Chapter 10

94 4 1
                                    

Disinilah. Tempat dirinya dilahirkan. Dunia yang disebut sebagai Worlbuster. Satu hal yang muncul dipikirannya, Ayah dan ibunya berada pada tempat yang sama dengan dirinya sekarang. Begitupula dengan kedua kakeknya. Ia tidak tahu apakah ia harus senang atau haruskah ia berbalik mundur dan kembali tinggal dengan pamannya sebelum ia terlambat. Menapakkan kaki di tanah ini bagaikan pilihan untuk membunuh diri sendiri.



Lexis terdiam sejenak.

Memperhatikan apa yang ia lihat di hadapannya. Ia menengok kebelakang untuk melihat Luna dan ketiga kunang-kunang yang berdiri tidak jauh dibelakangnya. Mereka tidak menunjukkan ekspresi apapun, seperti sedang menunggu keputusan dirinya apakah ia mau lanjut atau memutuskan untuk berhenti disini. Lexis terdiam. Ia menatap kosong ke langit di atasnya. Memejamkan mata dan mengepalkan kedua matanya. Ia tahu ini adalah keputusan terberat yang pernah ia lakukan, antara hidup dan mati.



Terdiam. Ia memikirkan apa yang telah terjadi pada dirinya. Dirinya yang berubah menjadi sosok yang tidak dapat ia kenali. Energi yang begitu kuat menjalar dari ujung kaki dan tangannya hingga berkumpul pada satu titik dalam dirinya. Sesuatu yang tidak dapat dideskripsikan dengan jelas dan bahkan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Lexis tidak tahu bagaimana mengkontrol dirinya dan sesaat semua hal yang muncul dalam dirinya hanyalah perasaan-perasaan sedih, mencekam, marah yang ia bahkan tidak tahu penyebabnya. Apakah ini adalah salah satu pertanda bahwa ingatannya perlahan mulai kembali? Apakah sihir yang diberikan ibu sudah kunjung memudar? Ia harus mengetahuinya. Masa lalu seperti apakah yang ia lalui sehingga Lady Elizabeth memutuskan untuk menghilangkan ingatannya? Dan...satu-satunya cara hanyalah dengan menghadapi semua hal yang saat ini berada di hadapannya dan bahkan ia tidak tahu persis apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Lexis pun mengangguk perlahan, memberikan isyarat kepada Luna bahwa ia siap.



Luna dan ketiga kunang-kunangpun tersenyum senang. Luna bergegas mendekati Lexis.

"Ini lah tempat dimana kau dilahirkan. Tepatnya di kerajaan Aleister, kerajaan para penyihir." ucap Luna.

"Dan kerajaan yang dipenuhi warna hitam adalah kerajaan para demon, kerajaan Asmodeus. Tempat ayahmu berada." lanjut Greeny.

Lexis tidak mengeluarkan sepatah katapun. Ia sulit untuk mempercayai bahwa dirinya dilahirkan dari sosok yang berasal dari dua kerajaan yang berbeda, kerajaan yang saling bermusuhan. Dan ia sebagai satu-satunya putri yang mewarisi kemampuan yang menurut Luna dan pamannya adalah kekuatan yang sangat besar sehingga ia harus memikul beban yang sangat berat di pundaknya kelak. Ia bertekad akan menguasai kekuatan yang telah ia warisi dan bertekad untuk mengakhiri permusuhan dari kedua kerajaan, karena ia... adalah putri dari penyihir dan demon dan ia tidak ingin kedua keluarganya terpecah belah seperti sekarang.

"Ayo...ikuti aku. Kau akan menyukai pemandangan yang akan kau lihat nanti." Ucap Luna dengan senyum tulusnya.

Baru kali ini Lexis melihat ketulusan ekspresi dari Luna. Sesungguhnya Luna memiliki paras yang cantik. Hanya saja goresan luka yang melintang pada wajahnya membuat dirinya terlihat mengerikan, tapi tidak untuk Lexis. Ia mulai menyukai sosok Luna. Sosok yang terlihat sangat kaku dan keras, tetapi sesungguhnya Luna memiliki hati yang sangat baik dan Luna merupakan seorang pejuang tanpa pernah merasa menyerah. Lexis tahu persis akan hal itu.

Lexis mengikuti Luna tepat dibelakangnya. Memperhatikan secara detail setiap pemandangan yang ia lewati. Ujung gua yang mereka lewati berada tepat dipinggir tebing sehingga mereka harus menuruni tebing tersebut perlahan dengan memasuki hutan yang sangat lebat. Bebatuan yang sangat licin berselimutkan lumut hijau memenuhi penglihatan pada saat itu. Udara mulai terasa dingin.

"Aku pikir hutan di worldbuster akan berbeda dengan hutan di duniaku" ujar Lexis.

Luna tersenyum. "Kau hanya belum melihatnya secara keseluruhan." Jawabnya.

"Kemana kita akan pergi? Apakah kau sudah tau tempat yang akan kita singgahi?" tanya Lexis.

"Sudah tentu." Jawab Luna.

"Apakah masih jauh? Kita sudah cukup jauh berjalan."

"Sebentar lagi kita akan sampai."

Beberapa menitpun tidak terasa telah berlalu dan tepat di hadapan mereka terdapat sebuah gua yang berada di bawah tanah dan ditutupi oleh bongkahan bebatuan berlumut dengan tangga yang diselimuti oleh ranting-ranting kecil pepohonan dan berujung pada kegelapan di dalam gua. Mereka berhenti sejenak.

"Apakah kita akan masuk ke dalamnya?" tanya Lexis.

Mereka berempat pun menganggukkan kepala serentak.

"Lady Elizabeth telah mempersiapkan tempat ini untuk kita tinggali sembari melatih kekuatanmu hingga muncul sepenuhnya. Tidak ada yang dapat menemukan kita disini. Gua bawah tanah ini sudah diselimuti oleh ilmu sihir kuat oleh ibumu sehingga tidak ada seorangpun yang dapat melihatnya kecuali orang-orang yang sudah ibumu tentukan untuk dapat bertemu dengan kita. Ia melakukan semua itu untuk melindungimu dari kemungkinan adanya orang-orang suruhan kakekmu untuk menemukanmu." Jelas Luna.

"Ayo...." Greeny mendahului mereka memasuki gua tersebut. Kegelapan di dalam gua diterangi oleh cahaya hijau Greeny.

"Ayo kau harus melihat ini! Kau akan menyukainya." Ucap Greeny dengan bersemangat.

Mereka bergegas mengikuti jejak Greeny, Lexis berjalan paling terakhir diantara mereka. Lexis menuruni tangga-tangga kecil perlahan dengan tangannya yang meraba tembok yang diselimuti lumut di sampingnya. Ia tidak merasa jijik sedikipun, bahkan hal yang berkebalikanlah yang ia rasakan. Ia merasa sangat nyaman setiap kali berada di dalam hutan. Suasananya, udaranya, keunikannya, semuanya ia suka. Luna dan ketiga kunang-kunang sudah masuk ke dalam gua dan mereka menunggu hingga Lexis muncul dan melihat bagaimana reaksinya melihat keindahan gua yang ada di hadapan mereka kala itu.

The Demon Witch ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang