Onigiri

869 189 23
                                    

Jantung Naruto berdetak kencang. Pasalnya, kejadian penolakan itu cukup membuat mentalnya ciut. Ya, walau hanya sedikit kadar takutnya, tetap saja, melihat bangunan berlantai dua puluh empat ini membuat Naruto nyaris membalikkan badan karena berubah pikiran. Namun, ingatan mengenai pengorbanan yang telah dia lakukan hingga bisa tiba di depan sini membuat si pemuda mengumpulkan keberanian kembali untuk melangkahkan kaki ke arah meja resepsionis.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Nona resepsionis dengan sigap berdiri dari tempat duduknya.

Naruto meletakkan kotak bekal yang dia bungkus---dengan kain berwarna merah dan bermotif polkadot---di atas meja resepsionis. "Saya ingin bertemu dengan Tuan Uchiha," Naruto menginformasikan.

"Apakah Tuan sudah memiliki janji?" tanya si nona sambil merapikan secuil rambut yang membingkai pipinya.

Naruto menggeleng. "Oh, belum."

Dengan cekatan sang resepsionis mengambil buku yang disimpan di dalam laci. Ia mengulurkan pena dan buku itu ke hadapan Naruto. "Jika begitu, silakan catat nama dan nomor telepon yang bisa dihubungi di sini dan saya akan melaporkan keberadaan Tuan pada sekretaris Tuan Uchiha," tawarnya.

Tidak usah berpikir lama untuk mengetahui maksud dari gadis di hadapannya. Secara tersirat, si nona resepsionis memberi tahu Naruto jika dia tak bisa bertemu Sasuke Uchiha tanpa memiliki janji. Okelah, jika Naruto tak membawa bekal ini mungkin dia bisa bertemu Sasuke di lain waktu. Namun, untuk sekarang dia membawa benda yang tak mungkin dibiarkan mengendap di dalam kotak makanan hingga berhari-hari!

"Tidak bisakah saya bertemu dengan Tuan Uchiha sekarang, Nona?" Naruto merayu, "saya membawa barang yang tak bisa saya berikan di kemudian hari."

Dengan wajah menyesal sang resepsionis menggeleng. "Maafkan saya, Tuan. Semua yang saya lakukan sudah sesuai dengan prosedur perusahaan. Lagipula, kami harus mengecek barang itu terlebih dahulu sebelum kami menyerahkannya pada Tuan Uchiha."

Naruto menghela napas. Ia tak mungkin bertindak seperti orang barbar di tempat ini. Sang pemuda harus mencari jalan lain agar bisa bertemu dengan Sasuke. Ah, atau dia tunggu Sasuke saja? Mungkin saja dia bisa bertemu sang Uchiha pada saat pemuda itu keluar dari gedung ini. Akan tetapi, sampai kapan Naruto harus menunggu? Naruto khawatir makanan yang dia bawa akan dingin dan kurang enak disantap.

Chk, sia-sia dia datang ke tempat ini!

"Makasih, Nona!" pamit Naruto.

Saat Naruto membalikkan badan dan memilih untuk beranjak dari tempat ini, kebetulan dia melihat Itachi yang baru saja masuk ke dalam gedung. Sang pemuda yang memiliki warna mata kelam itu masih menggunakan pakaian yang sama dengan yang tadi pagi dia lihat di restoran.

Dahi Naruto mengerut. Ia heran dengan keberadaan Itachi di tempat ini.

"Hai, Naruto!" Itachi menyapa Naruto terlebih dahulu. Orang-orang di sekitar mereka melihat ke arah Naruto dan Itachi dengan tatapan penuh rasa penasaran.

"Itachi?" balas si pemuda, lalu menoleh ke arah resepsionis yang terlihat bingung.

"Oh, aku kira kamu sudah ke atas." Itachi menatap ke arah lift yang jaraknya tak jauh dari tempat mereka berada.

"Eh? Oh, itu---" Naruto meringis.

Itachi mengerti dengan permasalahan Naruto. Ia tersenyum ramah ke arah si nona resepsionis. "Maafkan saya tidak memberitahu jika telah memiliki tamu di hari ini, Nona," ucapnya.

"Uh? Eh?" Sang resepsionis tampak kikuk. "I---iya," jawabnya, tak banyak membuka suara. Suaranya terdengar bergetar seperti ketakutan.

Itachi kembali memfokuskan diri pada Naruto. "Ayo, Naruto, ikuti aku!" ajak Itachi dan Naruto tak memiliki pilihan lain selain mengikuti langkah si pemuda.

The Best IngredientsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang