TERBANGUN
Daichi terbangun kala mendengar nyalang suara alarm yang berasal dari ponselnya.
Secangkir kopi yang telah mendingin.
Layar komputer yang masih meyala di tengah kegelapan ruang kerja.
Daichi menghela napas pendek. Manik melirik headline koran yang baru saja terbit kemarin.
Pekerjaan berat menanti, tekanan batin menyerang. Bagaimana bisa sahabatnya terlibat dengan urusan semacam ini?
Terlalu berat bagi Daichi—yang merupakan seorang detektif kepolisian—menyelidiki dan menahan sahabatnya sendiri.
Daichi selalu yakin, setiap orang pernah terjebak dan tersesat.
Mereka yang kehilangan sayap mereka, mereka yang kehilangan kaki mereka, mereka yang kehilangan mata maupun suara mereka.
Tetapi, mereka tidak sepenuhnya kehilangan.
Masih ada hati, masih ada perasaan, masih ada tekad.
Lalu kenapa mereka menyerah?
Daichi menatap sendu laporan data kasus pada layar monitor yang berhasil ia ketik sendirian semalam suntuk.
"Seorang pasien rumah sakit jiwa membunuh salah seorang dokter dan membuat kekacauan."
"Terjadi pembunuhan satu keluarga pada pemukiman x, terdiri atas sepasang suami istri. Di duga pelaku adalah putra bungsu mereka yang juga di temukan tewas meminum racun. Pemicu bisa jadi disebabkan oleh kasus pembunuhan putri bungsu di keluarga tersebut."
"Ditemukan mayat seorang pria yang tenggelam di sungai perfektur xx. Terduga bunuh diri."
"Pembunuhan seorang mahasiswi menjadi kunci kasus atas terlibatnya beberapa orang yang menghilang dan tewas. Fakta mengejutkan mereka semua memiliki hubungan kekerabatan maupun pertemanan."
"Seorang remaja SMA yang menjadi saksi atas semua kasus yang terjadi mengalami tabrak lari, dan sampai saat ini masih belum sadarkan diri."
Kesedihan semakin tercetak jelas saat Daichi menatap berkas dokumen yang menampilkan potret sang sahabat.
Dr. Sugawara Koushi : Diduga menyalahgunakan obat-obatan untuk menidurkan putrinya dan menghilangkan saksi. Saat ini menghilang dan tidak diketahui keberadaannya.
.
.
.
.
Ini salah.
.
.
.
.
Koran terhempas kuat menyentuh tembok, menandakan seseorang yang baru saja melemparnya dengan penuh emosi.
Suara kilat menyambar, Daichi tersentak kaget seolah baru tersadar akan sesuatu,
Hujan datang, sepasang manik menatap sendu keluar jendela.
Dingin sekali
Teringat akan sesuatu, mayat yang ditemukan, waktu pembunuhan dan kecelakaan.
Semua itu terjadi saat hujan.
'Pasti dingin sekali bagi kalian.'
Benda tipis bernama ponsel segera diraih, Daichi mengetikkan beberapa digit nomor telpon.
Tak perlu menunggu lama kala panggilan telponnya di jawab.
"Halo, rumah sakit jiwa xxx. Apa ada yang bisa kami bantu?"
"Pertemukan aku dengan Kageyama."
***
Good
bye
to this
place
where
we
grew
attached
to let's
move
now
to
a higher
place
Satu chapter lagi dan cerita andeca andeci labora bori ini selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
WINGS || Karasuno
FanfictionWarning ! self harm, depression [.] Kala Ia telah kehilangan jiwanya Mereka bimbang . Mereka tersesat . Mereka terjebak . Mereka yang kehilangan sayapnya . Mereka yang berusaha lari Dari iblis dan kegelapan [.] Haikyuu © Furudate Haruichi Wings © Li...