Dia Memang Berubah

1.2K 89 14
                                    

Beberapa hari setelah itu, Imel bercerita padaku. Katanya, dia habis ketemu Eral di pasar. Dia menghindar, karena takut akan menertawainya kalau ketemu secara langsung. Entah apa sebabnya. Lalu dia bercerita lagi. Katanya, jodoh tak ke mana. Mereka bertemu kembali di luar pasar. Eral tertawa padanya.

Aku tidak percaya. Jadi, aku melapor, lagi. ini penyakitku, melapor apa pun yang terjadi pada Eral.

"Kamu pernah ketemu sama temen aku yang kecil itu?"

"Aku nggak tau itu temen kamu. Aku kira dia anak SMP." Aku terbahak. Imel memang lebih cocok jadi anak SMP, dibanding anak SMA.

"Aku mau ngaduin!"

"Jangan ih, jangan."

Dia membalas. Katanya pendek. Aku mengancam akan mengadukannya, tapi dia memohon padaku. Jadi, aku mengiyakan. Padahal ujung-ujungnya kuadukan juga. Ha ha.

-ooOOoo-

Tibalah masa aku mengadakan penelitian di kota. Bagiku, keberangkatan ini membawa kecemasan tersendiri karena aku bukan tipe cewek strong terhadap mabuk perjalanan. Aku tidak tahu kalau naik bus itu enak sekali. Bahkan, aku ketagihan.

 Aku sangat bersemangat, berpikir bahwa dia pasti mau menemuiku. Lagi pula, tempat yang kami kunjungi nanti tidak jauh darinya.

Sampai di sana, penelitian pun berlangsung. Aku masih ingat, saat itu Eral sering chat aku di ig, tapi tidak kupedulikan. Dia menghubungiku lewat Whatsapp. Kau tahu, Eral sangat jahat. Entahlah. Mungin dia membisukan storyku. Aku sering melihat dia online, tapi tidak melihat storyku. Sakit sekali. Pokoknya ... sakit. Bagiku, jauh lebih baik ditampar dari pada dibisukan seperti ini.

Kali ini, dia melihat storyku di WA.
"Cie ... yang lagi di kota."

Aku mengirim foto, hanya setengah wajah dan aku juga pakai masker. Di belakangnya ada tugu tempat penelitian. Aku pasti khilaf. Untuk apa coba kirim foto? 

"Masih lama di situ?"

Balasku, "Udah mau pindah."

"Hampir aja aku pergi." Setelah itu aku mengajaknya ke mall, tempat yang akan kami tuju selanjutnya.

"sejak ke kota, aku belum pernah ke mall." Ya ampun, dasar kampungan.
Aku terus mengajaknya. Dia bertanya soal guru pendamping kami. Aku menyebutkan satu per satu. 

"Seandainya Bu Nia dan Bu Sri ada, aku pergi."

Pokoknya dia punya banyak alasan untuk menolak. Rasanya tuh ... sakit!!! Aku patah hati, lagi. Astaga Eral, sekarang aku yang datang ke kota dan dia tidak mau bertemu denganku. Berarti ... dia memang tidak mencintaiku. Itu yang kupikirkan.

Dan ... parahnya, saat aku ada di mall, pacar Pita datang. Hujan deras. Hujan juga salah satu alasan Eral untuk menolak datang. Padahal, alamat mereka berdekatan. Pikirku, kasian dia, harus hujan-hujanan. 

Mereka makan bersama. Aduh ... sakit. Eral jahat banget!!!

Aku tidak mendekat ke arah pasangan itu. Mereka asyik makan. Kasian aku ... meskipun begitu, aku tetap menyembunyikannya dari balik senyuman.

Mengintip saja enggan. Rasanya ... tidak enak!!! Perasaanku tercampur aduk. Pacar Pita bela-belain ke sini, dan Eral .... Iya sih, mereka memang pacaran dan kami tidak punya hubungan apa-apa.

Ini mungkin kekecewaan terbesarku. Masalah Sarah dulu, dia masih punya penjelasan. Entah bagaimana yang sebenarnya. Tapi ini ....

Aku pasang status, rekaman teman-temanku.  "Semua jomblo pulang duluan."

Sebelumnya, aku bilang pada Eral kalau orang-orang pada asyik makan sama pacar mereka.

Dia komen statusku, "Kenapa enggak makan dulu?"

"Buat apa aku makan, kan nggak punya pacar." Aku memfoto teman kelasku lalu berujar, dia pacarku. 

Ha ha. Maafkan aku yang dulu.

-ooOOoo-

Dulu, aku selalu galau karena sering mendapati chatnya dengan cewek di facebook. Aku pasang story galau. Kalimatnya seperti ini tapi dalam bahasa inggris, bagaimaa rasanya kalau kamu jadikan seseorang satu-satunya tapi dia menjadikanmu salah satunya?

Eral komen, bertanya apa arti kalimat itu. Aku tidak menjawab, justru menyuruhnya pakai google translate.

Dia melakukan hal itu. Lalu ... dia menjawab, jangan jadikan dia satu-satunya. Tuh kan, dia memang berubah. Sakit. Sakit sekali ....

Setelah ini, aku berlagak cuek padanya. Aku ngambek lagi. Tapi ... dia tidak membujukku. Kan, sakit. Dia sering mengririm info tentang kampusnya untuk sepupuku dan aku cuek saja. Mungkin dia tidak tahu aku ngambek, atau karena malas, atau mungkin juga dia sibuk gombal cewek lain.

Cewek yang kucemburui kali ini juga teman kelasnya. Pakai hijab besar, cantik, putih. Aduh ....

Waktu berjalan, aku membujuk diri sendiri, karena dia tidak membujuku. Aku melanjutkan hidup lalu kembali membaik. Berhenti ngambek. Kasihan sekali ....

-ooOOoo-

Author Note:

Aku ngebut, oke? 

Bdw, dua chapter menuju END. In Syaa Allah bakal kupublish besok. Doain jaringan nggak minta peyuk. Pengen bet peyuk jaringan pas hobi ilang. Wkwkwk

Sekali lagi, maaf ketypoannya. Dedek pake laptop. Kaku. Belum kenal. Makanya belum sayang.

Jiahhh *dilempar ke laut ....


Starting From February [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang