Part 4_Cinta itu pembodohan

32 1 0
                                    

Cinta itu tidak ada. Cinta itu omong kosong. Dan cinta itu pembodohan. Yep,  jangan percaya sama cinta. Cinta itu nggak bener-bener ada. Kalo ada, kenapa keluarga gue bisa hancur berantakan hanya karena satu kata itu?

Cinta? Hahaha. Setiap gue denger kata itu, pasti berhasil ngebawa gue di lima tahun silam. Di mana nyokap gue teriak minta cerai. Dia ngegandeng lengan laki-laki yang (katanya) dia cintai. Cinta? Dia cinta lelaki itu, lalu bagaimana dengan bokap gue waktu itu? Bukankah saat yang lalu, sebelum kenal dengan lelaki itu dia juga ngomong hal yang sama? Dia mengakui hal yang sama, kalo dia "cinta" sama bokap gue. Dan nyatanya apa yang terjadi. Dia kabur dengan lelaki lain nggak peduli kami yang (katanya) anak kesayangannya, buah hatinya ini netesin air mata. Apa itu yang namanya cinta?

Gue ingat dengan jelas saat itu. Nyokap gue dengan dandanan super glamournya, lipstick merah menyalanya, dan dress selutut berwarna hitam. Dia ngegandeng lelaki pilihannya dan memperkenalkannya pada papa. "Ini dia laki-laki pilihanku. Yang pernah aku ceritakan padamu. Namanya,--" perkataannya terputus, satu tamparan mendarat dipipinya. Dengan berang papa mengucapkan dua kata yang menjadi mimpi buruk diantara paling buruk buat gue. Dia ngatain nyokap "Dasar pelacur!"  Kalo memang nyokap gue pelacur, berarti gue sebagai anaknya adalah...? Ah, sudahlah. Mulai saat itu nyokap gue pergi, dia menghilang seolah ditelan bumi.

Saat itu, gue sendiri di kamar, perkelahian itu terus terngiang-ngiang. Lalu Justin masuk. Dia bawa gitar dan nyanyi-nyanyi di kamar gue.  Pintunya nggak dia tutup. Nggak tau maksudnya apa. Dia nggak mempermasalahkan apa yang terjadi seolah dia sudah memprediksi ini semua akan menimpa kami. Dia juga nggak bicara banyak hal, cuma nyanyi-nyanyi sambil metik senar gitarnya. Sedangkan gue? Gue bersandar di samping dia sambil ngeliatin pintu yang terbuka. Gema suara histeris di luar, suara barang pecah, suara pukulan di tembok, itu semua berasal dari papa. Gue heran, kenapa Justin tampak setenang itu. Tapi gue juga nggak peduli. Jauh hari, sebelum nyokap ngenalin lelaki itu di hadapan kami, memang gue udah tau kalo nyokap punya selingkuhan. Tapi, you know? Anak 13 tahun kayak gue masih terlalu kecil untuk didengerin. Gue udah pernah bilang ke nyokap "Ma, Papa sayang sama mama. Dia cinta sama mama. Mama tau, 'kan?" Gue ngomong gitu waktu nggak sengaja denger pembicaraan dia ditelfon sama selingkuhannya. Berharap kalo gue ingetin dia tentang seberapa cintanya bokap sama dia dan dia bisa ngurungin niatnya buat selingkuhin papa. Atau seenggaknya dia bisa ingat kami anak-anaknya yang masih butuh kasih sayang. Tapi ... dengan santainya dia ngejawab "Kamu masih kecil, Sky. Kamu nggak tau apa itu cinta. Mama cinta dia dan mama udah nggak bisa ngejalanin sama papa kamu lagi."

Ketika dia ngomong gitu, yang dipikiran gue cuma satu. Gue harus cepet gede dan cari tahu apa itu cinta.

Bersamaan dengan kami yang merenung sambil dengerin alunan musik dari gitar yang dipetik Justin, gue ngeliat siluet familiar berjalan tergesa-gesa sambil nenteng koper. Gue langsung lari buat mastiin gue nggak salah liat. Dan ternyata dugaan gue bener. Itu Kak Jess. "Kak, lo mau ke mana?" Dia cuma ngeliat gue dengan tatapan datarnya. Baru kali itu, dan mulai saat itu dia berubah menjadi pribadi yang dingin dan datar.

"Bukan urusan lo!" jawabnya lalu berjalan cepat ke luar dari rumah.

Kak Jess pergi, papa mungkin sudah berhasil ngancurin isi kamarnya, dan kak Justin main gitar di kamar gue sambil nyanyi-nyanyi nggak jelas. Hidup gue hancur tiba-tiba. Dunia gue runtuh dalam sekejap. Gue oleng, hilang pijakan. Itulah saat di mana gue harus kehilangan semuanya dan bersusah payah untuk membangun ulang serpihan yang tersisa.

Butuh perjuangan untuk membangun semuanya kembali seperti sediakala. Walau masih ada kepingannya yang hilang dan mustahil buat di ajak pulang.

Pada akhirnya Papa kembali normal, dia nyibukin diri dengan pekerjaannya. Walau jarang pulang setidaknya ketika di rumah, dia menjadi pribadi yang hangat. Kak Jess juga udah kembali ke rumah setelah sebelumnya dia kabur entah kemana. Dan Justin, gue rasa dia yang paling normal. Bahkan dia yang paling ceria di antara kami. Ah, kenangan itu. Setelah gue pikir-pikir lagi cinta itu memang omong kosong. Nggak setuju? Bodo amat!

****

Sun, I love you!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang