Chapter 3

214 8 2
                                    


Detik demi detik pun berlalu, hari pun semakin larut. Lexis berjalan perlahan-lahan, semakin dalam  menelusuri hutan, mencoba untuk mempertajam pendengarannya menelusuri darimana suara-suara itu berasal. Lexis menutup kedua matanya dan berusaha mendengarkan apa yang mereka bicarakan dikejauhan. Ia mendengarkan perbincangan antara beberapa orang layaknya sedang bersenda-gurau satu sama lain.

“Apa yang dilakukan mereka ditengah malam seperti ini di hutan?” gumamnya pada diri sendiri.

Lexis berusaha memperpendek jaraknya dengan sumber suara tersebut dan mencari-cari sosok manusia yang mungkin juga tersesat di dalam hutan seperti dirinya, tetapi ia tidak dapat menemukan siapapun disana. Tidak ada apapun disana. Hanya ada kegelapan dan dinginnya malam. Ia berpikir mungkin dirinya terlalu lelah sehingga menyebabkannya mendengar hal-hal yang tidak mungkin terjadi di tengah hutan seperti ini.

Mendadak ia pun tersadar, ia tidak tahu arah pulang. Ia hanya berlari tanpa memperdulikan arah dan disinilah ia berada sekarang. Lexis berusaha mengingat darimana arah dia datang dan hasilnya nihil. Ia hanya dikelilingi pohon-pohon yang menjulang tinggi dan kicauan burung gagak yang terbang kian kemari membuat jantungnya semakin berpacu.

Lexis pun melupakan sumber suara yang telah membuatnya penasaran dan mulai panik karena ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk kembali kerumah.

“Bagaimana jika ada binatang buas yang tiba-tiba muncul? Bagaimana jika mereka mencabik-cabikku??” pikir Lexis menyadari ia tidak membawa senjata apapun untuk membela dirinya. Dengan panik dan keringat yang menetes dari dahinya, ia terus berjalan cepat menelusuri kegelapan dengan sinar rembulan yang berhasil menembus celah-celah dedaunan dan berharap pamannya datang mencarinya.

Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang mengikutinya dibelakang. Ia menoleh ke belakang dan tidak menemukan siapapun. Jantungnya semakin berpacu dengan keringat yang membasahi telapak tangannya, ia lebih mempercepat langkahnya hingga setengah berlari ke arah yang bahkan ia tidak ketahui dan berharap apapun itu yang berusaha mengintainya jauh tertinggal dibelakang. Ia terus mempercepat langkah tanpa berani untuk menoleh kebelakang lagi hingga ia mendengar seseorang memanggil namanya.

“Hai….Lexy.” ucap lembut suara tersebut membuat rambut di tengkuknya berdiri.

Lexis tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Haruskan dia belari? Haruskah dia berteriak??? Lexis hanya berdiam diri ditempat tanpa berani menoleh kebelakang. Keringat bercucuran di dahinya, bajunya basah oleh keringatnya.

Karena ketakutan yang amat sangat menerjangnya, mendadak ia merasakan adanya energi yang tiba-tiba mengalir ke dalam tubuhnya, energi yang sangat besar sehingga ia dapat merasakan dirinya semakin kuat dan dapat menghancurkan apapun yang hendak menyakitinya. Badan Lexis mulai gemetar karena ia tidak bisa mengendalikan aliran energi tersebut. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Hal ini pertama kalinya terjadi dan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Badannya pun semakin bergetar dahsyat dan ia pun teriak sangat nyaring menggemakan seisi hutan hingga suara itu kembali berbicara.

“Lexy! Tenang! Tenangkanlah dirimu atau kau akan menyakiti kita semua!” ujar salah satu suara kepada dirinya.
“Lexy! Kami mohon tenangkanlah dirimu! Kita tidak akan menyakitimu! Kami disini hanya untuk menjagamu!” ucap suara lainnya.

Perlahan, Lexy pun menolehkan kepala dengan matanya yang berubah menjadi hitam pekat dengan taring panjang muncul keluar dari bibirnya. Ia dapat mendengarkan suara bergemuruh yang timbul dari dadanya. Ia tidak mengenali dirinya sendiri. Ia takut terhadap dirinya. Ia takut akan menyakiti orang disekelilingnya. Apakah ini alasan atas perkataan bibi tadi?? Apa ini alasan mengapa ia akan menimbulkan bahaya terhadap keluarganya sendiri? Semua pikiran tersebut menerjang bersamaan kedalam benaknya dan yang ia dapat lakukan adalah berteriak nyaring keseluruh penjuru hutan melepaskan rasa sakit yang menerjang kepalanya sehingga membuat semua burung gagak keluar dari pohon pohon dan berterbangan kesana kemari sambil mengeluarkan kicauan ciri khasnya.

Sosok yang memanggil namanya tersebut merasa ketakutan melihat reaksi yang ditimbulkannya terhadap Lexis akan tetapi mereka membiarkan hal itu terjadi dan tidak berkomentar apapun,  memberikan kesempatan pada Lexis untuk melepaskan semuanya agar keadaan kembali normal.

Setelah beberapa menit berlalu. Hanya keheningan yang memenuhi sunyinya malam kelam saat itu. Lexis yang masih memejamkan matanya berusaha menenangkan dirinya dengan mengatur napas nya serta berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal yang akan memacu dirinya berubah menjadi sosok yang bahkan tidak ia kenali. Tidak lama kemudian, napas Lexis sudah mulai stabil. Ia pun membuka matanya yang sudah kembali seperti semula dan perlahan memperhatikan sosok yang ada di depannya, sosok yang memanggil namanya.

Ternyata, apa yang ia lihat bukan merupakan sosok berbahaya yang ia bayangkan sebelumnya. Sosok tersebut bukanlah seorang manusia maupun monster melainkan adalah 3 kunang-kunang cantik yang memancarkan cahaya kuningnya menerangi gelapnya hutan saat itu. Kunang-kunang tersebut kaget saat melihat Lexis yang telah berubah menjadi sosok yang ia juga tidak kenali. Apa yang terjadi dengan dirinya? Mengapa ia berubah menjadi sosok yang menyeramkan dan berbahaya seperti ini.

Lexis belum sepenuhnya kembali menjadi dirinya sendiri, ia masih dapat merasakan dorongan untuk menyakiti ketiga kunang-kunang tersebut dan tentunya dengan mudah ia dapat melakukan hal itu dalam sekejap. Tetapi yang ia lakukan adalah mengepalkan kedua telapak tangannya berusaha untuk menahan emosi yang mengalir dalam dirinya, memejamkan kedua matanya kembali dan menarik napas sedalam-dalamnya dan menghembuskannya berulang kali hingga ia merasakan energi yang berada pada dirinya sedikit-demi sedikit berkurang hingga ia yakin bahwa ia telah kembali ke dirinya sendiri. Setelah ia merasa telah aman, ia mulai membuka matanya dan melihat ketiga sosok kunang-kunang tersebut terbang di depannya dengan ekspresi ketakutan. Ketiga kunang-kunang tersebut memiliki wajah yang sangat menawan. Dan ia sadar akan satu hal. Kunang-kunang ini dapat berbicara dan ia mengerti apa yang mereka katakan. Apa lagi ini? Apa sekarang ia bisa berbicara dengan hewan? Atau apa ia terlahir dengan memiliki kelebihan seperti ini?






The Demon Witch ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang