6. Petaka

14 4 0
                                    

Semua mata tertuju pada cowok itu yang tak lain adalah Arka. Bukanya pergi, seluruh kantin sibuk live broadcast Instagram masing-masing. Seolah terbiasa dengan keadaan ini.

Cowok itu berdiri sok cool, sembari membersihkan pundak kanan yang sebenarnya tak ada setitik debu yang menempel. Memincingkan mata. Merespon Arka dengan santai. "Lo siapa? Kakak? Adik? Atau..." Ucapannya tertahan." Bodyguardnya?" Senyum seolah mengejek terbit dari bibir tipisnya.

"Tips deketin cewek jutek. Yang pertama, Lo harus jadi heronya. Dan jangan lupa. Akuin kalo Lo pacarnya di depan umum."

Begitulah cuplikan kata-kata yang di lontarkan Tama semalam. Sahabatnya itu memang memiliki segudang tips kalau masalah cewek. Jangan tanya dari mana. Pastilah dari mbahnya. Mbah Google.

"Pacar!"

Bisikan-bisikan  yang mulanya terdengar riuh kini berubah menjadi hening. Semua pasang mata menatap Arka cengo. Bhila merasa aneh dengan ucapan Arka. Pacar?  Rasanya, Bhila ingin segera membunuh Arka saat ini juga.

"Lo pikir gue percaya." Cowok itu seakan mengambil paksa perhatian yang sebelumnya tertuju pada Arka. "Seluruh sekolah juga tau, Lo itu siapa? Dan dia siapa?"fokusnya terarah ke Bhila kemudian beralih ke Arka lagi." Sama-sama BATU!!"

Tangan Arka mengepal kuat hingga menyisakan sebercak putih di ujung ruas-ruas tengah jarinya. Giginya gemertak. Sedetik kemudian, tangannya melayang dan tepat mendarat di atas pipi kanan cowok itu yang sekarang terhuyung ke belakang.

"Lawan bos!!! Lawan!!!"

"Benar bos!!! Jangan kasih ampun!!"

"Ayo bos!! LAWAN!!!"

Segerombolan cowok seolah memberi semangat dan juga sebagai kompor seakan menambah kesan memanas di antara keduanya.

Cowok itu mendekat dan melayangkan pukulan yang langsung di tangkis Arka. Keduanya saling menyerang-menangkis, berputar, menghindar. Kecepatan yang dimiliki keduanya sangat tepat. Gerakannya terkesan sangat indah. Mereka seolah menari dengan gerakan berbeda.

Karate, taekwondo,Batin Bhila.

Kini keduanya terhuyung ke belakang, berlawanan arah dengan menyisakan luka di beberapa bagian wajah. Merasa muak dengan sikap kekanak-kanakan anak SMA, Bhila merenggut lengan Arka dan menariknya pergi dari keramaian yang menyisakan sorak sorai kecewa dari penonton.

Bhila menatap kesal pada kawanan manusia yang sudah memenuhi pintu kantin. Spontan mereka memberi jalan sembari terus mengangkat ponsel mereka untuk mendapatkan gambar terbaik.

Beberapa siswa-siswi di koridor menatap Bhila dan Arka secara bergantian, sesekali melihat ke ponsel masing-masing. Ada yang teriak histeris, ada yang geleng-geleng kepala tanda kecewa, ada juga yang tersenyum bangga.

"Segitu sukanya ya Lo sama gue? sampai nggak mau lepasin tangan gue."  Ucap Arka dengan nada yang menyebalkan bagi Bhila ketika mereka berada tepat di bawah tangga menuju lantai dua.

Seketika Bhila melepaskan tangan Arka. Menatap Arka penuh amarah, sedangkan Arka sibuk dengan pelipisnya yang mulai lebam.

"Lo gak mau ngobatin muka gue?" Tanya Arka ketika mendapati Bhila sedang menatapnya kesal. "Kalau Lo suka sama gue, gak perlu melototi mata Lo sampai hampir jatuh kayak gitu! Biasa aja." Lanjutnya.

Bhila memutar bola matanya malas.

"Gue ingetin sama Lo. Jangan. Pernah. Ngaku-ngaku. Pacar. Gue. Apalagi. Di depan. UMUM."

Arka terkekeh. "Gue ingetin sama Lo. Kita.PACARAN. Nggak ada. Penolakan. Dan. Nggak. Nerima. Pendapat. Dari. Lo." Arka tersenyum puas. "Sekarang Lo bantuin gue, gara-gara Lo muka gue bonyok."

"Dasar bego!! Kelebihan hormon kekurangan otak!" Gerutu Bhila yang hendak menaiki tangga.

"Ehh, Lo mau kemana?" Arka menahan tangan kiri Bhila yang langsung di hadiahi ciuman tembok tepat di punggung tangan kiri Arka. Cowok itu mengerang kesakitan.

"Jangan sentuh gue!!"

"Lo punya utang ngerawat-"

Suara Arka terputus oleh hentakan sepatu yang menggema, membuat Bhila serta Arka menatap ke sumber suara.

"B-Bhil."

Nafas Bunga tersengal-sengal, dengan dahi yang di penuhi keringat sebesar biji jagung. Cewek itu menyandarkan punggungnya pada tembok bercat putih salju.

Bhila dan Arka menatap Bunga penuh tanda tanya besar. Pasalnya cewek itu hampir tidak pernah mencari Bhila.

Bunga menatap Arka sekilas lalu beralih ke Bhila. "Gue nyari Lo ke kantin. Tapi Lo gak ada." Cewek itu menekan layar di ponselnya."lihat!"

Bhila mengikuti arah pandang Bunga yang tengah menatap video. Berbeda dengan Arka yang acuh tak acuh seolah tau isi video itu.

"Lo di cari Pak Hendra." Mata Bunga beralih ke Arka. "Lo juga."

Bhila terperanjat. Kenapa dia juga kena? Padahal dia tidak ikut andil saat Arka dan cowok itu berkelahi. Membayangkan memasuki ruangan kesiswaan saja sudah membuat perut Bhila mulas, apalagi benar-benar berada di tempat itu. Tempat yang terkenal horor karena penghuninya, Pak Hendra. Lalu, apa kabar dengan Gin, mama Bhila? Jika wanita itu tau putrinya kena masalah. Akan ada ceramah secara live 24 jam. Bhila menggeleng frustasi.

"Petaka." Desis Bhila.

Sedangkan Arka hanya memasang wajah datar. Ruang BK ataupun ruang kesiswaan sudah menjadi tempat biasa yang ia kunjungi. Toh,siapa juga yang peduli dengan sekolahnya.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Maybe?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang