“Sholat dulu yuk San,” ajak Kak Siska yang menghampiriku diteras rumah. Aku sudah menunggu Kak Ian selama kurang lebih 1 jam, sampai adzan maghrib berkumandangpun dirinya masih belum menjemputku.
“Yuk San, biasa dua orang itu pasti telat,” ajak Kak Iren yang terlihat santai, walaupun Kak Zaki juga telat.
“Iya deh kak,” jawabku seraya berdiri dari dudukku.
“Emang mau kemana sih San? Ren?” tanya Kak Siska setelah kami sudah selesai menjalankan kewajiban kami. pertanyaan Kak Siska itu membuatku dan kak Iren saling bertatapan.
“Anu kak, ke sini-“ jawabku yang terhenti sesaat setelah bel rumah berbunyi, itu artinya ada seseorang dibalik pintu utama bercat putih itu.
“Kak, itu pasti Zaki sama Alian, tolong bukain ya Kak, kita mau pakek jilbab dulu,” pinta Kak Iren pada Kak Siska yang sudah pasti tak pernah melepas jilbabnya, walaupun dirumah sekalipun.
“Iya, udah cepetan,” perintah Kak Siska dan membuatku segera berlari kekamar.“Udah sholat?” tanya Kak Siska kepada dua lelaki yang sekarang sedang duduk di sofa ruang tamu. Dan keduanya pun mengangguk dengan senyuman. Ah kupercaya bahwa kedua orang itu memang jujur. Karena walaupun Kak Ian adalah anak band, yang biasanya suka lupa wkatu tapi dia tetap rajin dengan kewajibannya itu. Begitu pula dengan Kak Zaki.
“Udah yuk berangkat, keburu malem,” ajak Kak Iren saat dirinya baru saja keluar dari kamarnya.
“Emangnya mau kemana sih dek?” tanya Kak Siska yang mulai terlihat kuwatir dengan langkah kami.
“Mau ke-“
“Mau belajar kelompok Kak, dirumahnya Sisil” jawab Kak Iren yang membungkam jawaban dari Kak Ian.
“Terus ngapain adek ikut?” tanya Kak Siska dengan melihatku.
“Loh, aku mau emm belajar ekonomi juga Kak, ini bawa bukunya,” jawabku dengan memperlihatkan buku ekonomi yang bersampul merah itu. untung saja aku sudah menebak jika hal ini akan terjadi. Selagi Mama dan Papa sedang tidak ada dirumah, dan Kak Roy beserta keluarganya sudah pulang ke Bandung, maka Kak Siska lah yang bertanggungjawab atas kami berdua.
“Oh gitu, ya udah berangkat sana. Pulangnya maksimal jam 8 ya,” pinta Kak Siska.
“Siap Kak,” jawab Kak Zaki, saat Kak Iren baru saja akan protes.
“Hati-hati ya”“Huh akhirnya bisa jalan-jalan,” kata Kak Iren membuka percakapan saat kami sudah sampai disebuah mall didaerah yang dekat dengan rumahku.
“Tapi kenapa mesti bohong sih?” tanya Kak Ian. Ah sudah pasti jika tak bohong, maka kami tidak akan bisa pergi dari rumah untuk sekedar ‘refreshing’
“Ya iya lah, andai gue nggak bohong, so pasti gue sama Sandra nggak dibolehin ikut kalian sama Kak Siska,” jawab Kak Iren.
“Ya nggak git-“
“Ke kamar mandi dulu yak,” aku segera menarik Kak Iren untuk ke kamar mandi mengganti pakaian kami yang serba tertutup ini.“Loh, kenapa ganti pakaian kayak gini?” tanya Kak Alian kaget dengan perubahan penampilanku tanpa hijab lebar itu, sedangkan kak Zaki, rupanya Kak Zaki sudah terbiasa dengan perubahan mode hijab dari Kak Iren, Kak Iren tidak melepas hijabnya, hanya saja jilbab lebar itu menjadi sangat kecil dengan model dan khas dari Kak Iren. Entah kenapa, sampai sata ini, aku dan kak Iren masih belum bisa mengikuti jejak Kak Siska yang selalu menutup seluruh auratnya dengan rapi. Bisa kupastikan, bahwa dulu ketika Kak Siska SMA dia pasti tidak pernah refreshing ke Mall bersama teman lelakinya, apalagi pacarnya, ah sudah pasti dia tak punya pacar.
“Ya gerah aja kak, masak disekolah pakek jilbab, disini pakek jilbab, come on! its my style,” jawabanku yang membuat Kak Ian sedikit tercengang.
“Nggak, kamu harus pakek jilbab!” perintah kak Ian, yang sudah pasti jika dia memintaku, maka aku harus menurutinya, entahlah seperti ada magnet dengan perintah itu, sheingga aku pun harus menurutinya.
“Kita mencar aja yak, gue mau beli sesuatu dulu buat ulang tahunnya Sisil,” kata Kak Iren yang dibalas anggukan oleh Kak Ian.
“Ya kak, malah pencar deh kalau nungguin aku ganti, nggak usah ganti ya,” pintaku dengan gaya manjaku kepada Kak Ian.
“Ganti San!” Pinta Kak Ian dengan nada tinggi yang membuatku langsung berlari kekamar amndi untuk mengganti pakaianku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajariku
TienerfictieBertemu dengannya adalah sebuah anugerah. Sorot matanya selalu membuatku nyaman ketika berada disampingnya. Dan senyumnya itu adalah senyum yang akan selalu kurindukan. Seperti hal nya sebuah cinta pada biasanya, zaman SMA adalah zaman keemasan b...