✈
Hari demi hari telah Dara lalui. Dapat ilmu yang baru, teman baru meskipun menyebalkan, suasana yang baru, mengharuskan ia beradaptasi dengan cepat. Dan sedikit banyak ia juga terbantu dengan hadirnya Keandra yang kini benar-benar menjadi tutor dan pembimbingnya baik di tempat les maupun di luar itu. Keandra yang sudah menetap sejak dua tahun lalu di sini membuatnya banyak membagi cerita serta pengalamannya pada Dara.
Kini Dara sedang berada di sebuah restoran makanan cepat saji di kawasan ruko Fort Dupont Park untuk memenuhi kebutuhan cacing-cacing yang sudah berdemo sejak dua jam lalu saat ia masih di kelas. Dara baru saja selesai mengikuti simulasi tes akademi hari ini, dan hasilnya cukup memuaskan karena peluang lulusnya sudah mencapai 70%. Ini menjadi berita yang begitu membahagian baginya terlebih di hari spesial seperti ini.
Namun meski ia mendapat kabar gembira hari ini nyatanya tak cukup membuatnya melupakan kesedihan. Dara memandang ke arah jendela, memerhatikan hujan yang sedang turun cukup deras seolah mewakili perasaannya yang saat ini tak dapat dipungkiri sedang merindukan rumahnya. Di saat seperti inilah Dara merindukan Mamah, Papah, dan bahkan adiknya- Viktor yang tak pernah absen menjahili dirinya di hari peringatan kelahirannya.
Yup, hari ini tanggal keempat belas di bulan Juni yang ketujuh belas kalinya bagi Dara. Seharusnya ia sedang makan malam bersama keluarganya, setidaknya ia harus potong kue walaupun tak mengadakan pesta sweet seventeenth yang meriah seperti yang dilakukan kebanyakan orang di kuar sana. Baginya yang paling ia inginkan kini adalah quality time bersama keluarganya.
Selama dua minggu ini pun Dara hanya menghubungi Bianca. Ia masih ragu untuk menghubungi keluarganya, terlebih lagi ia tahu pasti Meri sudah menceritakan tentang kedatangannya ke sini pada Mamahnya. Jadi ia rasa orang tuanya tak akan merasa khawatir lagi.
Lamunanya buyar saat ponselnya bergetar dan menampakkan nama 'Tante Mer' di layarnya.
"Halo, Tan?"
"Kamu di mana? Udah selesai, kan, lesnya?"
"Belum, ini lagi makan di Subway," ucapnya sambil memainkan sedotan.
"Kamu tunggu di situ jangan ke mana-mana, Tante jemput," titah Meri kemudian langsung menutup sambungan.
"Kebiasaan, deh, Tante Mer."
Sekitar tiga puluh menit sejak Meri menelepon akhirnya ia sampai di Subway- resto cepat saji, dan segera masuk menghampiri Dara yang masih setia memandangi hujan, dan karena saking fokusnya hingga sepertinya tak mustahil bagi Dara untuk menghitung jumlah titik-titik hujan yang turun.
Meri menepuk pelan bahu Dara.
"Dara?"
Dara tersentak dan hampir jatuh dari kursinya. Terlalu berlebihan memang, tapi begitulah Dara jika sudah fokus dengan sesuatu maka ia tak sempat memerhatikan sekeliling, alhasil kagetnya bukan main meski Meri hanya menepuk pelan bahunya.
"Gitu banget, Ra, kagetnya. Lagi mikirin siapa, hayo?" Tanya Meri menelisik sesuatu.
"Ng- nggak mikirin siapa-siapa, kok."
"Jangan-jangan lagi mikirin Zero, ya?"
Dara membulatkan matanya, tak percaya dari mana Meri bisa tahu nama lelaki itu. Lelaki yang sudah lama tak pernah berkomunikasi dan tak sempat lagi ia pikirkan.
"Bukan," jawab Dara cepat dan singkat. "Tapi Tante tau dari mana aku punya temen namanya Zero?" Lanjutnya penasaran.
Meri tersenyum tipis melihat keponakannya begitu penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birunya Angkasa [Wanna Fly?]
Chick-Lit[TAMAT] ✈ Perempuan penyuka warna biru, pecinta langit, pecandu udara, dan tergila-gila pada pesawat. Siapa lagi kalau bukan Megandara Vlaretta. Dara lahir di Bandung, 14 Juni 1990. Memiliki tinggi badan yang dua senti lagi mencapai 160, anak sosial...