Prolog

116 18 38
                                    

Rana. Remaja perempuan yang memiliki hidup yang kelam. Bahagianya entah kemana. Jika remaja seusianya bisa bebas kemana-mana, tapi tidak dengan Rana. Rana terlalu fokus kepada sekolah, sehingga melupakan haknya sebagai remaja. Rana tinggal bersama Bundanya, Ayah dan Bundanya berpisah sejak Rana masih SMP. Rana sudah terbiasa hidup hanya dengan kasih sayang ibu saja. Perpisahan antara Ayah dan Bundanya, membawa perubahan pada hidup dan diri Rana sendiri. Dahulu, hidupnya dipenuhi warna dan tawa, namun sekarang Rana hanya bisa menjalani hidup dengan kekosongan.

Rana masih bergelut dengan selimut berwarna merah maroonnya, sampai suara ketukkan pintu membuat cahaya matahari pelan-pelan menyilaukan matanya.

"Rana, bangun," kata Desi-- Bunda Rana.

Tokk tokk tokk

"Rana" ucap Desi sedikit menggeras.

"Iyaa Bunda, Rana udah bangun kok" sahut Rana. Rana bangkit dari tempat ternyamannya, menuju kamar mandi yang ada dipojok kamar.

Setelah menghabiskan beberapa menit didalam kamar mandi, lalu Rana bersiap-siap, Rana termasuk gadis yang tidak suka menggunakan make up diwajah cantiknya. Rana terbiasa menggunakan bedak tabur dan lip tint untuk menghilangkan kesan pucat pada wajahnya. Setelah selesai, Rana turun untuk sarapan pagi. Salah satu kesukaan Rana adalah saat Bundanya ada dirumah dan membuatkan makanan untuk Rana. Bunda Desi orang kantoran, tidak jarang Bunda Desi sibuk dikantornya.

"PAGII BUNDA!" seru Rana bersemangat.

Bunda Desi membalas dengan senyuman manis, entah kenapa senyum Bunda Desi membuat Rana memiliki kebahagiaan sendiri. Kemudian, Rana menarik kursi untuk duduk dan sarapan.

"Bunda, Rana berangkat ya, sebentar lagi bel" ucap Rana setelah melihat jam ditangannya.

"Iya, hati-hati dijalan" seru Bunda Desi. Rana menghampiri Bundanya, lalu memeluk erat Bunda kesayangannya. Bunda Desi mengusap rambut beraroma strawberry Rana.

***

Langkah Rana terhenti melihat kumpulan siswa siswi SMA Bakti Jakarta. Mereka tidak segan-segan berdesak-desakkan, terkecuali Irana Syifanha. Rana menyukai ketenangan, karena hidupnya terlalu sunyi untuk keramaian. Semenjak pertengkaran antara Ayah dan Bundanya, semua hancur. Keluarga, kebahagiaan dan hidupnya.

Rana penasaran apa yang sedang dilihat siswa siswi dilapangan. Ditengah lapangan berdiri dua orang siswa dengan baju yang tidak seperi anak sekolahan pada umumnya. Rana mencari sahabatnya, Adiba dan Nada. Rana tahu pasti Adiba dan Nada ada diantara puluhan atau bahkan ratusan orang yang hobinya berdesak-desakkan. Ternyata sudah menjadi kebiasaan jika para most wanted datang, siswa siswi berkumpul untuk melihat kumpulan orang-orang yang bisa dibilang disegani di SMA Bakti Jakarta.

"RANAAAAA!" suara melengking Nada yang familliar ditelinga Rana, membuat Rana mencari sumber suara.

Diujung lorong terlihat Adiba dan Nada. Adiba orang yang kalem, berbeda dengan Nada, lihat saja, Nada sekarang sedang berlari-lari dan melambaikan tangan. Nada terlihat cuek menjadi pusat perhatian berbeda dengan Rana, ia benci diperhatikan. Rana berjalan menuju kelas, persetan dengan Nada yang sedari tadi meneriaki namanya.

"Rana, lo ih dipanggil dari tadi juga" kata Nada dengan nafas yang tidak beraturan.

"Lahhh, lo kan tau gue ngga suka jadi pusat perhatian" jelas Rana.

"Udahh, pagi-pagi udah ribut aja" ucap Diba melerai kedua sahabatnya.

Mereka bertiga pergi menuju kelasnya masing-masing, Nada dan Adiba memang sekelas, tapi Rana terpisah dari kedua sahabatnya itu. Rana dikelasnya memang memiliki teman, tapi bisa dibilang bermuka dua, tidak seperti Nada dan Adiba yang mau menerimanya apa adanya.

Fake LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang