Pembagian kamar

17 3 0
                                    

Langit sudah amat gelap. Kupikir hari ini akan segera berakhir, tetapi masih ada informasi lagi dari Sang Illusionist, yakni mengenai pembagian kamar.

"Rumah ini dibangun dengan kekuatanku dan Dorothy, Sang Pohon Ilusi. Rumah ini disusun bertingkat berdasarkan salah satu bagian otak manusia yaitu, lobus frontal yang berfungsi mengendalikan gerakan, ucapan, perilaku, memori, emosi, kepribadian dan fungsi intelektual, seperti proses berpikir, penalaran, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan perencanaan, atau lebih singkatnya 'pikiran'. Pikiran terluar manusia adalah yang paling logis, yaitu Buah Pengetahuan, maka lantai pertama menjadi milikmu, Dika Frouta,†jelas Sang Illusionist. Dika mengangguk mengerti.

"Lantai kedua adalah Ranting Kemarahan, milik Rius Twig," 

"Gue punya feeling pemandangan kamar gue bakal tertutup pohon tinggi," komen Rius.

"Kurasa punyamu lebih baik dariku," tanggap Dika.

"Lantai ketiga adalah Daun Kebahagiaan, milik Alvon Fylla," 

"Yuhuuu!! Lantai tiga!" ucap Alvon girang. Kami menggelengkan kepala kami melihat tingkah Alvon yang selalu kekanakan itu. Apalagi ditambah rambut hitam kehijauan-nya yang berantakan sehabis ia menari lagu Happy  tadi.

"Lantai keempat adalah Akar Kebencian, milik Alvin Rizes," 

"Cuih, lantai empat. Rius, kau mau tukar tidak?" tawar Alvin.

"Hohoho tentu saja boleh," jawab Rius. "Lagipula kenapa mau tukar?"

"Dalam mitos orang Chinnese, angka empat itu adalah 'si' yang berarti mati," jawab Alvin.

"Lah, lo percaya hal begituan?" tanya Nada.

"Apa maksudnya itu?" tanya Alvon terheran-heran.

"Sudahlah, tak penting," Alvin mengibas-ngibaskan tangannya. "Yang penting aku takkan mau berada di lantai itu."

"TIDAK ADA YANG BOLEH TUKAR!" bentak Sang Illusionist yang membuat kami tercengang.

"Heh? Kenapa?" Rius heran.

"Sudah kubilang, ini semua sudah diatur ratusan tahun yang lalu, atau mungkin sudah ribuan tahun! Jadi tak ada yang boleh menolak peraturan ini," Sang Illusionist menegaskan.

"Baiklah!" Rius menunduk kesal. Alvin juga memperlihatkan sikap yang sama. Kurasa dalam hal ini mereka terlihat cocok. Aku tertawa kecil, yang untungnya tidak terdengar mereka berdua.

"Lantai kelima adalah Bunga Kesedihan, milik Velly Louloudia," lanjut Sang Illusionist. Aku hanya mengangguk dan tak memberi komentar apapun.

"Lantai keenam adalah Benih Cinta, milik Nada Sporous," Nada bersiap membuka mulut untuk memprotes akan hal itu, tapi Sang illusionist langsung menyelanya, "Kau berada di lantai yang lebih tinggi dari pada teman-temanmu karena perasaan Cinta, yang merupakan kekuatanmu itu lebih gila dan lebih mendalam dari pada perasaan atau pikiran lainnya. Seharusnya kau bangga," Nada langsung tutup mulut dan menundukkan kepalanya.

"Lalu bagaimana dengan lantai tujuh dan delapan? Siapa yang menempati kedua lantai itu?" tanya Dika yang selalu ingin mengorek informasi.

"Lantai ketujuh aku yang menempati. Kalau lantai delapan…tadinya sih Dorothy alias Pohon Ilusi yang menempatinya. Tapi karena sekarang ia sudah mati, maka lantai itu akan sepenuhnya kosong. Dan aku sarankan, atau lebih tepatnya, AKU TEGASKAN PADA KALIAN, JANGAN ADA YANG PERNAH KE LANTAI SEPULUH, APALAGI MASUK KE DALAM KAMAR SANG POHON ILUSI!" Sang Illusionist membentak kami lagi.

"Alasannya??" Dika sepertinya merasa curiga akan hal ini.

"Kau tak perlu tau, anak muda. Yang kuingat adalah, Dorothy pernah melemparkan senjatanya hampir mengenaiku saat aku mencoba memasuki kamarnya. Percayalah padaku, masuk ke dalam kamarnya bukanlah ide yang bagus," Sang Illusionist menegaskan yang mungkin menjawab kecurigaan Dika.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The IllusionersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang