"Hachim... Hachim." Dinda menggosok hidungnya. "BHILA GILA. ini semua gara-gara Lo." Tuduhnya.
"Alaahhh. Kalau Lo bangunnya cepat juga gak akan gue siram pakek air cucian." Ucapnya tanpa sesal.
"APA? AIR CUCIAN? LO PIKIR MUKA GUE GOT APA?"
"Mungkin."
"Hachim. Punya sahabat satu bawaannya pengen nyeburin ke laut." Gerutunya pelan.
Mereka berjalan melewati koridor. Suasana sepi karena 1 menit yang lalu pelajaran pertama sudah di mulai. Terkecuali kelas XI IPA 1 yang sudah di infokan bahwa jam pertama kosong. 'Horree' begitulah aksi mereka setelah itu. Dinda tak hentinya menggosok hidungnya. Sesekali menyapu dengan tisu mini.
Beberapa siswa-siswi berpakaian olahraga duduk di teras kelas sembari bercanda ria. Tepat saat dua insan itu melewati kegaduhan kecil yang di buat para penghuni XII IPS 2. Di saat itulah, Bhila mulai merasa risi karena mereka menatap Bhila terlalu intens. Beberapa diantara siswa laki-laki menyapa sok manis pada keduanya. Dinda membalas dengan senyum ramah. sedangkan Bhila hanya menaikkan alis kiri seolah berkata 'siapa lo?'.
Lain halnya dengan para kaum hawa yang langsung melingkar mengumbar mitos atau fakta mengenai dua gadis itu dengan tatapan menghujat.
"Bhila! Lo itu nggak bisa apa sekali aja membalas sapaan mereka. Setidaknya tersenyum kek, menganggukkan kepala kek atau-"
"Nggak!"
Dinda mengerucutkan bibirnya.
Bhila mendahului Dinda yang masih bersungut-sungut di belakang, berbelok kiri menaiki tangga menuju lantai dua.
"Ck! Lo itu juga butuh bersosialisasi. Butuh teman." Geram Dinda yang sudah menjajari langkah Bhila.
"Gue udah punya teman! Gue gak butuh teman!!" Tegasnya.
"Teman yang Lo maksud gue?"
"Hmm."
Dinda berhenti melangkah. Tertinggal tiga anak tangga dari Bhila. Menarik nafas dalam-dalam. "Bagaimana jika gue gak ada?" Ucapnya dengan mata sayu.
Spontan Bhila menghentikan langkahnya. Menoleh tajam kearah Dinda yang kini tengah menunduk dalam.
"Maksud Lo?" Nada tanya tapi terdengar menusuk.
Dinda mendongak dengan ekspresi gelisah. "Ya...mungkin gue ikut ortu ke luar kota atau berkunjung ke rumah nenek." Jawabannya ganjil.
"Oh."
Bhila melanjutkan langkahnya. Tanpa ingin mengetahui maksud sahabatnya itu. Dinda hanya menatap nanar punggung Bhila yang mulai hilang di ujung atas anak tangga.
***
"BACA!!!"
Suara itu menginterupsi. Matanya melotot seolah ingin keluar, terkesan horor. Suara yang berasal dari mulut tebal dengan lipstik merah nyala yang dimiliki Winar. Tepatnya Winarsih, salah satu dari deretan guru killer di sekolah itu yang mengisi jam keempat. Spontan membuat penghuni kelas membuka buku asal-asalan.
Dua bangku depan deretan kiri yang di isi anak-anak rajin begitu sibuk dengan aktivitas mencatat, sedangkan dua bangku di belakangnya sibuk membuka buku tulis dengan merek ' Sidu'. Bukan mencatat melainkan bermain S O S. Sungguh miris, tapi menyenangkan. Empat bangku pojok yang di isi gamers kelas bergabung mabar( main bareng) mobile legend tanpa rasa takut. Sedangkan kubu cewek hits sibuk mengecat kuku bergantian, ada pula yang menambahkan spidol sebagai hiasan.
Sayup-sayup Bhila mendengar rintihan, juga sesekali seseorang bersin. Gadis itu melepas headset putih, mengangkat kepala,membuka malas matanya.
"Lo sakit?" Tanya Bhila setelah melihat Dinda yang tubuhnya terbalut jaket polkadot pink miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe?
Teen Fiction"Gue nggak perlu merasakan indahnya jatuh cinta, untuk mengerti pedihnya sakit hati." Nabhila Joecellin Kashila. "Bukan gue yang butuh Lo. Juga bukan Lo yang butuh gue. Tapi kita saling membutuhkan. Layaknya siang dan malam, matahari dan bulan, tang...