Konspirasi Alam Semesta: 25

8.2K 1.5K 148
                                    

Buat yang lupa ceritanya karena terlalu lama update bisa scroll dari awal ya. Nggak bosen kan? Hehe.

Btw, El tiba-tiba update hari ini karena terharu sama notifikasi dari temen-temen semua. Ternyata masih ada yang nungguin ceritanya El.

Oh ya sekali lagi, cerita-cerita El belum ada yang naik cetak atau di publish dimanapun ya, doain aja semoga bisa naik cetak, amiiin.

Happy Reading.
**

"Ndoro putri.. hari ini ke rumah sakit dengan saya ya."

"Apa bisa Mbok nanti mampir lihat Kanjeng Raja lagi? Sebentar saja."

Mbok Mirnah gelisah. Ekspresi itu lagi yang muncul di raut wajahnya yang sudah tidak muda lagi, kerutan demi kerutan terlihat jelas di wajahnya. Terlebih lagi ketika Ia mengambil resiko-resiko yang muncul akibat ulahku. Mbok Mirnah masih saja setia menjadi pengasuhku di dalam Keraton ini meskipun dua hari yang lalu Ia ditegur oleh Kanjeng Raja karena mengizinkan aku dan mas Rama bertemu.

Aku rindu, benar-benar sangat rindu. Bisakah kuambil kekuatan diriku dengan sekedar bisa melihatnya dari jauh?

Bayangkan, pertemuan selama kurang lebih 5 menit itu bisa menjadi begitu besar maknanya bagi semua orang. Bagi Kanjeng Raja dan tentu saja bagi diriku sendiri. Mengenai mas Rama, entahlah bagaimana dan apa yang ada dalam hatinya..

Aku masih ingat malam itu, malam dimana aku memeluknya dari belakang, begitu nyaman tubuh ini bisa memeluk tubuhnya, mencium wangi badannya yang selama ini hanya berada dalam angan-anganku saja.

"Ayun.."

Itu yang keluar dari bibirnya saat pelukanku menggapai belakang tubuhnya, memeluknya dan menghirup wanginya.

Bukan pertanyaan tapi lebih kepada memastikan bahwa yang sedang merangkulnya saat itu adalah memang benar aku.

Tidak butuh waktu lama adegan aku memeluk mas Rama dari belakang, dia dengan cekatan langsung membalikkan badannya dan merengkuh kepalaku untuk Ia dekap dalam dadanya. Kedua tangan itu kembali merengkuhku, seakan melindungiku, seakan rindu setengah mati padaku, seakan semua doa-doanya terkabul hanya dengan memelukku.

Perut yang mulai membesar ini tidak luput juga dari perhatiannya, dengan posisi yang masih sama, Mas Rama tidak ingin melepaskan dari pelukannya, satu tangannya mengelus anaknya. Anaknya yang masih berada dalam perutku.

"Kamu baik-baik aja kan, Mas? Kamu sehat kan?" Tanyaku penuh khawatir, tapi mas Rama hanya diam tidak menjawabku.

Aku tentu saja tidak sabar mendengar suaranya, kemudian kulonggarkan pelukan kami dan berusaha mendongakkan kepala hendak menatap wajahnya.

Srrrrrr...

Desiran itu muncul lagi. Desiran lembut dari dalam diriku, seperti terperangah ketika menatap kedua bola mata milik mas Rama. Setelah sekian lama, tentu saja.

Namun, perasaan lain muncul lebih mendominasiku. Apa mas Rama masih berhubungan dengan Amithya?

Seketika rasa ingin terus merindu pada mas Rama lenyap, sunggingan senyumku pun sirna. Mas Rama menangkap gelagat anehku itu.

"Ayun.."

Suara itu..suara yang ingin ku dengar beberapa bulan belakangan.

Kemudian aku tersadar.

"Mas.. lebih baik selesaikan urusanmu baru kembali lagi kesini. Seandainya kamu tidak mampu menyelesaikannya, bunuh saja aku mati, jadi tidak perlu ada kesulitan kamu untuk memilih."

"Jangan berani-beraninya kamu membawa nyawamu dalam permasalahan ini. Saya tidak pernah kesulitan untuk memutuskan sesuatu, saya hanya sedang menunggu waktu."

Aku tersenyum simpul sesaat. "Ya, tapi tidak semua bisa menunggumu, Mas. Tidak semua harus sama seperti harapanmu."

Kemudian aku menjauh beberapa langkah dari tempat mas Rama berdiri, aku tahu mas Rama membaca pikiranku kali ini, dia bisa bebas berkelana dalam kepalaku saat ini.

Ya, tentu saja karena aku sedang lemah, aku sedang rindu setengah mati pada suamiku itu.

Aku kembali berjalan ke dalam tempat tinggalku dengan sesak di dada juga buliran air mata, terlebih setelah kulihat mata mas Rama lebih dulu berurai air mata.

**
Keesokan harinya, aku tengah mengistirahatkan pikiranku dengan memejamkan mata dan meletakkan badan sejenak di kursi malas ini, di gazebo yang letaknya ada di depan kamarku. Siang seperti saat ini paviliun tempat tinggalku sangat sepi, para Abdi Dalam yang tadinya tengah membersihkan taman sudah kembali ke tempatnya. Hanya tersisa mbok Mirnah dan penjaga paviliun yang tidak tampak olehku karena menjaga di depan pintu gerbang.

"Ndoro putri, Kanjeng Ratu mampir kemari.."

Sontak aku membuka mata dan sudah telat menyadari bahwa Ibunda mas Rama sudah di depan mataku.

"Maaf Bu.." sambil memposisikan badan aku berucap pada Kanjeng Ratu.

"Sudah, ndak apa-apa. Ibu yang sudah mengganggu waktumu.." ucap Kanjeng Ratu.

Waktu berjalan begitu cepat. Dengan semilir angin menuju sore, aku dan Kanjeng Ratu menikmati secangkir teh. Kami bercerita dan bertukar pikiran tentang kehidupan, sampai kami terjatuh pada topik itu.

"..ada yang belum pernah Ibu ceritakan padamu, Ayun."

"Apa, Bu?"

Kanjeng Ratu terlihat menghela nafas panjang, kemudian memulai membuka bibirnya.

"Selama ini Amithya mempermainkan dan memanfaatkan Rama, Yun."

"Bagaimana bisa, Bu?"

"Sewaktu gagal pernikahan mereka karena perbuatan Amithya, keluarga besar Amithya jelas tidak terima. Salah satu saudaranya ada yang masih keluarga Kepatihan. Kepatihan hampir sama seperti Keraton kita, hanya dia lebih kecil dan area jangkauannya bukan disini..."

"...dengan berbagai cara, keluarga Amithya melakukan apapun untuk menyelamatkan Amithya agar harga diri keluarganya tidak tercoreng, salah satunya dengan mengikat janji."

Aku mengernyitkan dahi.

"Maksudnya apa, Bu?"

Kanjeng Ratu berdesah lagi. "Ibu juga tidak tahu apa dibalik perjanjian itu. Hanya, yang Ibu tahu, Kanjeng Pangeran sedang berusaha memutuskan ikatan janji itu sekarang, Yun.."

Aku masih berpikir maksud yang dikatakan Kanjeng Ratu padaku.

"Ibu mohon, supaya kamu jangan membenci Kanjeng Pangeran ya Ayun.. apa yang dilakukannya sekarang Ibu yakin itu untuk keselamatanmu dan kita semua." Ucap Kanjeng Ratu padaku.

Bagaimana bisa aku membenci putramu itu, Bu?

Aku kemudian memalingkan pandanganku dari Kanjeng Ratu. Entah darimana informasi itu berasal tetapi membuatku cukup yakin akan hal itu.

Lantas yang menjadi pertanyaanku, bagaimana kalau ternyata aku dan mas Rama sama-sama berusaha membatalkan hal yang serupa?

Konspirasi Alam SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang