"Jadi kau benar-benar putus?" Tanya Nayoung. Sejeong mengangguk. "Tidak apa-apa. Itu lebih baik daripada dia terus berbohong padamu." Ujar Nayoung.
"Sebenarnya aku ingin bilang padamu kalau dia membawa seorang wanita kesini dan terus menggenggam tangannya, hanya saja aku tak tega. Kau sedang berbahagia kemarin. Tak kusangka sekarang jadi begini." Tambah Nayoung.
"Aku paham. Tidak apa-apa. Aku akan mencoba melupakannya."
"Kau yakin? Kurasa akan sulit. Karena kau mencintainya sejak kau kuliah semester 2. Itu sudah hampir 6 tahun, Sejeong." Tanya Nayoung. Sejeong mengangguk.
"Aku akan mencoba. Toh, tidak baik berlarut dalam kesedihan terus. Iya kan?" Sejeong tersenyum pahit.
"Iya, kau benar." Nayoung mengelus pundak Sejeong. Berusaha memberinya kekuatan. "Aku akan kembali ke kantor. Mereka akan datang melihat undangan—"
"Sejeong-noona!"
Sejeong terkejut. Eunwoo, Ara dan Seokmin datang ke kedai. "Astaga, kenapa kalian ada disini?" Tanya Sejeong. "Salah satu temanmu bilang kau sedang disini. Jadi kami datang kesini saja. Tidak apa-apa kan?" Ujar Ara.
"Maaf merepotkan kalian. Sebaiknya di kantor saja, file dan—"
"Aku memindahkannya ke flashdisk punyaku. Aku bawa laptop." Ujar Eunwoo. "Maaf, aku lancang." Tambahnya. Sejeong hanya tersenyum kecil.
"Tidak apa-apa. Eum, Nayoung, bisakah kau buat 3 cangkir kopi? Aku yang bayar." Ujar Sejeong. Nayoung mengangguk.
"Duduklah disini. Aku akan membuatkan kopi untuk kalian." Ujar Nayoung. Eunwoo, Ara dan Seokmin kemudian duduk di dekat Sejeong.
"Aku baru membuat sketsa kalian berdua." Kemudian Sejeong menunjukkan sketsa gambar Ara dan Seokmin. "Ya ampun, bagus sekali." Puji Seokmin "Aku suka menggambar pengantin yang ingin membuat undangannya padaku. Aku selalu menawarkan hal ini pada mereka. Aku menyukainya." Jelas Sejeong.
"Kau pandai menggambar, Noona." Eunwoo tersenyum. Sejeong tersipu. "Aku bilang kan tadi? Aku menyukainya." Sejeong terkekeh. "Semuanya sudah bagus. Aku hanya ingin mengganti font nya. Jangan yang terlalu kaku seperti ini. Untuk font yang kaku ini jangan di taruh di depan ya?" Pinta Seokmin. Sejeong mengangguk.
Sekitar 10 menit, hasil undangan pun telah disepakati Seokmin dan Ara. Mereka pun berpamitan pulang. "Terima kasih, Sejeong. Aku sangat puas." Ujar Seokmin. Ara mengangguk. "Sama-sama, aku akan memberikan ini untuk di cetak ke Taeyong."
"Baiklah. Eunwoo, ikut pulang?" Tanya Ara pada Eunwoo. "Tidak, aku mau pergi dengan Sejeong-noona." Jawab Eunwoo dengan polosnya. Sejeong hanya tersenyum kikuk. "Ya sudah. Kami pulang duluan, ya."
Sejeong menyikut lengan Eunwoo. "Apa-apaan sih kau ini?" Tanya Sejeong. "Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Salah?" Tanya Eunwoo. Sejeong menggeleng. "Tidak sih.. Cuman—"
"Jalan-jalan di mobil, keliling Seoul. Mau atau tidak?" Tanya Eunwoo. Sejeong tersenyum dan mengangguk. Lumayan untuk melepaskan rasa jenuh.
***
"Aku turut berduka cita atas kematian kekasihmu, Doyoung." Ujar Taeyong, sahabat Doyoung.
"Hyung, aku tidak menyangka dia akan pergi secepat ini." Ucap Doyoung. Ia masih berdiri tepat di sebelah nisan Jisoo.
"Tidak ada yang tahu kapan waktu kematian seseorang. Kau harus segera merelakannya pergi." Kun berusaha menguatkan Doyoung.
"Kau pasti bisa, Doyoung. Aku yakin kau akan menemukan orang lain yang lebih baik. Tuhan tidak melakukan ini tanpa alasan. Pasti kau akan mengetahuinya." Ucap Hoshi. "Sebaiknya kita pulang. Keluargamu sudah pulang. Hujan juga akan turun." Tukas Kun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Cookies || doyoung ft. sejeong
FanficChoco cookies, minuman biasa yang ternyata menemukanmu kembali dengan dia. Iya, cinta pertamamu yang menyebalkan. Dan menikah adalah kata yang buruk untuk mereka. ©2018 breakjee [A little bit mature + harsh words]