34

3.2K 244 18
                                    




Sebuah mobil jeep hitam Ken parkirkan di depan sebuah gedung bekas pabrik yang terlihat tua. Meskipun hari masih siang, namun karena keadaan sekitar yang penuh dengan barang-barang yang sudah berdebu dan berkarat maka hari terlihat hampir gelap.

Ken memasuki gedung pabrik melalui pintu besi berkarat yang berdecit kala dibuka, sebuah tirai plastik khas ruang operasi tergantung di tengah ruangan, mengelilingi beberapa brankar dan alat-alat operasi. Tak terlihat bak cuci dan alat sterilisasi yang wajib dimiliki OR di sana. Lantai yang hanya tertutup plester pun sangat kotor dan berbau oli bekas yang menyengat. Sama sekali tidak terlihat seperti ruang operasi.

Ken yang masih mengamati seluruh ruangan ini pun hanya bisa terdiam melihat keadaan ini. Ia memikirkan kondisi orang yang telah mendonorkan ginjalnya untuk Saras. Hingga terdengar suara seseorang.

"Keano Alexander." Orang itu keluar dari balik tirai plastik.

"Are you Hendrick?" Tanya Ken saat wajah lelaki itu terlihat jelas.

"Ya, aku Hendrick."

Ken menautkan alisnya.

"Kenapa? Kaget karena aku pakai bahasa Indonesia?" Hendrick menaikkan sebelah alisnya. "Ku beritahu, negara kalian adalah target perdagangan kami yang paling besar. Bukankah sudah seharusnya kami dapat berbahasa?" Hendrick duduk di sebuah kursi sembari menyesap asap rokoknya.

"Mana barangnya?" Ken tak ingin berbasa-basi.

"Woah, tenang dulu, organnya masih akan tahan setidaknya selama sepuluh jam ke depan. Kita masih punya banyak waktu untuk kenal lebih jauh."

Ken tersenyum sinis.

"Meskipun banyak waktu tersisa, tak sudi kusia-siakan denganmu. Berikan sekarang, dan uang ini milikmu!" Tegas Ken.

Hendrick manggut-manggut lalu menepuk tangannya, keluarlah seseorang dengan pakaian seperti bodyguard dari balik pintu belakang yang membawa sebuah kotak freezer di tangannya.

"Ini barangnya," ujar Hendrick. "Buka!" Titahnya pada ajudan.

Saat dibuka terlihatlah sebuah ginjal. Namun tak lama, kotak itu ditutup kembali. Ken pun mendekat ke arah Hendrick dan ajudannya. Tinggal beberapa langkah lagi, Ken mengehentikan laju kakinya, kemudian membuka amplop coklat itu yang ternyata penuh dengan dolar Amerika.

Mata Hendrick menatapnya tergiur.

"Wuah, memang konglomerat," ujar Hendrick bak memenangkan lotre.

"Sebelum kesepakatan ini berakhir. Akan kuberi bonus informasi untuk Keano Alexander sang pewaris AeroWings." Hendrick beranjak dari kursinya. "Apa kebetulan kamu pernah dengar orang dengan julukan Leopard di Indonesia?"

Ken tak menjawab, masih konsisten dengan wajah datar dan dinginnya.

"Kata orang dia tentara, dia yang sedang kami cari," ujarnya kemudian sejenak berpikir. "Kenapa? Karena mereka yang menyebut diri mereka pemerintah, menjanjikan akan memberi izin dagang bagi kami secara terbuka di negara ini jika bisa menangkap seekor Leopard dari negaramu. Ya, walaupu mereka tidak lebih kuat dariku, tapi kekuasaan mereka cukup menjadi alasanku percaya dengan mereka."

Hendrick terus berjalan memutari kursinya bak sedang presentasi sebuah produk di hadapan klien.

"Dan jika kamu bisa tangkap Leopard ini, kami akan gratiskan organ pesanannya. Bagaimana? Win win, kan? Hahaha!"

Ken mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Sungguh ia muak dengan segala omong kosong yang baru saja didengarnya. Segera Ken mematikan sambungan radionya dengan Dara. Tak ingin Dara mendengar apa yang akan segera terjadi.

Birunya Angkasa [Wanna Fly?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang