🎓 R

2.3K 190 3
                                    

"Kalian jawab aja sebisa kalian. Yakinin penguji kalau kalian sanggup dan bisa ngerjain topik ini," wejangan terakhir Pak Arga ke kita bertiga.

Pak Arga lalu duduk di kursinya. Sementara gue dan kak Janu keluar karena Gio kebagian sidang pertama.

Penguji kita adalah Bu Kahiyang dan Pak Budi. Dua dosen killer yang kita sebut 'dewa'.

"Jangan panik Rum. Lo pasti bisa, pasti," tangan kak Janu ganggam gue kuat.

"Hm, iya kak."

Satu jam akhirnya berlalu dengan lama. Masing-masing dari kita kebagian presentasi selama dua puluh menit.

Begitu dosen penguji keluar. Pak Arga ngeintrupsiin kita untuk masuk.

"Kalian udah nampilin yang terbaik. Bapak harap mental kalian jadi naik setelah di serang habis-habisan kaya tadi, jangan malah jadi turun. Perbaiki semua revisi-revisi yang udah disampaikan dosen penguji tadi. Sidang proposal ini baru permulaan. Masih panjang jalan kalian. Tetap semangat!" Pak Arga berpidato panjang.


🌸

Selesai sidang proposal dan Pak Arga keluar dari ruangan. Tiba-tiba Radika masuk disusul Yuditha, dan Dhirga

"WOOOOW. SELAMAT YA SIS ROA, BRO GIO, BRO WILDAN UDAH SIDANG PROPOSAL AJA," seru Radika semangat.

"Gimana Ro tadi habis disidang para dewa?" tanya Yuditha bantuin gue beresin draf-draf hasil presentasi.

"Gue kaya mau mati tau gak Tha. Untung Pak Arga bantuin ngomong. Kalau engga gatau deh." Yuditha menepuk punggung gue pelan.

"Lo gak ngompol pas presentasi aja udah hebat! Plong pasti nih perasaan lo. Sekarang giliran gue nih yang jedag jedug," ucap Yuditha jadi lesu.

"Semangat Tha, semangat! Inget kak Jidan udah mau ngelamar lo!"

"Jangan bahas kak Uji lah. Gue chat tentang jadwal sidang gue aja dia gak bales apa-apa," wajah Yuditha mendadak mendung.

"Sabar ya, itu resiko pacaran sama kak Jidan."

"GENGS, UNTUK MEMPERINGATI KITA SUKSES SIDANG KITA MAKAN-MAKAN AYOK! GUE TRAKTIR!" Gio berseru nyaring.

Yuditha, Dhirga, dan Radika bersorak heboh.

"Bang, lo ikut juga ya?" Gio jadi melirik kak Janu.

Kak Janu mikir sebentar, kamudian senyum tipis. "Ok."

"Makan-makan di mana neh kita?" setelah sampai di depan fakultas Radika bertanya.

"Tempat biasa," jawab Gio cepat. Radika mengangguk mengerti.

"Tha, lo mau bawa motor sendiri apa bareng gue?" tanya Dhirga ke Yuditha.

"Bareng lo aja, gue males ngeluarin motornya. Gue mesti balik kampus juga, mau bimbingan," jawab Yuditha.

"Lo bareng gue ya Ro? Gue kan gak tahu 'tempat biasa' kalian itu di mana?" kak Janu tiba-tiba ngelirik gue.

Tanpa mikir panjang, kepala gue langsung naik turun.

"Gue bareng lo ya Gi? Males bawa motor, hehehehe," cengir Radika.

"Hm, tapi nanti pulangnya gue gak mau anterin ke kampus," ketus Gio.

"Yaudah gue bawa motor sendiri," pundung Radika.

Lalu kita berenam jadi jalan mencar pas di parkiran. Ketemu lagi nanti di tempat makan biasa nongkrong anak-anak angkatan 15.

Gue, kak Janu, dan Gio jalan pararel bertiga. Karena motor mereka deketan di parkirnya.

"Bang, lo ada helm buat Roa?" tanya Gio.

"Ada," jawab kak Janu santai.

"Oh, kirain gak ada. Kalau gak ada Roa biar bareng gue gitu maksudnya."

"Meskipun gue jarang bonceng orang, gue pasti bawa dua helm kok," ini sepertinya nyindir Gio secara haluuuuuus banget gak sih?

Secara gitu, Gio kan pasti tiap hari boncengin orang. Khususnya ciwi-ciwi.

"Yaudah, sampai ketemu di sana Gi," kata gue ngekor kak Janu dan ninggalin Gio yang udah di depan motornya.

°04062018


SKRIPSweet ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang