Jemari Sasuke mengetuk-ngetuk meja, kedua matanya tak berkedip memandang setumpuk berkas yang isinya bahkan tidak lebih dari tiga puluh halaman. Sejak tadi tidak ada pergerakan dari tiap lembarnya Pikirannya menerawang jauh, tidak di tempatnya.
Sejak terakhir kali dia kehilangan pengendalian diri karena masakan Naruto, hal itu membuatnya sangat tak tenang. Nafsu makannya menjadi begitu besar, hanya dengan membayangkan kembali bisa membuat perutnya keroncongan.
Efeknya membuat lidahnya mati rasa pada semua makanan, bahkan pada onigiri yang selalu dia beli di mini market. Semua makanan terasa hambar, jadi dia harus memaksa memasukkan sesuatu ke dalam perutnya dibanding harus menelan tablet suplement daripada harus mati kelaparan.
Ketukan tiga kali di pintu kantornya menyadarkannya. Sang sekretaris membuka pintu dan menghampirinya dengan sebuah map berwarna biru gelap di tangan, menyerahkannya pada Sasuke.
"Maaf saya hanya bisa menyelidiknya sampai di sini," ucap Juugo, ada nada penyesalan dari suaranya. "Entah bagaimana untuk masuk lebih dalam, aksesnya jadi sangat susah." Wajahnya yang biasanya tak berekpresi berubah mengkerut. Merasa tak berguna sebagai sekretaris seorang Uchiha Sasuke.
Sasuke membuka dokumen yang diberikan oleh Juugo, beberapa kali matanya menyipit tajam membaca setiap kalimat serta foto-foto yang terlampir. "Tidak apa-apa, ini juga sudah cukup." Dia menutup dokumen yang ada di tangannya. "Terima kasih."
Mendapat ucapan sederhana dari sang atasan membuat aura Juugo berubah seratus delapan puluh derajat, walau wajahnya tetap tak berubah tapi siapapun yang melihat tahu kalau dia terlihat sangat senang.
Sekretaris bertubuh tinggi besar itu menganggukkan kepala sebelum berbalik untuk keluar dari ruangan Sasuke. Namun gerakannya terhenti saat namanya dipanggil oleh sang raven.
"Juugo," panggilnya membuat sang pemilik nama menoleh padanya. "Tolong rahasiakan ini dari siapapun." Suara Sasuke begitu jernih, terdengar tenang dan dingin, ada peringatan dalam tiap kalimatnya.
Mengerti maksud dari sang atasan, Juugo hanya menganggukkan kepalanya lalu menutup pintu kantor Sasuke, meninggalkan debam pelan.
Sasuke memainkan kesepuluh jarinya, memandang tajam pada dokumen yang baru saja dia baca. "Bagaimana bisa mereka saling kenal?" Kepala Saske berdenyut hebat, sebuah foto keluar setengah dari dalam dokumen.
Dia mengambil foto itu, menatap tajam pada sosok di dalam foto yang sangat dia kenal. Giginya bergemeretak kesal. Dia sudah merasa aneh sejak awal, tapi hal ini benar-benar tak disangka.
"Fuck!" Sasuke memaki, melempar foto diatas meja sekuat tenaga sampai menimbulkan sebuah bunyi.
Memotong jalur distribusi untuk sebuah restoran kecil sangat mudah, sama seperti mengedipkan mata. Namun orang yang mengatur di belakang restoran milik Naruto bukanlah orang biasa, aksesnya sangat luas dan besar. Orang yang sama sekali tidak diharapkan oleh Sasuke.
Sang pemuda menggebrak meja, tangannya meremas dokumen penyelidikan yang sudah susah payah dibuat oleh sekretarisnya. Tangannya membuat gumpalan bola dari kertas, lalu membuangnya ke dalam tong sampah dengan mata keji.
"Walau harus melawanmu, aku bersumpah akan mengacaukan restoran itu."
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan tiga kali di pintu membuat Sasuke terkesiap. Kedua matanya menatap nyalang pada benda tak berdosa.
"Siapa?" tanyanya sedikit kesal, tak ingat memiliki janji dengan siapapun di hari ini. Bukankah dia sudah meminta Juugo untuk tak mengizinkan siapapun bertemu dengannya hari ini?
"Ini aku." Suara renyah dan manis terdengar dari baliknya.
Sasuke menghela napas, dia sangat hapal dengan suara itu. Hanya satu orang yang tak peduli sejelek apa pun suasan hatinya, dia akan menerobos masuk seenaknya walau sudah berkali-kali diperingati.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Ingredients
FanfictionNaruto merupakan seorang koki di kampungnya. Ia datang ke kota untuk mencari seseorang yang sangat dia rindukan dan berjasa di dalam kehidupannya. Namun, bukanlah orang itu yang berhasil dia temui melainkan seorang pemuda bersifat menyebalkan yang t...