PAGE 5

366 68 6
                                    

Tiga hari berlalu dengan cepat...

Saking cepatnya aku sampai tak sadar sudah selama itu pula aku tak keluar dari zona paling nyamanku—kamar. Sudah tiga hari ini aku mengurung diri, tak bangun dari ranjangku kecuali untuk pergi ke kamar mandi. Bahkan berjalan ke ruang makan untuk mengisi perut pun malas rasanya, sampai-sampai Noona selama tiga hari ini terpaksa harus melayaniku—mengantarkan makanan ke kamar setiap harinya. Kalau tidak aku tak kan makan sama sekali lalu jatuh sakit dan Noona  bilang kalau itu terjadi akan lebih merepotka nantinya.

Hah...

Aku bingung.. apa yang harus ku lakukan saat masuk sekolah besok? Apa lagi kalau bertemu Ten atau Johnny-sunbae. Aku benar-benar belum siap untuk bertemu mereka berdua.

Bagaimana tidak...

Sudah hampir dua tahun ini aku menyukai Ten, sejak aku melihatnya di upacara penerimaan siswa baru. Bahkan aku masih ingat bagaimana ekspresi wajah dan penampilannya waktu itu.

Upacara sudah hampir dimulai, siswa baru dan sebagian senior telah berbaris rapi di lapangan sekolah—diam menunggu notulen untuk membacakan susunan acara pertama. Aku pun masih ingat keadaan saat itu benar-benar tenang tanpa suara, hanya hembusan angin sepoi dan gesekan ranting pohon sakura yang dapat telingaku dengar. Tapi keadaan itu tak berlangsung lama. Saat notulen hendak membacakan susunan acara, sebuah suara bising dari arah belakang barisan terdengar begitu keras. Aku—dan yang lain—serempak menoleh ke arah pintu gerbang di mana asal suara itu terdengar.

Dan apa yang retina mataku tangkap pertama kalinya adalah gambaran seorang siswa laki-laki dengan seragam dan rambut yang acak-acakan tengah menundukkan tubuhnya di dekat pintu gerbang.  Bahunya nampak naik turun dengan cepat, seakan oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya tak pernah cukup.

Rupanya anak itu yang membuat kegaduhan, membanting pintu gerbang yang tadi sudah tertutup.

“Hei, kau! Cepat ke barisan, upacara akan segera dimulai!” Seru salah satu petugas kedisiplinan padanya.

Anak itu pun meletakkan tasnya di bawah pohon terdekat dan langsung berlari ke arah barisanku, barisan yang sudah diatur menurut pembagian kelas beberapa hari yang lalu.

“Ten! Bukankah sudah ku peringatkan untuk bangun lebih awal? Ini hari pertama kita dan kau sudah hampir terlambat?!” Saat anak itu sampai di barisan dan berdiri tepat di sebelahku, seseorang yang ku tebak mungkin satu SMP dengannya dulu mengomel. Wajahnya nampak gemas ingin memukul anak itu, tapi anak yang dipanggil Ten itu malah terkikik pelan.

“Maaf. Tadi aku melihat anak kucing di jalan, karena gemas aku jadi ingin bermain sebentar dengannya~” Timbal anak itu dengan riangnya kemudian merapikan rambutnya yang berantakan dengan tangan.

Pabo. Kebiasaanmu itu benar-benar sulit dihilangkan”.  Respon temannya kemudian memalingkan wajah kembali ke depan.

“Umm.. Chittaphone Leechaiyapornkul—” Tubuhku tersentak saat anak itu tiba-tiba melirikku dengan tangan yang terulur. “—kau?”

“Huh?”

Anak itu mengerucutkan bibirnya, kemudian menepuk pundakku cukup keras. “Aku lihat dari tadi kau terus memperhatikanku. Maaf bila sikapku membutmu tak nyaman, padahal ini pertama kalinya kita bertemu”. Ucap anak itu membuatku benar-benar malu—aku ketahuan!

“Um, ti—tidak papa”. Ucapku sedikit gugup. Mudah-mudahan wajahku yang pucaat ini tak berubah merah.

“Baguslah, aku senaang mendengarnya”. Sekali lagi dia tersenyum, senyum yang kali ini ia tunjukkan khusus kepadaku. Dan sekali lagi dia mengulurkan tangannya kepadaku. “Aku Chittaphone Leechaiyapornkul. Kau bisa memanggilku Ten”. Lanjutnya kembali memperkenalkan diri.

[G] 짝사랑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang