Part 6_Arga

20 1 0
                                    

Hari ini gue bener-bener udah sekolah. Gue datang seperti biasa, nggak cepat dan nggak juga terlambat. Sekarang gue lagi di kantin sekolah. Tadi nggak belajar, cuma ngebagi kelas dan rolling tempat duduk. Gue dapat tempat di samping Liana Hisyam, siswi Nerd yang dulu selalu gue bully. Dia keliatan takut banget pas tahu dapat jatah tempat duduk di samping gue. Saling kode-kode sama si kucing Albino, teman Nerdnya. Gue lupa namanya siapa, sebut ajalah kucing Albino. Daripada kera tidak sakti, nah, bagusan mana?

Ivan Hendriko duduk di kursi depan gue. Mukanya pucet banget. Awalnya gue kira karena efek dia duduk sama si Anye-cewek yang dia taksir mati-matian, tapi ternyata karena dia kebelet boker  "Saya pamit ke kamar mandi dulu, Bu." ucapnya tersendat-sendat bersamaan dengan bunyi kentutnya yang bersahut-sahutan. Satu kelas mendadak riuh sambil nutup hidung masing-masing. Gue cuma berdecak doang sambil ngeliatin Liana yang berhenti ketawa pas tahu gue merhatiin dia. Mukanya merah, kacamatanya yang sempat melorot dia benerin, abis itu pura-pura ngeluarin alat tulisnya yang gambar doraemon. Dalam hati gue seneng banget dapat mangsa baru pengganti Viola. Iya, Viola yang sering gue gangguin itu ternyata nggak sekelas sama gue lagi. Padahal pengennya dia lagi yang jadi mainan gue, tapi kayaknya takdir berkata lain.

Nggak apa-apalah ya, kan? Lagipula Liana juga memenuhi standar buat jadi mainan gue kok. Dia cukup cantik, setidaknya lebih cantik dan enak dipandang daripada Ivan Hendriko yang lagi pake bikini. Hahaha, becanda. Semoga sohib gue satu itu nggak tahu kalau gue lagi berfantasi tentang dia yang pake kutang. Bisa-bisa dia ngambek dan kembali ke habitatnya. Bahaaaya, gue kan masih butuh dia di samping gue. Hasek dah bahasa gue.

Arga Dirgantara Setiawan duduk di pojok belakang. Meski sudah ditentuin tempatnya, masih aja dia milih tempat duduk sendiri. You know lah, ya, dia begitu karena apa. Biar bisa ngelakuin hal-hal yang tidak berfaedah. Nyontek atau tidur di jam pelajaran misalnya.

Sedangkan Alvin Setiyadi, dia nggak satu kelas sama kami. Ah, belum apa-apa gue udah kangen dia. Rasanya tanpa dia tuh kayak nggak ada manis-manisnya gitu. Atau paling tidak seperti kata pujangga "bagai taman tak berbunga" eh, gue kok mendadak lebay ya? Hahaha.

Okay, skip. Sekarang gue lagi dikantin. Lagi ngumpul di meja biasa bareng 3 bocah kampret. Walau nggak sekelas bukan berarti hubungan pertemanan kami renggang, iya, 'kan? Apalagi kami udah temenan cukup lama, pasti bawaannya pengen bareng mulu.

Si Arga--Cowok kapten basket yang kulitnya sawo mateng itu lagi ngedip-ngedipin matanya ke arah cewek di meja sebelah. Gue lupa namanya. Dia nggak menarik menurut gue. Roknya terlalu panjang tapi seragamnya ketat. Gue nggak suka sama cewek yang kayak gitu--setengah-setengah. Kalo mau pake seragam ketat dan rok pendek kan sekalian aja.

Sedangkan dua curut, si Alvin dan Ivan lagi modifikasi minumannya Arga. Di campurin sambel dan kecap. Gue pengen ngakak tapi gue tahan, pura-pura aja gitu nggak tahu. Gue lebih milih mandangin layar ponsel gue yang isinya penuh dengan missed call dari mainan gue yang sekolah di sekolah sebelah. Namanya Cantika. Seperti namanya, dia cantik. Tapi cuma sekedar mainan gue doang.

Lalu tiba-tiba ada cewek cantik banget lewat di depan gue. Rambutnya tergerai panjang, nggak di ikat seperti biasa. Dia juga lebih segar dari biasanya, mungkin efek dia pake riasan. Tiga curut aja sampe nganga ngeliat cewek itu lewat dengan dua orang pengikutnya.

"Vio, Sky manggil elo." pas denger si kutu kupret Ivan bilang kayak gitu, gue langsung sadar dan jitak kepalanya dia. Enak aja dia ngefitnah gue. Si Arga cuma geleng-geleng kepala lalu ngeraih gelas minumannya. Sebelum itu dia sempat berteriak "Vio, Sky bilang dia suka elo." Sehabis ngomong gitu dia langsung nenggak minumannya. Gue, Ivan sama Alvin cuma tatap-tatapan sebelum kemudian kami ngakak bareng karena Si Arga udah lebih dulu lari terbirit-birit sambil nutup mulutnya dengan dua tangan. Matanya sempat melotot tak percaya melihat kami. Sedangkan si Ivan berceletuk "Mungkin ke toilet." Gue cuma ngangkat bahu sambil natap Viola yang mandang gue dengan tajam.

"Cih, sok jual mahal!" bisik Ivan dikuping gue. Yang dia maksud adalah Viola, apalagi pas liat cewek itu menatap sinis sebelum melenggang pergi. Sedangkan tidak lama kemudian Alvin berdiri tiba-tiba "Gue jadi khawatir sama si Arga. Tadi gue naro sambelnya kebanyakan kali ya?" Gue ngangkat bahu lagi. "Hayoloh, tanggung jahat lo berdua." Dua curut akhirnya tatap-tatapan dan lari nyusul Arga ke toilet, ninggalin gue dengan tumpukan sampah camilan yang belum mereka bayar. "Elah, ujung-ujungnya pasti gue juga yang bayar. Apes deeeh."

******

Haluha😆😆 jgn timpuk aku ya manteman. Sorry baru update cerita ini setelah sekian lama terkurung menggantung di dalam work usangkuhhh. Ulala 😧😧 aku tau kalo aku jahat. Tpi aku udh keluar dari zona hiatus kok. So, long time no see.

Smoga kalian sehat-sehat aja, ya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sun, I love you!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang