"Kenapa kau terdiam?" tanya pamannya.
Masih tidak ada jawaban, hingga pamannnya mengatakan satu kata yang membuatnya sangat terkejut.
"Pergilah." Tukasnya tanpa menatap Lexis sedikitpun. Pandangannya kosong ke balik jendela yang telah ditutup Lexis, jauh ke dalam gelapnya hutan, dengan pandangan yang menyiratkan adanya kekuatan dan kepedihan bercampur menjadi satu.
"Pergilah Lexis. Sudah saat nya kau mengetahui siapa dirimu."
"Maksud paman apa?" tanya Lexis tertegun dengan ucapan pamannya.
"Banyak hal yang ingin paman katakan padamu."
Lexis terdiam. Ia tidak mengatakan apapun hingga pamannya melanjutkannya.
"Mungkin kau tidak akan mempercayai apa yang akan kuberitahukan padamu, tapi inilah kebenarannya. Sudah saatnya untukku memberitahukan semuanya kepadamu. Lexis sayang, kau adalah anak yang istimewa sayang. Kau dianugerahi kekuatan yang luar biasa dan sudah saatnya sekarang kau pergi dengan Luna dan berlatih untuk mengontrol kekuatanmu atau kau akan menyakiti dirimu sendiri."
"Bagaimana paman tahu mengenai Luna? Paman mengenalinya?" tanya Lexis.
"Paman mengenal baik sosok Luna. Ia adalah wanita yang sangat pemberani, tangguh dan pantang menyerah. Paman percaya pada dirinya. Dan paman percaya padanya untuk menjaga dirimu selagi kau jauh dari paman." Jawab pamannya.
"Mengapa aku harus pergi? Tidak bisakah aku tinggal disini bersama paman? Aku tidak perduli dengan apapun itu bentuk kekuatanku. Aku mau disini." rengek Lexis.
"Sayang, mungkin sekarang kau belum merasakan kekuatanmu seutuhnya. Tetapi disaat kau sudah memperoleh seluruh kekuatanmu seiring kau beranjak dewasa, kau akan merasakan betapa pentingnya untuk dapat mengkontrol kekuatanmu atau kau bisa menyakiti dirimu sendiri bahkan orang lain yang tidak bersalah. Dan perlu kau ketahui satu hal, kelak kau akan memiliki peran yang sangat besar dan satu-satunya yang bisa menghentikan perang besar antara witch dan demon, kaum ibumu dan kaum ayahmu. Kau satu-satunya darah daging dari kedua kaum tersebut dan kaulah satu-satunya yang mewarisi kekuatan dari kedua kaum. Kau akan mengetahui secepatnya betapa hebatnya dirimu. Dan ingatlah satu hal Lexis, jangan pergunakan kekuatanmu disaat kau sedang emosi, dan pertimbangkanlah segala hal dengan matang sebelum kau membuat keputusan." jelas pamannya.
Pamannya berhenti sejenak untuk melihat ekspresi Lexis yang sekarang membuka matanya dengan lebar, tidak mempercayai apa yang baru saja dikatakan pamannya.
"Paman.... Semua yang kau katakan sangatlah sulit untuk aku percaya. Tetapi satu hal yang sangat mengganggu diriku. Paman.... apakah benar ibuku....adalah seorang witch...dan ayahku adalah....demon?" gumam Lexis.
"Iya Lexis. Sulit untuk meceritakannya secara detail, tapi percayalah, mereka sangatlah mencintai dirimu. Dan monster yang terus menghantuimu di dalam mimpi adalah salah satu peliharaan para demon. Mereka dikirim oleh kakek dari ayahmu untuk menemukan dirimu. Masih banyak monster-monster mengerikan yang mereka pelihara dan mereka gunakan untuk mengikuti semua perintah mereka." Ujar pamannya.
"Tapi paman, bagaimana mungkin mereka muncul di dalam mimpiku? Aku tidak pernah bertemu dengan mereka dan bagaimana mungkin aku mengetahui sosok mereka dengan sangat jelas?" tanya Lexis.
"Kau bertemu dengannya sekali." Ucap pamannya dengan suara yang hampir hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Paman pun memejamkan kedua matanya, mengerutkan kedua dahinya dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menunjukkan ekspresi lelah, cemas, sedih, ketakutan yang bercampur aduk menjadi satu.
"Disaat kau masih berusia kurang lebih 8 tahun, tiba-tiba ibumu datang menemuiku dan menitipkanmu kepadaku. Dari apa yang aku lihat, ibumu sedang dalam keadaan yang tidak baik dan ia tidak sempat menjelaskan apapun padaku. Ia hanya memohon agar aku menjaga dirimu hingga saat dimana kau memperoleh kekuatan yang sudah seharusnya kau miliki. Dan saat itu telah datang. Pergilah Lexis, ini semua demi kebaikan dan keselamatanmu. Aku tidak mau melihatmu terluka dan aku tidak dapat melakukan apapun untuk melindungimu. Aku tidak bisa mengajarimu hal-hal yang seharusnya dapat kulakukan semenjak kejadian itu." Ucap pamannya murung.
"Kejadian apa paman? Apa yang terjadi?" Lexis pun berjalan mendekat dan duduk disamping pamannya, menggenggam kedua tangan pamannya yang sangat kurus dan ia dapat merasakan tulang-tulang yang hanya berbalutkan kulit dan itu membuatnya sangat sedih.
"Jika aku terus menceritakannya padamu, kita akan selesai hingga esok pagi. Dan kau butuh untuk menyiapkan energimu untuk perjalanan besok. Percayalah padaku, untuk menyeberangi dunia ini ke dalam Worldbuster sangatlah menguras seluruh tenagamu. Jadi, sekarang kau harus beristirahat dan paman akan menyiapkan semua keperluanmu untuk besok." Ucap pamannya dengan wajah tersenyum sedih.
"Aku sayang paman. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi aku janji, suatu saat aku akan kembali lagi dan menemui paman! Aku janji!" ucap Lexis dengann air mata yang bergelinang dan memeluk pamannya dengan sangat erat.
Pamannya pun mendekap keponakannya tersebut dengan erat untuk beberapa menit. Ia tahu bahwa ini adalah terakhir kalinya ia dapat bertemu dengan Lexis. Mungkin Lexis akan kembali, tetapi kemungkinan itu sangatlah kecil dan ia tidak ingin berharap banyak. Ia tidak dapat percaya waktu berlalu dengan cepatnya. 4 tahun telah berlalu. Saat tengah malam dimana ia kedatangan tamu yang tidak disangkanya dan menggandeng gadis kecil di tangan kirinya. Sosok gadis mungil dengan rambut berwarna putih dengan cahaya bulan yang menerangi malam kala itu. Pipinya yang merona dan mata hazelnya membuat dirinya terpesona akan kecantikan gadis kecil tersebut. Senyuman polos dengan gigi mungil yang ditampakkannya menunjukkan bahwa gadis ini tidak mengetahui betapa ia berada di dalam situasi yang sangat berbahaya kala itu. Ia pun tidak dapat menolak permintaan sang Lady, ibu Lexis, untuk menjaga gadis kecilnya hingga waktu yang ditentukan telah tiba.
"Paman...." Ucap Lexis.
"Iya sayang?"
"Aku ingin mengetahui satu hal lagi dan aku berjanji ini adalah pertanyaan terakhir untuk malam ini."
"Tanyakanlah dan aku akan menjawab sebisaku." Ujar pamannya.
"Mengapa aku tidak dapat mengingat semua hal yang pernah terjadi terhadap diriku semasa aku kecil? Kau bilang aku datang kesini saat aku berusia 8 tahun. Seharusnya aku bisa mengingat masa kecilku walaupun sedikit. Tapi aku bahkan tidak mengingat sosok ibu atau ayahku. Aku tidak tahu dunia seperti apa yang aku tempati sebelumnya." Ucap Lexis frustasi.
"Itu wajar sayang. Ibumu adalah seorang witch dan ia bisa menghilangkan ingatan seseorang jika ia menginginkannya. Ibumu adalah wanita yang sangat kuat dan ia adalah sosok ibu yang sangat menyanyangi anak-anaknya, apapun akan ia korbankan demi keselamatan anaknya, yaitu dirimu Lexis."
"Dengan menghilangkan ingatanku? Untuk apa?"
Pamannya hanya tersenyum mengetahui antusias keponakannya untuk mengetahui semuanya, dan ia menyadari dan yakin bahwa gadis belia ini kelak akan menjadi sosok yang sangat tangguh dan dapat membuat keputusan terbaik antara demon dan witch kelak.
"Ibumu tahu yang terbaik untuk anaknya. Percayalah akan hal itu. Suatu saat, dimana kau akan bertemu dengan ibumu kau akan merasa menjadi anak yang paling beruntung untuk memiliki ibu seperti sosok Lady Elizabeth. Sekarang, pergilah tidur dan istirahatkanlah pikiranmu untuk sesaat. Selamat malam Lexis." ucap pamannya sembari mendorong Lexis untuk berbaring dan menyelimutinya. Paman pun berjalan keluar kamar Lexis dengan menitikkan air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demon Witch Child
FantasyLexis adalah seorang anak perempuan pemberani yang diasuh oleh kedua paman dan bibi bersama dengan kedua sepupunya, Omy dan Loly. Sejak kecil, Lexis hidup bersama mereka dan ia tidak tahu siapa kedua orang tuanya. Walaupun mereka adalah keluarganya...