Prolog

279 31 16
                                    

Mungkin sudah menjadi rahasia umum bahwa keluargaku yang masih keturunan cina adalah keluarga "dukun".
Ya, dukun atau orang pintar atau paranormal atau apalah sebutannya.
Entah kenapa aku tidak suka dengan keadaan itu, karena banyak sekali orang yang pada akhirnya mengejekku. Apalagi aku adalah seorang gadis yang cantik.

Saat membaca cerita ini aku tidak memaksa kalian untuk percaya kata-kataku tapi aku akan menceritakan kisah yang aku alami.
Ketika usiaku menginjak umur 4 tahun, aku masih jelas mengingat kejadian itu.

Pertama kalinya aku mampu berkomunikasi dengan mereka yang sudah tidak ada lagi di dunia. Kejadian itu bermula ketika pesta ulang tahunku.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga" lantunan suara Ayah dan Ibuku sambil bertepuk tangan.

Aku yang masih sulit berbicara hanya tersenyum kegirangan sambil ikut bertepuk tangan.
Ketika hendak meniup lilin, aku merasakan dingin yang amat sangat dan lampu di ruang makan secara misterius mati dan kembali menyala sehingga membuat ruangan berkedip seperti di ruang disko.

"Kamu belum bayar listrik mas?" Kata Ibu

"Enak aja, sudah aku bayar ci. Ini pasti gangguan makhluk lain. Aku ngerasa hawanya beda" ucap Ayah

Aku yang polos tidak mengerti hanya diam melihat Ayah dan Ibu kebingungan.
Setelah beberapa menit lampu kembali normal, dan acara dilanjut.

"Tiup lilinnya yaaa. Satu... Dua.. Tii....ga" kata orangtuaku

"Fuuuuh" ku tiup lilin yang ada diatas kue coklat buatan Ibu.

Dan saat lilin padam semua listrik di rumah ikut padam. Aku menangis dan menjerit disusul dengan pelukan Ibu.

"Mas, gelap mas cari lilin mas" teriak ibu.
Tapi Ayah tidak menjawab

"Mas..." Ku dengar suara Ibu gemetar menandakan takut dalam gelap. Aku sudah tidak menangis karena sudah berada dalam dekapan Ibu

Samar-samar ku dengar suara seperti langkah kaki yang bulak-balik di belakang Ibu. Aku digendong menghadap kebelakang.
Ku dengar juga suara lonceng seperti bunyi gelang kaki.

Dari kegelapan ku lihat cahaya yang berputar, tapi entah aku hanya diam tanpa kata seolah mulutku terkunci.

Muncullah sosok pria entah siapa dan entah dari mana datang. Dengan badang tinggi kekar tanpa baju hanya menggunakan celana pendek. Tangannya memegang pisau dengan telinga penuh tindikan.
Aku menguatkan pegangan tanganku pada ibu mungkin itu pegangan paling kuat yang bisa aku lakukan. Tapi Ibu diam saja, seperti terpatung disana.

Lelaki kekar tadi menghampiriku dengan bahasa yang tidak aku mengerti, ia komat-kamit. Lalu dia lukai sendiri ibu jari tangan kirinya dengan pisau yang ia bawa.
Lalu dengan darahnya yang mengalir dibentuknya tanda tambah di dahiku.
Dan dia bisikan sesuatu dalam telingaku.
"kalosórisma"
Dan ia mundur dengan wajah senyum lalu hilang entah kemana.

Tiba-tiba Ayah datang membawa lilin dan senter.
"Maaf ci lama ya? Aku nyari lilin dulu" ucap Ayah

"Aku takut mas, gelap sekali disini" kata Ibu

Tak lama dengan sendirinya lampu menyala.
"Alhamdulillah" kata Ibu

"Susah-susah nyari lilin udah nyala lagi. Kesel deh." Umpat Ayah

"Bu, itu Rini kenapa jidatnya?! Kamu apain?" Ucap Ayah dengan nada cukup tinggi

"Aku gatau mas, sumpah aku dari tadi pegang Rini gak aku lepas" kata Ibu

"kalosórisma" ucapku

"Apa itu nak? Siapa yang ajari bahasa itu?" Kata Ayah dengan nada lembut menanyaiku

Aku hanya menunjuk ke arah belakang dimana lelaki tadi muncul dan hilang begitu saja.

"Bu, ini tanda bu. Sepertinya betul kata Kakek. Rini menjadi penerusku. Generasi terakhir" ucap Ayah dengan nada gemetar

"Gak mas, aku gak rela". Kata ibu dilanjut dengan isak tangisnya.
Aku yang masih kecil hanya bisa ikut menangis dengan Ibu

Setelah itulah aku mulai bisa melihat dan merasakan berbagai macam hal.
Dan akan ku ceritakan lagi kelanjutannya pada bagian 1.
***

Bersambung...
Bogor, 20 Mei 2018
-izzal_rmdn-
"Pengembara Antah-berantah"

PERANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang