4. Sumber penyakit Aira

59 7 1
                                    

"Ketika mata kita bertemu, aku lupa berapa lama rindu ini menggebu."
~Aira Putri Oktavio~

***

Setelah mendapat mimpi yang cukup membuat tubuhnya dimandikan ribuan butir keringat, Aira sadar satu hal. Jangan hanya terfokus pada sesuatu yang tidak memberi kepastian, karena akhirnya bisa jadi menyeramkan. Begitu pikirnya.
Jadi, ia memutuskan untuk berhenti mencari tahu tentang Akbar.

Pagi ini ia kembali ke sekolah, mengikuti rangkaian kegiatan MOS SMA DAVTONE. Aira tidak lagi datang lebih pagi seperti kemarin, alasannya jelas. Ia tidak ingin kepergok oleh KETOS NARSIS itu.

Bicara tentang ketua OSIS yang dijuluki narsis oleh Aira, tadi malam ia sempat mengirim beberapa pesan singkat pada Aira. Isinya memang tidak begitu penting, tapi Aira tetap membalas pesan-pesan itu, karena Aira tidak ingin dicap sebagai junior sombong.

Aira berjalan memasuki lingkungan sekolah melewati pagar besar itu. Sepertinya hujan deras turun tadi malam, pasalnya terdapat beberapa genangan air yang mengharuskan Aira berjalan lebih berhati-hati agar tidak mengotori sepatunya.
Namun takdir berkata lain, tiba-tiba ada seseorang yang menginjak genangan air yang berada tepat didepan Aira, dan otomatis membuat sepatu dan pakaian Aira terkena cipratan air tersebut.

Aira membulatkan matanya, tidak percaya tindakan hati-hatinya untuk menghindari genangan air gagal begitu saja karena seseorang yang sekarang berada didepannya dengan senyum khas kuda.

"Kak Akbar!!"seru Aira tak percaya.

"Wah udah tahu nama aku ya? Pantas saja kemarin bisa stalking dan spamlike fotoku."balas Akbar dengan menggerakkan kedua alisnya bersamaan, menggoda Aira.

Mati kutu! Aira terdiam ditempat. Dengan cepat Aira memerintahkan otaknya untuk mencari alibi yang bisa menyelematkannya dari momen memalukan ini.

"It.. itu.. akunku diba..jak. Iya! dibajak."sebutnya tanpa pikir panjang.

"Hahahaha" tawa Akbar pecah ketika mendengar alasan Aira yang justru membuatnya gemas. Detik berikutnya tangannya bergerak menggapai hidung Aira dan menariknya dengan gemas.

"Lain kali, kalau mau bohong hidungnya ditinggal dirumah ya, biar enggak kasih sinyal kalau kamu lagi bohong."tangan Akbar masih menarik dan menggerakkan hidung Aira kekanan dan kiri.

"Addow sakit kak, iya gak bohong lagi"berontak Aira sambil memukul tangan Akbar berkali-kali.

"Hahaha hidung kamu merah kaya badut."ledek akbar yang membuat Aira merunduk malu.

"Nih pakai buat lap cipratan air di sepatu dan rok kamu. Yang kena cipratan air cuma sedikit kok, jangan cemberut, nanti mirip induk bebek hahaha "goda Akbar seraya memberi sehelai saputangan.

"Engga usah kak, aku---"niat Aira ingin menolak, karena ia tidak ingin repot mengembalikan saputangan itu nantinya, selain itu ucapan Akbar juga mirip dengan dimimpi Aira tadi malam.

"Pakai!"titah Akbar dengan nada lembut, lalu pergi dengan mata yang menyipit dan senyum manis yang mampu membuat niat Aira untuk marah hilang begitu saja.

Jantung Aira tak terkendali, seakan bukan miliknya lagi. Matanya terus melihat Akbar berjalan menjauh, seolah tak rela ditinggal sendiri.

"Dorrr!!"teriak seseorang ditelinga Aira ditambah pukulan dipundaknya, membuat Aira terkejut.

"Huuuhh, ngagetin aja sih Bell! Untung aku gak punya riwayat penyakit jantung."ucap Aira dengan nada kesal.

"Iya-iyaaa, maaf ya Aira cantik. Lagian aku perhatiin kamu kaya lagi bengong gitu, liatin apaan sih ra?"tanya Bella.

Your Eyes-ASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang