencoba melerai kami. sampai akhirnya, aku harus berurusan dengan BK untuk pertama kalinya.
"Kenapa ini Alian? Untuk pertama kalinya kamu berurusan dengan saya ditempat ini," tanya Bu Tia kepadaku, Bu Tia adalah guru BK, guru senior yang cantik namun terkenal killer ini sering aku temui dirumahnya karena urusan lomba-lomba. Namun kali ini, aku harus berurusan dengannya diruang BK.
"Jelaskan! Resa? Alian? Rio?" bentak Bu Tia saat aku tidak menjawab pertanyaan Bu Tia.
"Tadi itu saya berantem sama Rio, Bu. Terus Kak ian datang nolong saya karena saya hampir ditampar sama Aldo, dan akhirnya Aldo mukul Kak Ian, sampek akhirnya berantem kayak tadi," penjelasan dari Resa yang kurasa sudah cukup.
"Kalau begitu, karena masalah apa Aldo sampai mau nampar kamu?"
"Itu karena Aldo selingkuh Bu" jawab Resa yang membuat Bu Tia tertawa. Memang maslaha mereka tergolong 'unik'.
"Em, maaf Bu apa saya boleh pulang?" tanyaku kepada Bu Tia saat kurasa diriku sudah tidak dibutuhkan lagi diruangan ini. Dan juga karena jam yang menunjuk pada angka 4 lebih 30, itu artinya 30 menit lagi aku harus berada didpean rumah Sandra untuk menjemputnya.
"Oh iya, silahkan," jawab Bu Tia.
"Terimakasih Bu,"
"Jangan diulangi lagi ya Yan" Pinta Bu Tia kepadaku yang kubalas dengan senyuman. Aku sudah mengenal Bu Tia kurang lebih 3 tahun, jadi aku lebih menganggap Bu Tia sebagai Mamaku di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajariku
Fiksi RemajaBertemu dengannya adalah sebuah anugerah. Sorot matanya selalu membuatku nyaman ketika berada disampingnya. Dan senyumnya itu adalah senyum yang akan selalu kurindukan. Seperti hal nya sebuah cinta pada biasanya, zaman SMA adalah zaman keemasan b...