Ketiga

10 0 0
                                    

"Kenapa?"

"Aku ingin bawa kamu kerumahku"

"Ngapain? Cuci baju bajumu?",

"Kali ini aku bicara serius"

Aku diam.

"Aku ingin kau curi hati Ibuku"

"Bang, aku belum siap"

"Aku ingin serius denganmu"

"Iya, tapi ini terlalu cepat",

"Aku ingin serius denganmu"

Kami diam. Aku menghela nafas,
"Iya", kataku, "Ayo mancing", ajakku

Bang Andru tersenyum.

***

Kami sampai dirumah Bang Andru membawa dua kilo ikan Jair hasil pancingan kami, kata Bang Andru, segini saja sudah sangat cukup untuk bersama.

"Siapa ini?", tanya Ibu Risa, Ibunya Bang Andru sambil tersenyum.

"Reta bu", Kataku memperkenalkan diri sambil menyalami dan mencium tangan Ibu Risa

"Darimana kalian?", tanya Ibu Risa

Bang Andru melirikku memberi isyarat untuk menjawab pertanyaan Ibunya,

"Kita habis mancing. Bawakan ini untuk Ibu", Jawabku sambil menunjukan kresek berisi ikan didalamnya

"Sudah pada makan belum kalian?",

"Belum maa, laper bangett", jawab Bang Andru sok dramatis

"Kita masak yuk Bu, untuk makan siang", tawarku

"Boleh, ayok sini",

Ibu Risa berjalan menuju dapur yang diikuti olehku. Bang Andru dari belakang menangkup kepalaku gemas dan "hati hati", katanya, lalu ia berlalu memasuki kamar.

***

"Reta ada apa sama Andru", tanya Ibu Risa sambil menggoreng Ikan sementara aku mencuci dan membersihkannya

"Temen bu", Jawabku

"Teman kantor?", tanya Ibu Risa dengan nada ragunya

"Bukan, tapi Ketemunya dikantor"

"Ohh, kok bisa kamu ke kantor"

"Kan waktu dulu, Reta Prakerin disana", Ucapku sambil memindahkan Ikan yang sudah dicuci untuk dibumbuni sebelum digoreng Ibu Risa

"Kamu ini sekarang kelas berapa nak? Atau sudah kerja?",

"Reta kuliah bu, semester dua, kadang Reta menulis untuk sampingan",

"Ini dipotongin nak", titah Ibu Risa menunjuk bahan bahan bumbu untuk Ikan kecap, "Menulis apa?", sambungnya

Aku memulai dengan memotong bawang, "Menulis puisi bisa, cerpen, juga seperti novel, tapi tidak dibukukan",

Ibu Reta meniriskan ikan yang sudah digoreng sebelum akhirnya berkata, "Ibu ingin baca nak"

"mm kalo buat Ibu mah wajib",

"Bisa ya kamu", Ibu Risa terkekeh kecil. Aku ikut tertawa karna senang bisa membuatnya begitu

"Apaan si yang lucu? Pada ketawa", tanya Bang Andru yang tiba tiba nongol dipintu dapur

"Kepoo", ledekku

"Eh apaan, aku tanya ke Mamaku wlee", Jawab Bang Andru sambil menjulurkan lidahnya padaku

"Betul begitu bu?", tanyaku pada Ibu Risa dengan nada memastikan

"Ha apaan, Ibu ga denger", jawab Ibu sambil memasukan ikan kembali ke penggorengan

"Maaa", ucap Bang Andru jengkel

Ibu Risa terkekeh, aku tertawa mengejek lalu wlee :p kataku

"Aak", teriak kami serempak sambil mundur kebelakang dan menutup wajah saat ikan yang digoreng berbunyi 'pletak' dan memuncratkan minyak

Kami hanya tertawa setelahnya.

***

"Masa udah mau pulang", kata Ibu Risa setelah aku berpamitan hendak pulang padanya. Ia mengantarku sampai gerbang

"Udah sore bu", Jawabku sambil mengenakan helm

"Andru, hati hati ya bawa motornya", Ucap Ibu Risa

"Tuh dengerin", Kataku pada Bang Andru sambil memukul bahunya

"Iya iyaa, buruan mau pulang ga. Mendung banget ini", balas Bang Andru dengan nada bete-nya, maklum, sedari tadi kami buat dia sebagai bahan ledekan

Aku menaiki motor untuk membonceng Bang Andru, "Assalamualaikum Ibuu", ucapku sebelum kami berlalu

Diseperempat jalan, hujan mulai turun.
"Neduh dulu ya Re",

"Iyaa",

Kami berhenti disebuah supermarket. Hanya untuk menumpang memakai mantel. Mantel Bang Andru two in one. Satu jubah untuk dua kepala.

"Waahh deres banget Bang", Ucapku sebelum kami menyebrang untuk melanjutkan perjalanan

"Gapapaa, bismillah", balas Bang Andru menenangkan, "eh tapi aku pengin ngebut", lanjutnya

"Jangan kebut kebut ah", larangku sembari menabok helmnya

"Sini kaki kamu naik, biar ga basah", pinta Bang Andru, dan aku menurut

Ini yang selalu kami lakukan apabila diperjalanan hujan. Mungkin, pasangan lain akan berhenti disebuah tempat untuk duduk duduk berdua, atau disebuah restoran untuk makan bersama untuk mengenyangkan perut ataupun menghangatkan badan, tapi kami tidak. Kami tetap pada tujuan. Hujan begini kami hanya berhenti untuk menggunakan mantel, Untuk seperti mantel Bang Andru yang kubilang tadi, bila dipakai kakiku pasti akan tetap basah, Bang Andru akan sangat kerepotan untuk menyetir sambil sesekali menutupi kakiku dengan mantelnya yang terus berkibar. Bagian belakang mantel aku duduki, jadi tidak berkibar, namun sisi kanan kirinya, kedua tanganku kugunakan untuk memegangi mereka, agar badan Bang Andru tidak basah. Alhasil, kakiku yang basah karna tidak kulindungi. Alhasil, Bang Andru yang berusaha melindungi. Alhasil lagi, kami kewalahan. Akhirnya sekarang, setiap aku tak bawa mantel celana, aku menumpangkan kedua kakiku kedepan, pada kedua pahanya, dan semua terkendali.

***

"Albareta Zein", Panggil Bang Andru ketika ia hendak pulang sehabis mengantarku lalu mampir.

"yaa??", jawabku

Kami berhenti didepan pintu. Ia berdiri menjulang dihadapanku, menghadapkan tubuhnya denganku.

"Aku pulang ya", pamitnya

"Iyaa",

"Makasih sudah penuhi permintaanku hari ini",

Aku tersenyum lalu mengangguk,

Ia memegang puncak kepalaku dengan satu tangannya, "Aku tau kamu bisa meluluhkan hati Ibuku", Katanya

"Iya, tapi kamu tau kan Bangg, aku belum siap", Jawabku sambil memalingkan wajah darinya

Bang Andru tersenyum getir, "Iya aku ngerti. Tapi kalo tidak dimulai dari sekarang, takkan terbiasa", katanya, "Aku balik ya, daahh", Lanjutnya sambil memupuk kepalaku

STUCK of you Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang