Konspirasi Alam Semesta: 8

13.3K 2.1K 30
                                    

Keraguan memang kerapkali mendatangiku terutama perihal pernikahan. Di usia yang sudah matang ini, justru keinginan menikah sering timbul-tenggelam.

Sampai pada detik ini aku dihadapkan pada seorang pria berdarah biru yang kapanpun siap menikahiku. Setelah pesan yang Ia kirim berbunyi 'ramalan', kenyataannya terjadi juga.

Dia bilang satu minggu lalu bahwa di minggu ini aku akan segera berhadapan dengannya. Konspirasi alam semesta kembali memunculkan perannya.

Sewaktu di Surabaya, sebenarnya aku tidak sendiri, melainkan ada kedua orang tuaku dan kakak-adikku. Aku melepas penat dengan bersama orang-orang terdekatku, rencana awalnya begitu.

Namun, tidak pernah terjadi. Karena kedua orang tuaku sibuk menceramahiku dengan tema mencari pasangan dan pernikahan. Terlebih karena adikku sudah lebih dulu menikah, sedangkan aku masih saja di zona nyaman.

Mereka kira aku santai, berbahagia dengan kesendirian ini. Jujur saja perkiraan mereka justru membuatku tersinggung. Keadaan berbeda 180 derajat. Saat beberapa teman baikku sudah berumah tangga dan punya anak, sedangkan hatiku belum berlabuh pada siapapun dan berjalan terluntang-lantung.

Siapa sih sebenarnya yang tidak mau menikah? Ingin sekali! Tapi itu tidak mudah.

Tidak semudah jalan Atika yang bertemu suaminya di bangku kuliah, mereka berpacaran kemudian menikah. Tidak ada drama yang serius, mereka melenggang begitu saja dengan mudahnya.

"Jadi, apa alasan kamu tiba-tiba menyetujui pernikahan ini, Ayun?"

Pertanyaan mas Rama membuyarkan pikiranku yang sedari tadi bercerita.

"Karena saya ingin menikah. Itu saja."

"Tanpa cinta? Bukannya kamu keberatan?"

"Apa mas Rama cinta sama saya?" Keberanian yang entah muncul darimana mendorongku bertanya hal receh seperti barusan.

Mas Rama melepaskan pandangannya padaku beberapa saat kemudian dan mulai menyesap kopi panas pesanannya.

"Kamu tahu bagaimana perasaan saya dan tujuan pernikahan ini Ayun. Apa perlu saya jelaskan lagi?"

Gusti Raden Mas Sanggramawijaya Djayanegara ini mencintai wanita bernama Amithya. Cinta mati.

Sedangkan pernikahan ini semata-mata agar kedua orang tua mas Rama tidak lagi memburunya untuk menikah. Terlebih saat kedua orang tuanya bersikeras memilihku yang baru saja masuk secara tidak sengaja ke kehidupan putra tertuanya itu, yang menurut mas Rama Ia tidak akan pernah bisa menolak keinginan kedua orang tuanya.

"Saya...hanya ingin segera menikah. Itu saja. Ada yang salah dengan keinginan untuk cepat menikah?"

Mendengar pernyataanku, mas Rama justru tersenyum tipis yang meremehkan. Ketika Ia melakukan itu, pertama di benakku adalah aku membencinya, tetapi di balik itu aku terhipnotis dengan senyumannya. Hal pertama yang membuatku terpesona ketika bertemu dengannya di awal.

"Saya pikir desakan kedua orang tuamu jadi alasan utama bukan?"

"M-mas tahu dari...mana?"

"Ayun.. setiap keturunan darah biru dan saya yang bergelar Putra Mahkota, sedari kecil dibekali ilmu untuk membaca pikiran orang, beruntungnya saya yang paling ahli dalam hal itu di keluarga saya."

Cenayang maksud dia??

"Sok jadi cenayang. Kenapa waktu itu pura-pura nggak paham alasan kenapa saya pergi dari sini." Gumamku sendiri. Tidak peduli Ia mendengar atau tidak.

Aku sedikit tidak percaya, karena anehnya saat waktu di Surabaya, hati dan pikiranku terasa terpanggil untuk kembali lagi ke Solo.

Rupanya terjadi juga.

Layaknya aktris Vicky Shu yang baru saja bercerita di instagramnya tentang bagaimana Ia bertemu dengan suaminya. Waktu itu dia baru selesai show di salah satu kota dan tiba-tiba saja keinginannya untuk pergi ke Jepang harus sesegera mungkin terlaksana. Saat orang-orang bertanya mau apa kesana? Mau bertemu jodoh jawabnya.

Alam semesta memang suka mempermainkan perasaan manusia. Tapi tanpa mereka pun hidup kita akan terasa hampa, seperti tahun-tahun sebelumnya, saat aku belum dipertemukan dengan Sang Putra Mahkota.

"Daripada Mas terus-terusan menginterogasi saya, sebelum saya berfikir ulang, kelanjutannya bagaimana ini?"

Tak terduga, mas Rama mencondongkan badannya untuk lebih dekat menatapku. Batas kami adalah sebuah meja kecil bundar ala kafe kekinian, aku hanya bisa membeku di tempat. Bukannya mundur untuk mengantisipasi hal-hal diluar kendali.

"Begini Ayun. Saya tidak mau kamu mengiyakan pernikahan ini seakan-akan saya paksa, saya mau kamu terlihat juga membutuhkan pernikahan ini. Paham?"

Aku mengerjap dua kali sebelum akhirnya sadar bahwa ucapan pria ini barusan sangat kasar.

Tapi aku juga terlalu jual mahal, memang dipikir-pikir aku juga butuh pernikahan ini, aku butuh perubahan status, aku butuh calon suami yang qualified untuk mewujudkannya. Semua sudah tersedia, tinggal kini aku harus sedikit menekan egoku.

"Ehm. Oke, fine. Saya akan menunjukkan ketertarikan saya pada pernikahan ini. Apa hal pertama yang harus saya lakukan?"

"Pertama hubungi kedua orang tuamu. Bilang pada mereka kalau saya ingin datang untuk segera melamar anaknya."

"Sebelumnya saya harus beritahu Mas, kalau orang tua saya tidak mudah percaya dengan hal yang instan. Menurut Mas saya harus apa?"

Mas Rama terlihat berpikir. "Seperti dugaan awal, saya harus banyak mengajari kamu, Ayun. Baiklah.. jadi..."

Dan pembicaraan mengenai pernikahan karena status ini, dimulai.

Konspirasi Alam SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang