"Pokoknya lo harus ketemu, titik. Lo ga harus selalu jadi pihak yang ngalah Nes." Ucap Lista memberikan ku semangat.
"Yaudah deh, terserah kalian." Jawab ku pasrah.
"Oke jadi fix ya. Nanti gua tinggal atur waktu aja. Lo cuman perlu dateng dan belagak bego."
"Iya Sa"
Kami pun mengobrol hingga malam pun tiba. Gak terasa, sudah gak ada seorangpun disini. Kami gak menyadari bahwa sudah pukul 8 lewat 20. Sudah waktu nya untuk pulang.
"Sa, Ta, kalian ga pulang? Ini udah kemaleman"
"Yah Nes, baru juga jam 8" keluh Lista yang sedang seru menggosipkan senior di fakultasnya.
"Udah Ta, bener kata Nessa, udah malem. Besok kita lanjutin di kampus. Lagian kan Nessa juga ada urusan, mau pergi." Rosa menolongku.
Akhirnya kami pulang, untung saja Rosa membawa mobil nya kalau tidak aku harus pusing mencari taksi malam-malam begini. Sepanjang jalan, Lista dan Rosa asiik melanjutkan pembicaraan—lebih tepat nya bergossip—mereka .
"Nes, ko diem aja?" Pertanyaan Rosa menghancurakan lamunan ku.
"Iya Nes, ga mau ikutan? Ini cowok ganteng banget loh Nes, sumpah deh gua" ucap Lista menambahkan.
"Ganteng versi kita kan beda say!"
"Iya juga ya, selera lo kan jelek Ness" Jawab Lista.
"Enak aja! Coba sebutin siapa yang lo maksud jelek. Ga ada ya" Protes ku.
"Banyak! Semua deh, selera lo begituan siih, ga doyan gua" jawab Lista yang sekarang sudah memutarkan badannya menghadap ke kursi bagian belakang. "Nih gua sebutin keanehan-keanehan semua list cowok di hidup lo" Tawa Lista pecah sesaat sebelum dia menyebutkan list itu.
"Pertama, Jerry. Demi apapun gua masih gatau kenapa lo mau-maunya jadian sama dia waktu itu. Anaknya kan pecicilan gajelas gitu, bad boy pelosokan gitu dehh. Kedua, Jullian. Ness, pliss dia yang terparah, cakep? Kagak. Laki banget? Kagak. Anak rumahan lagi. Ketiga, mantan terindah lo. Well, cakep sih, jago main gitar sama piano. Case nya mantep lah gapapa. Pendiem anak baik-baik gitu. Tapi kan kalo lama-lama diliat beloon gitu Ness. Berani jamin gua, lo berdua ga pernah ngapa-ngapain selama jadian setahun." Lista makin tertawa girang.
Rosa sudah mengambil beberapa tissue karna air matanya mengalir tak kuasa menahan tawa. Aku juga tertawa karna memang benar semua yang di katanyan Lista. "Udah-udah, gua sebagai pemeran utama akan memberikan pembelaan pada tiga laki-laki yang lo pada jadiin bahan bully."
"Bentar-bentar, ga cuma tiga Ness, belom lagi yang lain, ada ka Dana, senior yang anak pramuka, ade kelas lo yang anak Japanese, Justin, Jay, guru Multimedia lo, tukang sapu, yang jaga kantin, satpam depan, banyak deh" ungkap Lista menambah deretan nama-nama.
"Malaikat lo di hitung juga ga Ness?" ucap Rosa sambil menutup wajahnya tak kuasa menahan tawa.
"Parah sii parah, guru juga pake lo bawa-bawa segala"
"Lagian, semua lo doyan. Bentar-bentar, eh lucu deh, eh gemes deh, eh eh.. Banyak ah eh oh lo" tuduh Lista padaku yang kini tak berdaya menerima tuduhan brutal atas rasa kagum pada banyak pria.
"Udah eh, sekarang jelasin yang tiga tadi aja, yang beneran." ucap Rosa mencoba berhenti tertawa.
"Pertama, waktu gua ketemu Jerry lo pada tau ga dia lagi apa? Dia lagi main sama adek ceweknya di rumahnya. Sweet banget tau itu. Kedua, Jullian itu ngertiin gua banget. Ketiga, no coment deh"
"Oke deh oke, pembelaan gua terima." Lista meng-iya-kan pembelaanku.
"Jadi makin banyak aja cowok di hidup lo." Ucap Rosa.
"Hidup si Nessa emang isinya dari dulu sampe sekarang kan cuma cowok"
"Enak aja," bantah ku.
"tapi ya Nes, kalo soal si mantan. Menurut gue lo kejam tau ga. Awalnya pelampiasan dari Jullian. Dianya serius, lo panik. Ga tega nolak. Jadian deh setahun. Terus lo tinggal ke Paris. Lost contact." Sambung Rosa yang makin bikin aku depressed.
"Btw, cowok yang tadi di coffee shop Ness." ungkap Rosa. "Lo liat jelas ga Ta gimana orangnya?"
"Liat, liat dengan jelas bahkan. Barang import guys" jelas Lista.
"Sa, berhenti disini aja." ucapku memotong topik baru mereka.
Rosa mengesampinkan mobilnya "Kemang? Mau ngapain Ness lo disini?"
"Ada janji sama orang, kerjaan." jawabku sengarang mungkin. "Bye, besok ketemu di kampus ya" langsung saja aku merapihkan tasku dan segera keluar dari mobil.
Aku menunggu hingga mobil Rosa tak terlihat lagi, lalu masuk ke sebuah store. Aku mencari set dress yang cocok, tidak mungkin aku memakai pakaian ini kesana, apa kata orang-orang disana nanti. Kutemukan sebuah one piece Adriatic blue dress lingerie dan pochette Chanel, aku beruntung karna memakai Corto Moltedo hari ini. Aku mengganti pakaian ku dan segera keluar dari sini, tepat pukul 10 malam.
Dentuman suara musik yang sangat keras terdengar dari dalam bar itu, kulihat hanya ada beberapa mobil terparkir disana. Tampilan luar bar ini tampak seperti toko sepatu Grossman Greenwich tapi lebih glam, aku menitipkan paper bag yang berisikan pakaian dan tas yang tadi aku gunakan pada security lalu melesat masuk menyusuri tempat ini. Ternyata di dalam cukup ramai, aku menatap kesekelilingku. Panggung berukuran sedang dengan DJ booth berbentuk setengah lingkaran. Light tag bertuliskan Cenerentisca, nama bar ini berwarna dark purple.
Aku memesan cocktail lalu duduk di sofa yang berada di tengah-tengah ruangan, memejamkan mataku sambil menikmati musik. Hampir setiap malam aku pergi ke kelab saat di Paris, walaupun kelab di sana berbeda sekali dengan yang disini, tiap malam kelab selalu penuh sesak, hampir setengah manusia dia kota ada dalam sebuah kelab. Dunia malamku di Paris adalah rahasia besar yang ku simpan dari orang-orang disini. Aku rindu Paris.
Ku buka mataku dan mengambil handphone, setengah sebelas. Cocktail-ku sudah datang, aku meminta waiters agar mengantarkan segelas lagi saat cocktail-ku sudah habis. Dentuman musik semakin keras dan orang-orang berdansa. Aku menikmati suasana ini, meneguk habis gelas di tanganku dan gelas-gelas lain yang terus datang.
Teringat akan teman-teman ku di Paris, aku mencari sebuah nama di kontak handphone ku. Jen Allfiya. Found it. Aku rindu melihat wajahnya. Aku menekan tombol face time dan segera mencoba menyambung. My phone cam already on, aku mengangkat handphone ku, memposisikannya agar wajahku terlihat jelas. Masih berusaha menyambungkan. "O H M A Y G U T ! mabitchy" teriak seseorang dari sebrang sana.
Aku hanya tertawa mendengar teriakan gadis Paris-ku.
"Ohmaygut, I miss u. Why u didn't call me as soon? U say that we have to get in touch but u gone for two month. I think I deserve an apologize from u!" kali ini giliran Jen yang menjadikan ku tersangka.
"It's ma fault, I'm sorry. Things getting complicated here, and I don't have time to call u." begging me.
"Okay, I know. Where are you?"
"I'm in the middle of party! All alone, shit." memperlihatkan sekitarku.
"Poor u.."
"Where's other?"
"Bill have new car and we are go to park to play, wait a sec. I call the other" terdengar Jen berteriak pada orang-orang disana.
Seketika gambar yang muncul di handphone ku berguncang, suara riuh orang disana dan suara musik yang tak kalah kencang. Lalu aku melihat banyak wajah disana.
"Aubrey! Where hav u been?" - "Ohmaygut, I miss u so much" - "Aubrey!!" wajah teman-teman ku muncul secara bergantian. Aku hanya melambaikan tangan dan memberi beberapa kecupan.
"Aubrey, Steff is here, wait I call him." Jen membawa handphonenya ke tempat lain. Aku meneguk minumanku hingga habis sambil menunggu Jen.
Lalu muncul wajah seorang pria, dia tersenyum disana. "Hey!" terlihat dia sedang minum dengan beberapa orang.
Aku tersenyum dan memberikan sebuah kecupan padanya. "I miss u" ucapku padanya.
"I miss u, too. How's there? U're fine?"
Aku hanya bisa tersenyum.
"Okay, stop it" Jen merebut handphonenya dari tangan Steff. "Ew, what r u doing?" tanya Jen padaku sambil bergerak pergi menjauh dari sana.
"Nothin" jawabku seadanya.
"Hey, who's there? A guy that sit at bar, behind u." Aku menoleh ke tempat yang Jen tanyakan, betapa terkejutnya aku melihat pria di coffee shop tadi.
"Jen, I think I call u again later, bye. Love u" segera aku mengakhiri panggilanku pada Jen.
Pria itu berdiri dari kursinya dan berjalan ke arahku, dia berdiri tepat di belakang sofa. Meletakan kedua tangannya pada sandaran sofa, dia melihatku dengan tatapan yang sama saat di coffee shop, menakutkan. Dia memperhatikan ku dari kepala sampai kaki, lalu tertawa. "I never know that home-stay-girl-look-like can go to place like this and even wear a lingerie." bisiknya di dekat telinga ku, lalu mendaratkan sebuah kecupan disana.
Aku terkejut, bagaimana bisa ada pria seperti ini di Indonesia. Jika ini Paris, aku mungkin akan menciumnya kembali tapi ini bukan Paris. Otakku masih terkejut dan mencoba mencerna kejadian tadi saat dia berpindah tempat dan duduk tepat di sebelahku. Tangan kirinya merangkulku dan tangan kanannya memegang tanganku.
"U following me, right?" tanyaku padanya. Dia hanya menatapku, tanpa memberikan jawaban. "Bukannya tadi udah pergi duluan dari coffee shop?"
"Aku di dalam mobil" jawabnya lalu bergerak menjauh dariku. Melepaskan rangkulan dan genggamannya. Matanya menatap kerumunan orang yang sedang berdansa.
Aku memindahkan posisi sandaranku pada lengan sofa, jadi aku bisa dengan jelas melihat dia. Rambut hitamnya yang menutupi dahi, mata hidung dan bibirnya, lengan kemeja yang dia naikan. Aku rasa aku sudah mabuk. Aku meletakan kedua tanganku di wajahnya, menariknya lebih dekat denganku, tubuhnya terjatuh di atas tubuhku, tangan kanannya menahan berat tubuhnya dan tangan kirinya memegang pinggang ku. Wajahnya tampak terkejut. Detik berikutnya bibirnya sudah ada di dalam bibirku, aku menciumnya dengan benar. Aku merasakan tangannya yang menarik tubuhku lebih dekat, tidak ada balasan darinya. Dia hanya menerima ciumanku begitu saja.Bagaimana mungkin seorang pria hanya diam saja dalam situasi seperti ini. Aku melepaskan ciumanku saat aku mulai kekurangan oxygen, aku melihat matanya masih terpejam untuk beberapa saat. Aku mengecup pelan bibir bawahnya untuk menyadarkannya, saat mata itu akhirnya terbuka tatapan menakutkan itu muncul lagi. Dia menarik tubuhku lagi, membenamkan wajahnya di leherku dan melakukannya disitu.
Jantungku terasa berhenti saat itu juga, detak jantungku berdetak sangat cepat dan tidak beraturan. Kepalaku sakit, semua terlihat berputar.
RASA sakit yang menusuk-nusuk di kepalaku cukup untuk membuatku terbangun, masih terasa pusing dan mual. Kira-kira berapa gelas yang aku minum tadi. Kubuka mataku dan mencoba menyadarkan diriku, ini di dalam sebuah mobil. Aku menoleh ke samping dan menemukan seseorang, pria itu, tertidur di sebelahku, tanpa mengenakan baju! Oh Tuhan. Aku melihat kesekelilingku, mencoba mengingat apa yang terjadi. Tubuhku tertutup selimut kecil dengan motif tartan, aku memeriksa tubuhku dan ternyata pakaian ku masih utuh, aku menemukan pochette dan paper bag ku di jok belakang, aku melepaskan selimut dan menaruhnya pada tubuh laki-laki itu. Aku mengambil barang-barangku, memakai sepatu dan segera keluar dari mobil.
Mobil ini berada di parkiran bar, aku berlari ke jalan, memberhentikan taxi lalu segera naik dan pulang. Perjalanan pulang ku terasa sangatlah lambat. Kini aku berada di ujung gang rumah ku, berjalan sendirian dengan di temani oleh beberapa lampu jalan yang cahayanya hampir punah. Sepatu Corto Moltedo-ku terlihat mengkilap kuning kemerah-merahan karna lampu jalan. Aku mengambil handphoneku, setengah tiga pagi. Hanya membutuhkan beberapa menit saja untuk sampai dirumah. Ku geletakan secara acak paper bag yang sedari tadi talinya melingkar di pergelangan tanganku lalu naik ke tempat tidur. Lalu aku terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
downpour.
RomanceHUJAN tak berhenti. Dia terdiam. Akupun terdiam. Hujan turun begitu deras, cukup untuk membasahi aku dan dia sampai ke tulang. Kami berdiri di sana, di tengah jalan itu. Kami saling berpelukan erat, berusaha mencari sebuah kenyamanan di tengah badai...