BAB 2

34 2 0
                                    

NEXT MY COFFEE GIRL

Sudah seminggu mereka berada di Paris. Hari ini rencananya mereka akan berjalan-jalan menikmati menara eifell yang menjadi tujuan akhir mereka. sekarang waktu menunjukkan pukul empat sore. Saat sedang bersiap-siap, ketukan terdengar dari luar kamar Brinka.

            “ sudah siap belum?” tanya Jas.

            “ sebentar aku cari syal dulu!”kata Brinka berteriak dari dalam.

            Tak berapa lama kemudian, Brinka keluar dari kamar. Kini dihadapan Jas, berdiri seorang gadis manis dengan dress motif bunga-bunga warna-warni dengan dasar dress berwarna hijau. Kakinya di balut legging hitam dan sepatu boots semata kaki. Wajahnya di poles sedikit make-up tipis. Jas terdiam. Terakhir kali dia melihat Brinka berdandan adalah saat mereka merayakan ulang tahun Jeremy yang ke 19. Dan saat itu juga dia melihat terakhir kalinya kebahagiaan gadis itu.

            “ tunggu..tunggu. kenapa tampilanmu seperti ini? “ kata Jas menilik dari atas sampai ke bawah.

            “ ck! Stok celanaku habis. Tadi ku laundry semua. Ku kira kita di sini Cuma beberapa hari. Aku tidak mengecek jadwal kita kembali ke Indonesia.”kata Brinka dengan datar.

            “ hmmm,..alasan yang bagus. Baiklah Nona Brinka, melihat penampilan casual kita tampaknya aku harus me­-reschedule jadwal kita.”kata Jas meraih lengan gadis itu dan menyematkannya ke lengannya. Hal ini sebenarnya tidak mudah dilakukan Jas.  Butuh banyak keberanian memulai kontak fisik dengan Brinka dulu.

Flashback

            Brinka masih dalam ke adaan terpukul. Dirinya menatap langit dari atas rooftop sekolah mereka dulu. Gadis itu kerap kali naik ke atas atap memandang langit menjalankan rutinitasnya dengan Jeremy yang kerap kali mereka lakukan setiap malam minggu. Kini dia sendiri, bersama dinginnya malam berbaring di atas tempat duduk besi yang memang di sediakan di atas. Dua tahun kebersamaan mereka, mereka selalu mengadakan kencan malam minggu di tempat itu setelahnya mereka akan mencari makan mengelilingi kota Jakarta.

            “ bagaimana di sana? Apa seperti di bumi? “ Brinka menatap langit dan merekatkan jacket Jeremy yang masih di simpannya.

            “ Jem, kau tau..aku sungguh berutang budi seumur hidupku padamu.”

            “ nanti malam, kau akan datang menemuiku kan? Seperti biasa di dalam mimpi. Setiap malam minggu aku ingin kau rajin mendatangiku agar aku bisa melepas rinduku. Jem, disini dingin. Aku sudah berusaha merekatkan jacketmu yang ku kira bisa menghangatkanku seperti kau memelukku. “

Brinka terdiam sebentar mengusap kasar air matanya yang sudah mengalir.

            “ kapan kau pulang”  katanya parau.

            “ kapan kau pulang…apa perlu aku yang menyusulmu ke sana?” isaknya. Brinka terbangun dan kemudian duduk di bangku itu. Di sisakannya sisi sebelah kirinya, sisi tempat duduk yang menjadi favorit Jeremy.

            Mendengar dan melihat itu semua, Jas bersedih. Hingga detik ini dia belum bisa membahagiakan gadis yang di cintai sahabatnya itu. Seperti janjinya saat di rumah sakit. Jeremy sempat di larikan ke rumah sakit. Sementara Brinka mendapat perawatan pasca trauma. Dua hari Jeremy koma dan hal itu menimbulkan sebuah harapan bagi Jas menyatakan pasti Jeremy hidup.

            “ apa yang harus aku lakukan ?! kenapa ?! hah! Kenapa ?!!!! Bangun Jem! BANGUN!!! Jangan biarkan aku dan Brinka menatapmu diam seperti ini! kau tau….kau tau tidak jika Brinka berkali-kali pingsan! Semua orang kini mentangisimu seakan kau sudah mati Jem!! Bangun jem! Bangun!” isak Jas sambil memukul-mukul tempat tidur Jeremy. Sahabatnya itu tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Tangan itu bergerak, bunyi mesin pendeteksi jantung itu kini sudah berbunyi normal. Jas memandang sahabatnya dan kini mata itu perlahan terbuka.

            Senyum sahabat sejatinya itu terbentuk perlahan menghiasi wajahnya. Desahan nafas sesekali terdengar. Ya, Jeremy baru kembali dari alam bawah sadarnya hingga dia membutuhkan oksigen yang banyak. Bola mata yang selalu menatap semua orang dingin itu kini menatapnya. Jas menarik tangan yang dibalut selang infuse itu. Di genggamnya erat berusaha memberikan semua kekuatan Jas.

            “ h..ha..hai Jas.” Kata Jeremy terbatah-batah.

            “ ya Jem! Ini aku! Ini aku.! Syukurlah kau bangun.”kata Jas tersenyum haru.

            “ ak..aku. ……aku cum..Cuma seb..ben..en..tar.” kata Jeremy susah payah kemudian dia tersenyum.

            “ tidak sobat! Kau akan hidup ! kau tau…Brinka akan senang mendengar ini. “ perkataan itu dijawab dengan gelengan kepala.

            “ ja..jangan. Jas…….” Jeremy memberikan kode untuk membuka alat pernafasannya. Jas segera mengerti dan kemudian membukanya lalu. Kemudian Jeremy menarik leher Jas lalu membisikkannya sebuah kata. Hingga nafas terakhir itu dihembuskan tepat di telinga Jas. Brinka yang terlambat tau jika Jeremy siuman dan akhirnya harus benar-benar pergi selamanya, berlari meninggalkan rumah sakit dan membiarkan tubuhnya bersama hujan berteriak.

            Mengingat itu semua, hari terakhir dimana Jeremy bersama-sama dengan orang-orang yang dicintai, membuat Jas bersedih. Dan kini dia menatap lagi realita dihadapannya. Seorang gadis yang membutuhkan kembali sosok Jeremy. Mengharapkan orang yang sudah pasti tidak mungkin akan kembali lagi itu, hadir bersamanya melakukan rutinitas kegiatan yang sudah biasa mereka lakukan. Jas dengan berani menghampiri gadis itu. Perlahan namun pasti menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Brinka hanya menuruti hingga mereka berdua menangis di saksikan langit gelap di atas atap sekolah yang menjadi saksi bisu semua kisah mereka.

Flashback end

My Coffee GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang