Beginning

123 22 30
                                    

Sebuah pesawat Garuda Indonesia mendarat di Bandara Hang Nadim pada pukul dua siang. Tampaknya itu pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta. Setelah parkir dengan sempurna, satu persatu penumpang keluar dari kursi pesawat dan menurunkan barang-barang mereka. Pilot dan pramugari mengucapkan terima kasih saat penumpang mulai keluar dari pesawat.

Dengan sabar para penumpang mengantri, berbaris panjang dibagian tengah pesawat. Mungkin ini adalah hal yang wajar untuk para penumpang. Namun sepertinya ada beberapa penumpang yang berpikiran lain.

Salah satunya adalah seorang anak laki laki berumur 11 tahun yang sibuk menyundul-nyundul jaket kakak laki- lakinya yang berada di depannya. Sementara anak perempuan yang lebih tua 2 tahun dibelakangnya sibuk berimajinasi tentang cara keluar dari pesawat itu secara tidak mainstream.

Remaja laki laki berusia 16 tahun itu tampak sabar menerima perilaku adiknya itu sambil terus meletakkan telunjuknya di bibir, menyuruh diam. Namun tetap saja adiknya yang paling imut, putih, dan cubby itu tidak bisa diam.

Sementara adiknya bergerak-gerak terus, sang kakak perempuan sepertinya tampak tidak peduli dan tetap memandang kursi-kursi penumpang yang dalam imajinasinya bisa dilewati tanpa merusakknya. Mulai dari ia melompati kursi dan sampai ke pintu pesawat, sampai kursi peswatnya mendadak hilang dan menjadi jalan untuk dilewati.

Terakhir, ia membayangkan bahwa kursinya bisa bergerak sendiri mengantarkan para penumpang ke depan pintu secara bergantian dan kembali pada posisi semula. Hampir saja ia terdorong seorang ibu dibelakangnya kalau sampai tidak sadar dari imajinasinya itu.

Lain halnya dengan kakaknya, si adik malah berimajinasi sambil ngoceh dan membuat suasana sedikit bising. Meski suaranya sudah dipelankan tetap saja tidak membuat pesawat itu hanya dibisingkan oleh bunyi mesinnya. Sementara itu, Sang Ibu yang mencoba berjalan dibelakang kakak perempuan hanya memperingatkan sekali-sekali saja. Mungkin karena sudah jenuh dan menyerahkan si adik ke abangnya yang menjadi wakil saat orang tua mereka tidak ada. Setidaknya keadaan tersebut mendukung cita-cita si abang yang mau jadi wakil gubernur seperti Pak Sandiaga Salahudin Uno.

Akhirnya mereka berempat sampai diarea kelas bisnis. Disana pemandangan tampak royal dan nyaman. Dimana anak-anak kecil akan suka kerena fasilitas yang lebih bagus dari kelas ekonomi. Nah disinilah si adik makin merapat ke abangnya sambil ngoceh bahwa ia ingin naik pesawat lagi namun duduk di bangku-bangku tersebut.

Abangnya justru menggoda adiknya sampai adiknya itu sedikit sewot. Sementara itu sang kakak yang cantik dan gagah berani mencoba mencari tahu dengan cara memperhatikan setiap detail kelas bisnis itu. Bahkan ia mengambil kesempatan untuk meraba dan merogoh saku depan kursi dan melihat apa saja yang ada di dalamnya.

Abangnya mencoba untuk bertahan dari dorongan orang-orang di belakangnya, termasuk adinya yang bawel itu. Untunglah muka pilot dan pramugari yang cantik itu terlihat dan ia pun hampir sampai di depan. Seletah disapa oleh si pilot dengan sebutan 'Mas' ia pun dapat keluar dari pesawat dengan leganya. Begitu juga dengan 3 anggota keluarganya yang mulai keluar satu per satu.

Adiknya yang paling kecil itu merentangkan tangan dan menghirup nafas panjang. Senang sekali dapat meghirup udara luar. Begitu juga dengan kakak dan Ibunya. Mereka pun melanjutkan berjalan ke dalam bandara untuk mengambil bagasi.

Meski mereka pakai bagasi sepertinya tidak cukup membuat mereka ringan. Tetap saja tas tenteng besar dan tas punggung menemani perjalanan mereka yang lumayan itu. Ditambah pegal-pegal akibat lama duduk.

Yah... Tidak mudah bagi para perantau baru yang akan menetap entah sampai kapan di pulau itu. Yang jelas mereka kesini untuk bergabung bersama Sang Ayah yang sudah 4 tahun meninggalkan mereka berempat di Pulau Jawa yang hijau itu. Benar, hijau. Karena pulau Batam ini hanya dilihat dari pesawat saja warnanya merah dan sedikit hijau. Tidak masalah suasana baru , asalkan nyaman dan aman di tempati untuk memulai jenjang selanjutnya.

Sesampainya di ruang pengambilan bagasi dan cek out, si adik yang pecicilan itu senang bukan main. Ia mendahului si abang yang berjalan di depan sambil membawa tas tenteng dan keresek berisi buah tangan.

Dengan senyum polos ia berbalik dan mengambil keresek oleh-oleh itu dan membawanya. Ia pun menyejajarkan jalannya dengan sang abang. Sementara si kakak dan Ibu mereka berjalan di belakang sekitar satu langkah jauhnya.

Satu persatu barang milik penumpang yang beraneka macam keluar dari bagasi dan disalurkan ke ban berjalan. Si abang tampak jeli melihat barang barang tesebut yang semakin lama semakin ramai.

Baru saja mau mengambil salah satu koper yang tampak, ada bapak-bapak sok sibuk yang menyenggol orang- orang yang mau mengambil bagasi. Kebetulan tas si bapak ada di samping koper keluarga itu. Baru saja mau meraih gagang koper si bapak memaksa menerobos antrean dan menyenggol si abang dan tangannya pun gagal meraih tas. Ia sempat oleng namun untunglah koper mereka belum jauh berjalan. Dengan cekatan si abang meraih koper dan menariknya ke luar kerumuman orang.

Baru satu koper, belom empat lagi. Si abang mencoba bersabar. Banyak lagi koper dan kardus-kardus yang keluar. Si kakak yang tomboi menerobos kerumunan dan berdiri tepat di samping abangnya. Begitu sadar adik perempuannya ada di sampingnya, ia tersenyum.

Dengan cekatan mereka meraih koper dan tas besar mereka dan segera menaruhnya di troli. Tidak lupa si adik yang imut itu membantu kakak-kakak dan ibunya untuk menyusun tas dan koper yang tingginya hampir menyerupai peti kemas yang bertumpuk di pabrik.

Setelah semua selesai, mereka segera keluar. Pintu geser otomatis dari kaca itu membuka dan menghasilkam pemandangan yang menyakitkan mata. Ramainya bandara dan orang-orang yang menunggu untuk menjemput sudah bisa dibilang bejibun. Berusahalah mereka keluar dari kerumunan itu.

Akhirnya mereka pun sampai di dekat antrean taksi. Si kakak sudah ngos-ngosan karena perjalanan dan perjuangan yang terhitung jauh setelah mendarat. Sementara si adik tetap pecicilan dan mengundang perhatian khalayak ramai. Banyak yang juga menunggu jemputan merasa terhibur oleh si adik yang aktif dan menggemaskan. Bahkan ada nenek-nenek yang mencubit pipinya yang tembem itu. Sebagai ibu, Sang bunda juga senang anaknya bisa menghibur para pengunjung. Ia pun juga ikut terhibur oleh anak bungsunya itu. Si abang yang teler merasa terhibur juga. Ia merasa capeknya hilang dan ia pun jadi lebih rileks menunggu sang ayah yang akan menjemput.

Tidak lama kemudian, mobil avanza putih memarkirkan sementara mobilnya tepat di depan mereka. Serentak bocah-bocah itu melonjak gembira. Sang Bunda mendesah, bersyukur karena apa yang ditunggunya tidak terlalu lama. Apalagi mereka menunggu dalam posisi berdiri karena bangku-bangku yang ada sudah penuh.

Mereka tambah gembira saat pengendara mobil itu keluar. Itu Sang Ayah, yang sudah lama berpisah dengan mereka selama 4 tahun. Ya... Hanya bisa berbicara lewat telepon dan telepon vidio.

Bukannya segera mengangkat koper dan tas mereka bertiga menghambur pada Sang Ayah. Pelukan mereka disambut dengan pelukan besar dan hangat. Sementara Sang Bunda hanya tersenyum karena badannya masih lelah.

Sadar belum memasukkan barang, mereka segara bubar dan membereskan barang-barang yang bejibun itu dengan cepat. Setelah semua masuk bagasi mereka pun meluncur ke rumah mereka. Daru sinilah petualangan yang tidak terduga dimulai.

TBC

Hai teman semua!!! Syukron banget sudah mau baca cerita Ana. Gimana? Seru? Yuk lanjut! Makin lama dan makin jauh akan banyak petualangan seru lhooo....
Selamat membaca! Barakallah 😊😀

Batik Prantau BeginningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang