"Jadilah seperti senja, yang berpamitan dengan indah dan penuh tata krama. Bukan tiba tiba hilang bak ditelan bumi."
Ufuk nan indah tak terasa tiba tiba kembali tampak. Entah tak terasa karena rasa bahagia atau tak terasa dikarenakan sendu yang tidak ada ujungnya.
Mesha memberanikan diri, melaksanakan kewajiabannya untuk menuntut ilmu. Dengan bonus, keharusan untuk menatap mata indah itu, mata yang penuh teka teki. Mata yang begitu mempesonakan.
"Karrel beneran marah nggak ya kira-kira? Semoga nggak ya Allah. Aamiin." Batin gadis itu dengan rasa yang beraneka.
Semalam suntuk, Mesha tidak benar benar tertidur. Benaknya terus saja memikirkan kata kata pria brandal yang kini sedikit manis. Entah takut, malu, sedih, tak ada yang mendominasi. Semuanya begitu saling melengkapi.
Saat itu pun tiba, saat dimana mata indah itu ternyata benar benar lari dari sudut pandangan. Saat dimana senyuman yang biasanya begitu merekah itu seketika tergantikan oleh senyuman penuh amarah dan lara.
Mesha menahan dirinya, menahan diri untuk menghampiri hasratnya bertemu Karrel. Kekacauan di benak gadis itu semakin memuncak, dikarenakan Ia sama sekali tidak focus dalam belajar padahal hari ini akan diadakan ujian ekonomi. Bagaimana Mesha bias focus? apabila kemarahan Karrel terus menerus memaksa menjadi pendominasinya?
"Hey Mesh, lo ngapain dah dari tadi bengong mulu njir?" Tanya Anya membuyarkan lamunan Mesha.
"Nggak papa kok Nya, lagi nggak enak badan aja." jawabnya penuh kepalsuan.
"BTW, tumben tuh si karet nggak minta diajarin sama lo? Kan biasanya pagi-pagi gini dia udah ngacir deketin lo minta diajarin?
"Tau ah, gue ke toilet dulu ya," pamit Mesha.
Saat berjalan meninggalkan kelas, tak sengaja kedua insan yang sedang digeluti badai hebat itu berpapasan, dan gigi yang biasanya nampak saat Mesha melihatnya itu benar benar acuh. Mungkin pria itu sedang benar benar dilanda emosi, Mesha pun mencoba mengerti hal tersebut dengan terus berusaha berfikir positif tentang keacuhan Karrel.
Gadis Itu sebenarnya tidak ingin mengeluarkan apapun dari tubuhnya, ia hanya ingin menghindar. Lari dari masalahnya bersama Karrel. Akhirnya ia memutuskan untuk duduk di koridor sekolah untuk menenangkan angin ribut yang menerpa batinnya.
Tak banyak diketahui orang, gadis polos itu suka sekali menulis. Merangkai berbagai sajak, yang di campurkan berbagai rasa didalamnya. Seperti saat ini, Mesha memilih jalan menulis untuk meluapkan kebimbangannya.
Angin berhembus kencang
Menerpa batin ini yang dipenuhi awan ribut
Kabut gelap tanda api yg membara
Amarahku memuncak pada tajamnya pedang
Pedang yang menyayat bahtera
Bahtera yang kita arungi bersama
Pedang yang melukai kebahagiaan
Aku benci pedang
Pedang yang melukaimu
Dan pedang itu adalah aku..Setelah merangkai beberapa sajak, gemuruh di relungnya berubah menjadi rintihan. Ketika itu ia merasa hatinya telah membaik, dan Mesha memutuskan untuk kembali ke kelas.
Sesampainya di kelas, ia dihadapkan pada pemandangan yang ambigu. Entah harus membuatnya tersenyum ataupun terkapar lesu. Pria yang sedang dibalut kekecewaan itu sedang tersenyum bahagia, begitu bahagia dengan wanita wanita di sampingnya. Tetapi setidaknya hal itu membuat Mesha sedikit tenang, bahwa Karrel tidak benar benar sedih karenanya.
Tiba tiba hentakan terbukanya pintu terdengar, ada seorang wanita cantik yang terlihat dewasa memasuki kelas.
"Assalamualaikum," sapa wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEALOUS {COMPLETED}
Teen FictionAs I sink in the sand (Saat aku tenggelam dalam pasir) Watch you slip through my hands (Melihatmu pergi dariku) Oh, as I die here another day (Oh, saat aku mati di sini suatu saat nanti) Cause all I do is cry behind this smile (Yang kulakukan adalah...