Pertama kali

48 8 0
                                    

-Sekitar empat tahun yang lalu pada Hari Sabtu, 13 April 2014.-

"Hei, Lo penasaran gak sama hutan terlarang di belakang sekolah kita?" tanya Rius.

"Maksud Lo, hutan ilusi itu?" tanya Nada memastikan.

"Ya, Lo benar! Lo mau gak ikut gue kesana?" tawar Rius.

"Gak mau, ah! Memangnya kalo kita kesana, trus dapet apa?" tolak Nada.

"Ayolah Nada, ini pasti akan seru," Rius sudah seperti seorang sales yang sedang menawarkan barang dagangannya. Aku menyusul langkah kaki mereka yang sedari tadi berjalan di depanku untuk menuju kantin.

"Hei, kalian ini sedang membicarakan apa sih? Pasti ada hubungannya sama hutan angker di belakang sekolah kita," ujarku setelah berhasil menyusul mereka.

"Iya. Dia dari tadi ngomongin itu terus. Padahal gue udah bilang kalo gue gak mau ikut. Cuma menghabiskan-habiskan waktu gue doang," jawab Nada.

"Ini tidak akan menghabis-habiskan waktu lo. Karena ini pasti akan seru dan lo bakal menyesal seumur hidup, kalo lo gak ikut gue ke hutan itu. Percaya deh sama gue. Disana itu katanya banyak pohon misterius dan hewan-hewan sihir! Tidak hanya itu, katanya, kita bisa menemukan sesuatu yang belum pernah kita temui sebelumnya," ujar Rius lagi. Yang benar saja? Sekarang dia benar-benar seperti seorang sales.

"Bahkan Velly saja mau ikut. Ya kan, Vel?" Rius menyikutku. Aku memikirkan kata-kata Rius dikepalaku. Lalu aku menjawab, "Kalau seru dan menegangkan, kenapa tidak? Aku suka sesuatu yang seru." Rius tersenyum senang padaku. Lalu berpaling pada Nada, "Bagaimana? Ikut atau tidak?"

Nada mengerutkan dahinya. "Baiklah... baiklah... gue ikut!" jawab Nada pasrah. Rius tersenyum lebar. Sangat lebar sampai rasanya bibirnya akan robek. "Kalau begitu, nanti sore sepulang sekolah, gue tunggu kalian di depan pagar Hutan Terlarang. Sekarang gue mau pergi dulu dan mengajak yang lain juga." Rius pergi meninggalkan kami sambil melompat-lompat kegirangan.

Nada terdiam di sebelahku. Sesaat setelah Rius sudah tidak terlihat lagi, Nada baru membuka mulutnya. "Apa menurutmu ini ide bagus?" tanyanya. Aku mengedikkan bahu. "Memangnya apa yang akan terjadi jika kita kesana?"

***

Aku pikir ini bukan ide buruk sama sekali. Aku, Nada, Dika, dan si kembar Alvon Alvin berangkat bersama menuju pagar hutan itu. Entah bagaimana caranya, tapi Rius sudah berhasil membujuk Alvin, karena dia satu-satunya orang yang tidak suka petualangan. Ia lebih suka berada di rumah dan mendengarkan musik. Alvon sepertinya tidak terlalu mempermasalahkannya. Ia tetap tersenyum dan berlompat girang.

Sementara itu, Dika sangat ingin ke hutan itu. Bagaimana tidak? Selain Rius, Dika juga sangat penasaran dengan Hutan Terlarang. Ia sudah lama mempelajari tentang hutan itu. Bahkan ia mengoleksi semua buku misteri dan penelitian tentang Hutan Terlarang.

Sesaat kemudian, kami sampai di depan pagar Hutan Terlarang. Rius sudah menunggu kami. Ia tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya. Ia sekarang terlihat seperti tokoh antagonis dari film-film. Aku tidak mengerti bagaimana cara kami masuk ke hutan itu. Karena sebenarnya sama sekali tidak ada gerbang menuju hutan itu. Hanya ada pagar setinggi lima meter yang terbuat dari besi, dan sekarang kami sedang berdiri di depannya.

"Kalian pasti bertanya-tanya kan, bagaimana cara kita masuk ke dalam?" kata Rius yang sepertinya berhasil menebak isi kepalaku. Aku menggangguk. Rius tertawa, lalu menyeringai. Ia mengangkat lagi sebelah alisnya.

"Memangnya kau sudah punya ide? Karena kalau tidak, aku lebih baik di rumah dan mendengarkan lagu Mosaik sambil membaca buku," Alvin menguap, "atau setidaknya aku bisa tidur."

The IllusionersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang