1. Rifki

65 12 23
                                    

Rifki Syahputra. Jika Rana ditanya tanggapan untuk Rifki, ia akan menjawab cinta pertama. Ya, Rifki lah si kapten basket tersebut, ia pernah menghilang, dan sekarang ia kembali.
Ia kembali disaat Rana berhasil bangkit saat jatuh begitu dalam. Mata indah Rifki lah yang berhasil membuat Rana betah menatap mata itu.

Dulu Rifki lah yang bersedia menjadi tameng Rana, saat Rana dibully seniornya, saat orangtua Rana memilih berpisah, saat Rana sendirian dan saat Rana ketakutan. Saat Rana sedang berjuang menghadapi Nita, harusnya Rifki ada, harusnya Rifki menjadi tamengnya disaat seperti itu. Tapi, disaat Rana mencari Rifki, Rifki pergi. Rana tidak tahu kemana perginya Rifki. Dan ya, sekarang ia kembali setelah ia pergi.

"Hai." Rifki berjalan menghampiri Rana, ia duduk dibangku kosong sebelah Rana. Kecanggungan melanda keduanya.

Rana enggan membalas sapaan dari Rifki, ia hanya mengangguk dan fokus kepada apa yang dilihatnya tadi.

Rifki memaklumi sikap Rana, ia tahu dirinya lah penyebab Rana seperti ini. Ia melihat es krim yang sudah mencair ditangan kanan Rana. "Es krim lo cair."

Rana tersadar, lalu mencari sesuatu yang bisa membersihkan es krim yang sudah menjadi air itu dari tangannya. "Nih"

"Makasih," ucap Rana setelah mengambil tisu yang diberi Rifki. "Hmm, gue pulang dulu ya." Rana bangkit dan meninggalkan Rifki sendiri.

***

Dilain sisi ada seseorang dibalik selimut berdominasi hitam putih. Jika kalian berpikir itu Vian? Kalian benar. Sepulang sekolah tadi ia langsung mengistirahatkan tubuh, otak dan perasaannya.

Ia masih berandai-andai dalam mimpinya, mimpi yang hanya ia tahu. Baru saja mimpinya memasuki tahap paling indah, tiba-tiba ia dikejutkan oleh teman-temannya, ia lupa kalau teman-temannya ingin bermain dirumahnya. Pupus sudah harapan Vian untuk melanjutkan mimpi indahnya.

"Viannnn! Woi kebo?!" Teriak Kevan tepat ditelinga Vian.

Vian terkejut bukan main, lalu menendang Kevan hingga terjungkal kebelakang. Tawa mereka pecah, termasuk Vian yang baru saja bangun.

"Ngakak gue ogeb, muka Kevan kagak nyante." cukup sudah. Perut Dero rasanya sakit, gara-gara menertawakan Kevan.

"Lo kenapa nendang gue?!"

"Lahh, salah lo sendiri ngagetin, reflek itu mah!"

"Untung Kevan yang imoed ini sabar." Kevan mulai drama, ia mengusap dadanya, dramatis.

Dean yang sedari tadi diam menyimak, kini membuka suara "Vi, ada kresek ngga, mau muntah gue dengernya."

"Udahh, cepet katanya mau main, Van lawan gue yok!" ajak Dero. Karena Dero tahu Kevan tidak handal bermain playstation.

"Berani emang?"

"Sama lo? Ngga berani? Lo kira gue cewek?"

"WAHAI VIAN YANG TAMVAN RUPAWAN, MAUKAH ENGAKU MEWAKILKANKU? UNTUK MELAWAN SI DERO GELO?"

Dero kesal, mendengar penuturan Kevan. "Eh kutu air, ngapain minta Vian, gue maunya lawan lo."

"Dero Gelo, tadi ngga ada perjanjian ngga boleh minta perwakilan ya!" Kevan bersikeras. Dean dan Vian yang sedari tadi menjadi penonton setia, mulai jengah dengan kedua temannya.

"Bonyok gue udah bagus kasih nama, seenak jidat lo ganti"

"Udahhhhhhhhhhh!" Habis sudah kesabaran Vian, ia masih lelah, ditambah lagi keributan para perusuh yang datang ini. "Kalo mau main, main aja, gue mau lanjutin mimpi yang tadi!"

Fake LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang