"Gak bisa Nes, ini tuh udah pas banget. Gua gak mau tau pokok nya lo gak bisa gak mau" setelah jam kuliah ku berakhir, kami bertiga berkumpul di kantin untuk makan siang bersama.
"Tapi Sa, kalo ketahuan gimana? Ini tuh obvious banget tau" tolak ku pada sebuah gagasan yang baru saja aku dengar.
"Gak bakalan Nes, gua yang jamin, iya kan Ta? Ini tuh udah perfect banget deh. Dia gak akan tau apa-apa Nes. Makanya lo juga harus acting yang great Nes" jelas Rosa yang kesian kalinya untuk meyakinkan ku.
"Yaudah deh." aku bisa apa.
Rapat dadakan seusai jam kampus ku terselesaikan. Misi Lista dan Rosa untuk membuat ku bertemu kembali dengan seseorang yang mereka buat seakan tidak disengaja itu sudah tersusun dengan cukup rapih, menurut mereka.
"Yaudah, coba lo calling Sa.. Tanya dia dimana" perintah Lista pada Rosa.
"Astaga, kalian udah dapet nomernya. Ya Tuhan" jawabku terkaget karna aku tak menyangka bahwa mereka bergerak secepat ini.
"Yoi Nes, gua kan udah bilang. Lo tinggal terima beres. Selesai. Gua tuh pengen lo berdua ketemu lagi, gua tau banget Nes. Lo sama dia pisah gak wajar kan?" Ungkap Lista.
"Gak wajar? Lo kira ini kasus pembunuhan" Balas ku tak kuat menahan tawa melihat ekspresinya.
"Yah, lo ngerti lah maksud gua Nes. Ya kaaan? Alaah, udah deh Nes, udah tau semuanya kita. Iya kan Sa?" Tukas Lista singkat.
"Ihh, kenapa bawa-bawa gua? Gua gak tau apa-apa disini. Gua cuma penonton" kelak Rosa tak ingin disangkut pautkan dengan ucapan Lista.
"Iya, penonton. Penonton bayaran tapi, yang bayar si Lista" ledek ku tak ingin kalah.
"Nah, itu lo tau Nes. Denger kan Taaa. Bayaran. Jangan lupa bayar gua di akhir acara." Pinta Rosa. "eh, udah nyambung udah nyambung"
"Speaker on Sa" perintah Lista.
Belum juga ada jawaban.
"Nomernya salah kali" ucapku asal pada mereka.
"Ngaco, gak mungkin. Kemarin gua udah chat-an ko sama dia" jawab Rosa.
"Yakin? Salah orang pasti. Yakin gua. Salah nomer lo Sa" ucap ku panjang lebar mencoba memprovokasi Rosa untuk mematikan telfon nya.
"Hey! Kenapa, Sa?" Ada perasaan aneh dalam diriku mendengar nya memanggil Rosa dengan sebutan itu.
"Hey Sya, lagi dimana?" Rosa menatap ku dan sorot matanya seperti berkata mampus-lo-di-angkat-kan-sama-orang-nya-wk!.
"Masih di kampus. Masih ada 2 jam lagi baru beres. Kenapa Sa? Mau ketemu?" Jawab orang di sebrang sana, sedikit aneh terdengar oleh ku. Suaranya tidak berubah sama sekali, sama seperti dulu.
"Pinter, ketemuan di mana ya enaknya. Lista juga ada di sini nih." Ucap Rosa.
"Hey Arsyaaaaaaaaa..." Teriak Lista yang di buatnya segirang mungkin. Aku iri. "Kangen banget gua sama lo Sya, udah lama banget gak ketemu. Lo gini ya sekarang, diem-diem chat sama Rosa gak ajak-ajak gua" aku yakin 100% Lista sengaja bicara seperti itu.
Dia tertawa."Gak diem-diem ko Ta. Lo ambil aja nomernya dari Rosa." Jawabnya sedikit bergetar karna tertawa.
"Gak ah, gak mau ganggu gua. Udah lanjut aja lo sama Rosa" Lista mulai keterlaluan membuatku panas. Rosa dan Ibam duluuu, sekali memang sempat dekat.
"Gak ganggu ko, gua sama Rosa juga chat biasa aja." Jawabnya.
"Siapa suruh dia ninggalin pacarnya gitu aja ke Paris!" Rosa mengucapkannya sambil menatapku "Ya gak? Jadi gua sama Lista bebas dong." Sial!!
"Lo berdua lagi gak ada kelas" jawabnya yang kini suaranya sudah kembali datar.
"Gak ada, ini lagi di kantin liat-liat cowok." Celetuk Lista yang jelas-jelas mengarang bebas.
"Hahahaa, dasar kalian berdua. Ngomong-ngomong, gak ada kabar dari dia?" Deg!
"Gak ada tuh, udah kawin kali dia disana." Ucap Rosa asal sambil tertawa di depan ku.
"Ohh, gak ada. Iya, mungkin dia udah nikah disana" suaranya melemah. Lista dan aku kini memelototi Rosa yang sudah salah bicara.
"Ngaco, jangan di percaya Sya omongan si Rosa. Kaya gak tau aja lo. Masih berharap kan dia sama lo." Balas Lista menghindari kesalapahaman lebih lanjut tentang cerita pernikahan ngasal yang Rosa buat. "Kemarin gua dapet e-mail dari dia kok Sya. Dia bilang bakal balik secepatnya. Lo tau kan dia cuma ambil kuliah yang 2 tahun lulus."
"Gak tau sama sekali, totally lost contact. Remember."
"Oh iya, banyakin doa makanya supaya dia cepet baik" saran Rosa yang sebenarnya terdengar seperti bukan saran di telinga ku.
"Always"
"Oke deh, bye"
KAMU SEDANG MEMBACA
downpour.
RomanceHUJAN tak berhenti. Dia terdiam. Akupun terdiam. Hujan turun begitu deras, cukup untuk membasahi aku dan dia sampai ke tulang. Kami berdiri di sana, di tengah jalan itu. Kami saling berpelukan erat, berusaha mencari sebuah kenyamanan di tengah badai...