Surat Malam
Demi malam dan sepertiganya, mereka berbisik bahwa alam juga berbahasa. Mereka mengatakan hal-hal tentangmu, tentang wajahmu yang sampai detik ini aku belum dapat menyentuhnya dengan baik, tentang senyumanmu yang juga masih bisa kubayangkan, tentang suara-suaramu di setiap malam. Mereka juga menginginkanmu, sama sepertiku!
Katakan, sapaan ini hanya seperti angin bertemu angin. Suaramy dan suaraku yang beradu. Kita hanya seperti ini. Kita adalah kebetulan yang bahkan juga dibuat-buat oleh keadaan. Cinta tidak semudah ini, bukan? Pertemuanmu bertahun-tahun gagal, pertemuanku bertahun-tahun gagal, pertemuan masa lalumu dan aku yang memakan lebih dari ribuan menit, juga gagal. Lalu membawa kita pada pertemuan kelak yang hanya sesaat.
Kau di mataku adalah bayangan indah yang ingin aku lukis, kemudian aku sihir seketika untuk menjadi seorang "kamu" yang nyata dapat kusentuh. Menyalakan mesin itu kemudian menghampirimu dan meluluhkanmu tanpa permisi. Aku bisa saja melakukannya, detik ini.
Tapi aku taku. Aku takut dengan diriku sendiri. Aku takut itu semua datang dari aku yant sedamg menangis kemudian bersandar di bahumu tanpa bahumu tanpa kira-kira dan pergi setelahnya. Atau sebaliknya, kau yang hanya sedang lelah dan duduk tanpa sengaja di sampingku, melihat aku yang begitu menyedihkan kemudian kau biarkan aku bersandar, lalu lelahmu selesai dan pergi. Atau kita yang sama-sama sedang seperti ini, setelah semuanya terjadi, kita akan saling pergi tanpa peduli.
Kau di mataku adalah malam yang memiliki sepertiga masa dengan sempurna. Membawamu salam doa tahajudku membuatku menggila, kenikmatam macam entah! Menyebut namamu tiga kali saja menghanyutkan aku dalam munajat yang aneh, munajat yang membuat dadaku sesak penuh air mata. Membawa suaramu dalam munajat ini membuatku semakin memuji Tuhan. Aku tidak ingin beranjak dari sujudku!
Katakan, kau juga sedang tidak tahu, sama sepertiku. Aku yang sedamh tidak ingin dipermainkan oleh cara keeja Qudrah. Memutar pagi dengan sempurna sedang aku masih ingin dalam pelukan malam, kemudian mengembalikan malam saat aku sedang membuka mata dengan keras dan menerima sapaan pagi. Ini yang aku katakan, mereka juga menginginkanmu, sama sepertiku!
Kau di mataku adalah dada yang dua di antara tulang rusukmu adalah aku. Maka, aku tidak ingin sebercanda ini. Jatuh di pangkuanmu dengan mudah, meski pun aku sudah. Aku ingin Qudrah tahu bahwa aku sudah menemukanmu, tanpa dia mengantarku. Maka, aku tidak ingin sebercanda ini. Memelukmu untuk aku pamerkan di hadapannya, bahwa aku sudah duduk diantara tulang rusukmu. Aku tidak ingin sebercanda ini.
Katakan, kita saat ini hanya saling menemukan satu hal, kesedihan yang sama. Kesedihan yang ingin segera hilang begitu saja. Sekarang biarkanlah kita hanya saling duduk, menyapa dan bersandar sekedarnga. Biarkan kita kali ini yang mempermainkn, tidak saling bercumbu dahulu seperti yang dikehendaki dalam permainan ini. Sampai pada kedua, kita dalam hati yanh memang sedang mencari bukan mengobatu. Lalu alam yang akan tunduk pada kita. Memberi pertemuan pertama dan seterusnya dengan bahagia.
Kau di telingaku adalah suara yang sengaja Tuhan simpan dengan baik di antara benang-benang pita. Orang lain dapat melihatmu dan menyentuhmu, tapi hanya aku yang memiliki suaramu, hanya aku yang dapat memeluk suara itu, hanya aku yang dapat mendengarmu dan merasakan kehangatan suara dalam tubuhmu. Kita berada dalam jarak.
Katakan, malam ini kau memejamkan mata dengan baik. Turun dari pangkuan ibumu dan tidur di sebelhnya tanpa melepas genggaman tangannya.
Kau di mataku adalah selamat malam terindah. Aku mencintaimu, saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Yang Memesan Takdir
De TodoPertama mengenal W.Sanavero di kota kecil penuh kenangan. Pare Kediri Jawa Timur Dan saat tahu jika dia melahirkan satu buku berisi kumpulan puisi. Ternyata tak salah resensi banyak manusia. Memang salah sebuah buku yang benar-benar menggetarkan p...